Kamis, 15 November 2012

Teknologi Budidaya Ikan Hias Cupang


I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
     Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai potensi sumberdaya alam yang melimpah dan belum terkelola dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut adalah dengan usaha budidaya (aquakultur). Usaha budidaya akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang banyak diminati oleh masyarakat, karena memiliki potensi yang cukup besar. Untuk mewujudkan adanya usaha budidaya dengan produksi yang tinggi tentunya tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah faktor jenis pakan yang diberikan.
       Ikan Betta atau dengan sebutan populer ikan cupang (Betta splendens) merupakan salah satu ikan hias yang mempunyai nilai komersial, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Sebagai ikan hias yang gemar berantem, mempunyai penampilan yang menarik yaitu mempunyai sirip yang relatif panjang dengan spektrum warna yang bagus sedangkan pada ikan betta betina penampilannya kurang menarik, karena siripnya tidak panjang dan warnanya pun tidak cerah sehingga pada ikan betta, jenis kelamin jantan lebih tinggi dibanding jenis kelamin betina. Dengan dasarnya itulah diperlukan upaya memperbanyak produksi ikan Betta jantan, yang dapat dilakukan secara masal
     Popularitas cupang sebagai ikan hias tidak perlu di ragukan lagi. Penggemar ikan cupang bukan hanya untuk anak-anak, namun juga bapak-bapak dan para remaja. Sedikit berbeda dengan ikan hias lain, cupang di sukai bukan hanya karena kecantikannya, namun juga karena naluri berkelahinya. Debut cupang sebagai ikan aduan memang bukan berita baru. Di Negara asalnya, ikan ini terkenal sejak ratusan tahun yang lalu sebagai ikan laga. Di sana orang mengadu cupang sambil bertaruh uang. Berbeda dengan Sumatera (Barbus tetrazone) yang sekalipun agresif, namun bisa hidup berdampingan secara damai dengan sesamanya. Ikan cupang justru akan menunjukkan sifat agresifnya bila bertemu sesama jantan, sebaliknya cupang jantan akan diam atau bergerak lambat dan dekat-dekat apabila di campurkan dengan jenis ikan lain (Susanto, 1992).
1.2  Tujuan dan Kegunaan
     Tujuan dari kegiatan praktikum Budidaya Ikan Hias adalah untuk lebih mengetahui lagi teknik-teknik dalam pemeliharaan induk, pemijahan induk dan mengetahui penggunaan hormon 17 α-Metiltestoteron untuk rekayasa kelamin serta sekaligus pemeliharaan telur dan larva khususnya pada ikan cupang (Betta splendes). Kegunaan dari praktikum Budidaya Ikan Hias adalah untuk memperoleh beberapa informasi dan data-data penting dari cara budidaya ikan cupang yang di lihat dari segi lingkungannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cupang
        Menurut Susanto (1992), adapun identifikasi dan klasifikasi dari ikan cupang (Betta splendes) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Craeniata
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterygii
Super Ordo : Teleostei
Ordo : Percomorphoidei
Subordo : Anabantoidei
Famili : Anabantidae
Genus : Betta
Spesies : Betta splendes
      Menurut Sudrajad (1989), ciri khusus ikan cupang (Betta splendens) dapat dilihat dari beberapa bentuk tubuhnya seperti bentuk badan memanjang dan warna yang beraneka ragam yakni cokelat, hijau, merah, biru, kuning, abu-abu, putih dan sebagainya, sirip punggung lebar dan terentang hingga ke belakang dengan warna cokelat kemerah-merahan dan dihiasi garis-garis berwarna-warni, sirip ekor berbentuk agak bulat dan berwarna seperti badannya serta dihiasi strip berwarna hijau, sirip perut panjang mengumbai dihiasi aneka warna dan lehernya berdasi dengan warna yang indah, ujung siripnya sering kali dihiasi warna putih susu, sirip analnya berwarna hijau kebiru-biruan dan memanjang. Lebih lanjut dikemukakannya adalah ikan cupang betina memiliki bentuk tubuh rata - rata lebih kecil daripada ikan cupang jantan. Ikan cupang jantan memiliki panjang tubuh dapat mencapai 5 – 9 cm, sedangkan ikan cupang betina lebih pendek dari ukuran tersebut.
     Daya tarik lain dari ikan cupang adalah keindahan warna dan sirip-siripnya, terutama ikan cupang jantan. Ikan ini juga senang berkelahi terhadap sesamanya sehingga di juluki “fighting fish”, tetapi bersikap toleran terhadap ikan jenis lain. Toleransi ikan cupang terhadap temperatur berkisar 28o C. Pertumbuhan ikan cupang relatif cepat sehingga masa pembesarannya tidak terlalu lama (Perkasa, 2001).
 2.2 Induk Ikan Cupang
       Ciri ikan cupang jantan matang gonad adalah munculnya bintik bintik hitam yang terdapat di sirip punggung jantan, pada tutup insangnyapun sudah ada garis vertikal warna kemerahan, terlihat sibuk dalam mempersiapkan buih – buih dipermukaan sebagai sarang tempat penetasan telur. Umur cupang yang siap untuk melakukan pemijahan yaitu sekitar 6 – 7 bulan dengan panjang 5 – 6 cm. induk harus sehat, tidak cacat dan tidak berpenyakit. Sedangkan pada betina , ciri-ciri kematangan gonad dilihat dari besarnya perut betina dan Pada sisi tubuhnya terdapat 2-3 garis vertikal berwarna kelabu (Huda, 1992).
       Untuk induk betina bentuk badan harus terlihat sehat, di tandai dengan bentuk tubuh bagian perut yang membesar apabila di teliti akan terlihat ada telurnya, bukan membesar karena di beri makanan dan pergerakannya terlihat lambat. Mempunyai sirip ekor, anal dan panggung yang biasa tanpa ada penonjolan jari-jari siripnya (Lingga dan Susanto, 2003).
Ikan cupang merupakan salah satu ikan hias yang mempunyai alat pernapasan tambahan berupa labirin. Dengan bantuan alat tersebut, ikan cupang dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Dengan demikian dalam pemeliharaan ikan cupang, aerasi tidak harus dipasang sehingga dapat menghemat penggunaan listrik dan sarana sistem aerasi (Susanto, 1992).
 2.3 Pemijahan Ikan Cupang
      Umumnya ikan cupang termasuk kelompok ikan yang membuat gelembung udara pada saat ingin kawin. Untuk itu diperlukan tanaman air agar cupang dapat menempelkan gelembung udaranya. Tanaman ini dapat berupa tanaman air yang berdaun lebar seperti eceng gondok (Eihornia crassipes) dan kiambang (Pistia stratiotes).  Setelah itu cupang dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Bila memang sudah siap kawin, cupang jantan akan segera menempelkan gelembung udara ke daun. Cupang betina dapat dimasukkan apabila gelembung udara sudah cukup banyak. Cupang jantan yang sedang mencari pasangan akan segera menghampiri betina. Lalu betina akan diajak untuk mendekati gelembung udara, dipeluk sehingga keduanya menempel dan tak bergerak. Beberapa saat kemudian, telur keluar dari tubuh betina dan segera dibuahi oleh induk jantan. Telur – telur tersebut ditangkap oleh mulut cupang jantan, lalu ditempelkan di gelembung udara. Penempelan dilakukan dengan cara menyemburkan telur tersebut dari mulutnya (Perkasa, 2001).
        Pemijahan di mulai dengan wadah dan air yang sudah siap, lalu kita masukan daun ketapang. Biarkan daun ini mengapung, tujuannya untuk tempat menempelkan busa dan tempat telur ikan. Setelah itu masukan induk jantan, waktu pemasukan induk jantan kedalam wadah pemijahan sebaiknya pagi hari, karena suhu air masih dingin. Biarkan induk jantan selama 1 hari gunanya untuk induk jantan mengenal lingkungannya. Keesokan harinya, masukan toples induk betina kedalam wadah pemijahan tujuannya untuk saling mengenal dulu dan untuk memasukan toples induk betina juga sebaiknya pagi hari dan diamkan selama 1 hari. Ini berguna untuk melihat apakah induk jantan memang benar benar siap untuk memijah (Sitanggang, 2010).
      Menurut Lingga dan Susanto (2003), bila induk jantan memang siap memijah, maka esok hari kita akan melihat busa yang sudah di buat oleh induk jantan. Semakin banyak busa yang di buat menunjukan memang induk jantan sudah siap, ketika itu barulah kita melepas induk betina kedalam wadah. Pelepasan induk betina sebaiknya pada pagi hari, apabila kedua induk memang siap dan baik, maka keesokan hari atau paling lambat 2 hari setelah pemijahan kita akan menemukan busa yang di buat induk jantan sudah berisi telur ikan. Apabila telur ikan sudah banyak sebaiknya induk betina segera di angkat supaya induk betina tidak memakan telurnya, sedangkan induk jantan masih kita biarkan untuk mengeram dan memelihara telurnya.
 2.4 Perkembangan Telur Ikan
       Setelah telur ikan terlihat, maka dalam jangka waktu 24 jam telur akan menetas menjadi burayak. Selama 1 minggu burayak masih tidak membutuhkan makanan, karena mereka masih memiliki persedian makanan di tubuhnya dan pada hari ketiga ketika persediaan makanan sudah habis, maka peranan induk jantan sangat vital karena induk jantan yang memberikan makanan kepada burayak ini dengan cara di masukan kedalam mulutnya, lalu setelah beberapa saat induk jantan akan memuntahkan kembali burayak itu keluar. Selama 1 minggu kita harus teratur memberikan makanan berupa cuk (jentik nyamuk) kepada induk jantan, gunanya agar induk jantan mempunyai persediaan makanan untuk burayak tersebut, bisa juga di berikan pelet khusus untuk ikan cupang (Sitanggang, 2010).
     Menurut Huda (2011), hari ke 5 setelah burayak menetas sudah bisa di lihat perkembangannya, untuk itu harus di bantu dengan cara memberikan kuning telur yang sudah matang lalu di keringkan dan setelah kering di berikan kepada burayak dan pada hari ke 6 kita sudah bisa memberikan kutu air yang di saring kedalam wadah ini, karena beberapa burayak sudah cukup besar dan dapat memakan kutu air yang di saring. Hari ke 8 induk jantan sudah bisa di angkat dan di pisahkan kedalam toples tersendiri.
Sedangkan burayak yang berumur 8 hari cukup kita beri makan kutu air yang di saring, sampai berumur 1 bulan dan apabila pertumbuhannya pesat bisa di berikan anak cuk (jentik nyamuk) dan cacing sutra secara terbatas serta apabila perkembangan kurang pesat maka makanannya harus tetap kutu air.
      Setelah umur 1 bulan burayak sudah dapat di pindahkan kedalam wadah yang lebih besar supaya perkembangganya lebih pesat dari segi makanan sudah bisa di kombinasi antara kutu air, cuk, cacing sutra dan pelet. Setelah burayak berumur 2 - 2,5 bulan, maka sudah dapat di pisahkan dan di pilah mana yang jantan dan betina. Untuk jantan harus di beri wadah tersendiri dan untuk betina masih bisa di campur sesama betina, apabila setelah di seleksi ternyata cupang betina yang dominan maka dapat kita simpulkan salah satu dari induk tersebut kurang baik kualitasnya. Sebaiknya induk betina itu tidak di pijahkan kembali. Apabila baik, maka induk jantan sudah dapat di pijahkan kembali 3 minggu setelah di angkat dari tempat pemijahan (Huda, 2011).
 2.5 Pengubahan Jenis Kelamin Melalui Perendaman Embrio
      Ikan betta jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan sirip-sirip yang lebih panjang di banding ikan betta yang betina. Oleh karena itu, ikan betta jantan lebih di minati konsumen dan mempunyai nilai komersial yang lebih tinggi di banding yang betina. Sehubungan dengan itu perlu di lakukan teknik memperbanyak produksi ikan betta jantan dalam setiap kali pemijahan. Salah satu upaya yang dapat di lakukan adalah dengan pemberian hormon androgen pada masa diferensiasi kelamin (Huda, 2011).
      Teknik pemberian hormon tersebut adalah dengan cara merendam telur ikan betta pada fase bintik mata (+ 30 jam setelah pemijahan) kedalam larutan hormon 17 α-metiltestosteron dengan konsentrasi 20 mg/liter air selama 8 jam. Pembuatan larutan hormon tersebut adalah dengan cara melarutkan hormon sebanyak 20 mg kedalam 1 ml alkohol 70 % dan selanjutnya di masukan keair yang akan di pakai merendam sebanyak 1 liter (Iskandar, 2004).
     Telur hasil perendaman di masukkan kembali kedalam wadah yang berisi air dengan di beri larutan metyline blue untuk mencegah timbulnya jamur dalam proses penetasan. Tahap selanjutnya sama dengan prosedur pembenihan ikan betta sampai berumur tiga bulan untuk dapat di bedakan jenis kelaminnya. Di harapkan dengan pemberian hormon steroid tersebut dapat memperbanyak ikan betta jantan sampai dengan 95% dalam setiap pemijahan (Iskandar, 2004).
 2.6 Hormon 17 α-metiltestoteron
     Teknologi sex reversal merupakan teknik pengubahan kelamin dari betina menjadi jantan atau sebaliknya, melalui pemberian hormon dan teknik perendaman. Kalau yang di berikan hormon androgen, ikan di arahkan untuk berkelamin jantan. Tetapi jika yang di berikan hormon estrogen, jenis kelamin di arahkan menjadi betina. Jadi, jika pembudidaya ingin menghasilkan ikan-ikan cupang jantan, maka proses sex reversal yang di terapkan adalah dengan menggunakan hormon androgen (Sitanggang, 2008).
     Hormon androgen yang paling umum di gunakam dalam aplikasi sex reversal maskulinisasi (pengarahan kelamin menjadi jantan) adalah 17 α-metiltestosteron yang di perkirakan efektif di gunakan pada lebih dari 25 spesies yang telah di uji. Metiltestosteron merupakan androgen yang paling sering di pakai untuk merubah jenis kelamin dan penggunaan metiltestosteron pada dosis yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. 17 α–metiltestosteron (17α-MT) merupakan hormon sintetik yang molekulnya sudah di modifikasi agar tahan lama di dalam tubuh. Hal ini di karenakan pada karbon ke-17 telah di tempeli gugus metal agar tahan lama. Metiltestosteron di buat dengan cara menambahkan satu kelompok α-metil pada atom karbon ke-17 di dalam gugus testosteron dengan rumus bangun kimia kimia C20H30O2, berbobot molekul 302,05 (Sitanggang, 2008).
2.7 Pakan Induk dan Larva
      Meskipun cupang dewasa mau menerima makanan kering dan mati, namun untuk memperoleh pertumbuhan maksimal dan warna yang cantik sebaiknya ikan-ikan cupang ini hanya di beri makanan hidup. Makanan hidup seperti cacing sutera, jentik-jentik nyamuk dan kutu air sangat di sukai oleh ikan-ikan cupang (Iskandar, 2004).
Menurut Perkasa (2001), bahan pakan alami bagi cupang hias di peroleh dari alam. Bahan pakan tersebut di berikan dalam keadaan hidup tanpa melalui proses terlebih dahulu. Memperoleh pakan alami tidak sulit dan relatif murah. Sarana untuk mendapatkan pakan alami hanya dengan alat sederhana.
2.8 Kualitas Air
       Faktor penting dalam budidaya ikan cupang adalah kualitas air yang digunakan dalam budidaya. Kualitas air harus selalu terjaga kebersihannya dan terhindar dari zat-zat beracun, seperti amoniak, limbah pabrik, detergen, dan lain-lain. Ikan akan tumbuh optimal jika kualitas airnya baik. Air pada akuarium atau pada wadah pematangan gonad sebaiknya diganti setiap 3 hari, serta ikan cupang direndam selama 1 jam dengan air yang telah dicampur garam dapur dan obat khusus cupang yang banyak dijual di pasar ikan dengan dosis secukupnya. Hal tersebut untuk menjaga ikan cupang dari serangan jamur atau penyakit lainnya (Indriani dkk, 1991)
     Cara lain unntk menjaga kualitas air tetap baik adalah dengan cara memasukan eceng gondok dalam kolam pembesaran, yang berfungsi untuk menyerap racun di sekitar air tersebut dan sekaligus menjadi tempat berteduh bagi burayak/benih cupang. Jangan terlalu banyak memberikan eceng gondok karena eceng gondok dapat menyerap oksigen di dalam air. Eceng gondok yang terlalu banyak dapat menyebabkan kematian bagi burayak karena kekurangan kadar oksigen di dalam air (Perkasa, 2001).
2.9 Pengendalian Hama dan Penyakit pada Ikan Cupang
     Menurut Kordi (2004), penyakit pada ikan cupang secara fisik banyak di sebabkan oleh microorganisme,cendawan, bakteri dan virus! yang di pengaruhi oleh sani tasi air, dimana tempat ikan cupang itu hidup, kurang higienis dan kurang di perhatikan, atau di sebabkan oleh faktor alam seperti perubahan iklim yang berpengaruh pada perubahan suhu air, sehingga mempengaruhi tumbuh kembangnya cendawan, bakteri, dan virus. Oleh sebab itu kualitas air untuk ikan cupang ini harus tetap dijaga. Penyakit fisik tersebut antara lain busung/sisik nanas, salak, atau hydrops, menceret atau berak putih disebkan oleh virus salmonella sp., valvet/fin rot, yang disebabkan oleh bakteri oodium pillularis, serta borok/ luka yang terinfeksi yang di sebabkan oleh kutu ikan argullus indicus dan lernea cyprinacea.
       Penyakit pada ikan cupang  non fisik tidak disebabkan oleh microorganisme, tapi disebabkan oleh kurang hati-hati dalam perawatan ikan cupang yang menyebabkan mental dan fisik ikan cupang menjadi sakit, dan cacat dan dapat berakibat menurunnya kesehatan ikan cupang tersebut, sirip kurang mengembang, kurang gairah, tidak nafsu makan,bacul (hilang keberanian/ mental) menggigit sirip sendiri, jelas terlihat tidak sehat (Kordi, 2004)
       Bila terserang white spot,cendawan/jamur gejala awalnya adalah berenang ikan cupang seperti tersentak-sentak atau menabrakan badannya ke media dinding aquarium /wadah, bila tidak cepat di tanggulangi badan ikan cupang akan cepat di tumbuhi bintik-bintik putih lebih kecil dari telur ikan. Hal ini bila sudah parah, bila tidak cepat di tanggulangi dapat menyebabkan ikan cupang malasberaktifitas,sirip tidak mengembang, dan menghilangkan nafsu makan dari ikan tersebut. Penanggulangan nya dapat dengan diberikan anti white spot, blitz-icth/fish mate yang mengandung bahan aktif metil biru (methiline blue) dan dimetil amino triphenyl methanol, super icth , blitz icth/obat biru/ anti white spot dilarutkan dengan air dan di campur garam ikan dengan dosis di sesuaikan dengan stadium penyakitnya. Dengan merendam ikan cupang yang sakit kedalam larutan tersebut diatas selama kurang lebih 5 jam, kemudian angkat dan rendam kembali kedalam larutan yang sama.
III. MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum Budidaya Ikan Hias di laksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 28 Mei 2012. Bertempat di Laboratorium Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2 Materi Praktikum
3.2.1 Organisme Uji
Organisme uji yang di praktekkan dalam praktikum adalah telur ikan cupang (Betta splendes)  fase bintik mata sebanyak 457 butir dan sepasang ikan cupang jantan dan cupang betina.
3.2.2  Alat
Tabel 1. Alat-alat Praktikum Ikan Cupang
No
Nama Alat
Jumlah
Kegunaan
1
Akuarium atau toples
2
Untuk sebagai tempat memelihara ikan.
2
Kamera digital
1
Untuk mengambil gambar ikan cupang dan wadah pemeliharaan.
3
Wadah penampung pakan alami
1
Sebagai tempat untuk menampung jentik-jentik nyamuk.
4
Mikroskop
1
Untuk mengamati larva dan fase bintik mata pada ikan cupang.
5
Pipet skala
1
Untuk mengambil telur-telur ikan cupang.
6
Gelas ukur
1
Sebagai tempat untuk mengukur banyaknya air.
7
Timbangan
1
Untuk mengukur berat benda.
8
Sendok
2
Untuk mengambil telur ikan cupang.
9
Tabung reaksi
1
Untuk tempat menaruh 17α-Metiltestoteron yang sudah di campur.
10
Selang kecil
2
Untuk menyedot kotoran dalam akuarium ikan cupang.
11
Alat tulis menulis
1
Untuk menulis data.
12
Aerasi
1
Untuk menghomogenkan campuran hormon dengan alkohol.

3.2.3  Bahan
Tabel 2. Bahan-bahan Praktikum Ikan Cupang
No
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1
Induk cupang jantan dan betina
2
Organisme yang di pelihara.
2
Air bersih
Tak terbatas
Sebagai sumber tempat ikan cupang hidup.
3
Pakan alami (jentik nyamuk)
Tak terbatas
Sebagai sumber makanan bagi ikan cupang.
4
Hormon 17α-metiltestoteron
0,01 g
Untuk rekayasa kelamin pada ikan cupang.
5
Alkohol 70%
0,05 ml
Untuk melarutkan hormon 17α-metiltestoteron.
6
Suspensi kuning telur rebus
1
Sebagai tambahan makanan untuk larva.

3.2.4  Prosedur Kerja
3.2.4.1 Pemilihan dan Pemeliharan Induk
Cara kerja praktikum Budidaya Ikan Hias tentang pemilihan dan pemeliharaan induk adalah sebagai berikut :
1.     Siapkan wadah pemeliharaan induk berupa toples atau aquarium.
2.     Pilihlah induk ikan cupang jantan dan betina yang telah matang gonad.
3.     Amati ciri-ciri morfologi dan ambillah gambar induk yang di gunakan.
4.     Masukkan induk tersebut kedalam wadah pemeliharaan berupa toples atau aquarium.
5.     Peliharalah induk tersebut sampai siap di pijahkan.
6.     Selama pemeliharaan lakukan pergantian air minimal 3 hari sekali.
7.   Induk di beri makanan yang banyak mengandung protein seperti jentik nyamuk dua kali sehari (pagi dan sore) secara adlibitum. Cuci bersih pakan alami yang di peroleh dari alam sebelum di berikan kepada induk ikan.
3.2.4.2 Pemijahan Induk
Cara kerja praktikum Budidaya Ikan Hias tentang Pemijahan induk adalah sebagai berikut :
1.    Siapkan wadah pemijahan induk dan isi dengan air + setinggi 20 cm.
2.    Masukkan induk jantan terlebih dahulu pada wadah pemijahan.
3.    Masukkan induk betina dalam wadah transparan (gelas atau botol air mineral bekas) dan letakkan di tengah-tengah wadah berisi induk jantan.
4.    Setelah 4 - 5 jam (induk jantan telah membuat gelembung busa), masukkan induk betina kedalam wadah pemijahan. Jika keduanya coccok, maka pemijahan akan segera berlangsung.
5.    Setelah pemijahan berakhir induk betina langsung di pindahkan sementara induk jantan di biarkan untuk menjaga telur-telurnya.
6.    Catatlah tingkah laku induk pra pemijahan, saat pemijahan dan pasca pemijahan.
3.2.4.3 Perendaman Embrio
Cara kerja praktikum Budidaya Ikan Hias tentang Perendaman Embrio adalah sebagai berikut :
1.    Siapkan media perendaman berhormon dalam toples atau gelas kimia.
2.   Lakukan pemanenan embrio yang telah memasuki fase bintik mata sekitar 20 jam setelah proses pemijahan berakhir. Lakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk memastikannya.
3.    Hitunglah jumlahnya lalu bagi menjadi 2 bagian yang masing-masing akan di beri perlakuan dalam larutan 17 α-metiltestoteron dan tanpa perlakuan.
4.    Waktu perendaman embrio dalam media 17 α-metiltestoteron antara 6 - 12 jam.
5.    Setelah perendaman selesai, embrio tersebut kemudian di pindahkan ke aquarium untuk proses penetasan.
3.2.4.4 Pemeliharaan Telur dan Larva
Cara kerja praktikum Budidaya Ikan Hias tentang Pemeliharaan Telur dan Larva adalah sebagai berikut :
1.    Telur yang di pelihara harus menggunakan air yang bersih.
2.    Setelah menetas larva belum di berikan pakan sampai umur 5 hari karena masih menyimpan yolk sack (kunung telur).
3.    Setelah umur 6 - 8 hari cupang di beri pakan suspensi kuning telur ayam rebus. Umur 9 sampai 1 bulan di beri pakan kutu air atau naupli Artemia. Umur 1 bulan lebih di beri pakan jentik nyamuk atau cacing sutera. Pemberian pakan di lakukan pada pagi dan sore hari.
4.  Air wadah pemeliharaan di ganti minimal 3 hari sekali dan jika belum terlalu kotor maksimal di ganti seminggu sekali. Pergantian air di lakukan sebanyak 30%.
5.    Minimal seminggu sekali lakukan pembersihan wadah pemeliharaan.
6.    Parameter yang di amati adalah :
a.   Hitunglah hatching rate (HR) masing-masing perlakuan.
b.  Hitunglah survival rate (SR) umur 1 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari, 35 hari dan seterusnya pada masing-masing perlakuan.
7.    Ambilah gambar larva pada umur tersebut dan ukurlah panjangnya.
3.3 Analisa Data
Berdasarkan kegiatan praktikum mengenai budidaya ikan hias cupang, maka di dapatkan analisa datanya sebagai berikut :

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Pemilihan dan Pemeliharaan Induk

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pemilihan dan pemeliharaan induk ikan cupang jantan dan betina yang digunakan telah berumur ± 4 bulan. Ciri lainnya pada induk ikan jantan , yaitu :  adanya gelembung udara di atas permukaan air di didalam wadah pemeliharaan, memiliki corak warna yang cerah dan indah, ukuran sirip – siripnya relatif panjang, bentuk tubuhnya ramping dan gerakannya agresif dan pada sirip ekornya lebih lebar dan panjang, dapat dilihat pada gambar 1A Sedangkan ciri induk betina , yaitu : warna tubuhnya agak pudar/kurang menarik, ukuran sirip – siripnya pendek, bentuk tubuhnya gempal atau lebih besar, gerakannya lamban dan kulit perut terasa lembek dan terdapat titik putih, dapat dilihat pada gambar 1B Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1992), cupang jantan memiliki kombinasi warna yang lebih menarik daripada ikan betina, ukuran tubuhnya lebih besar sedangkan ikan betina sebagai penghasil telur memiliki sirip yang pendek dan berwarna coklat kekuning-kuningan serta ukuran tubuhnya lebih kecil di bandingkan dengan ikan jantan.
            Selama masa pemeliharaan induk diberi pakan alami berupa jentik nyamuk yang berasal dari perairan tergenang dan selokan-selokan  kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bambang (2001), pakan yang umum dimakan ikan cupang yaitu berupa jentik nyamuk yang diambil dari alam namun tidak dapat langsung diberikan kepada ikan dalam keadaan masih kotor, sering diantara jentik terdapat ulat berwarna kelabu hitam apabila ulat termakan oleh ikan maka ulat tersebut tidak mudah dicerna oleh perut ikan sehingga ikan dapat membuang kotoran dan perutnya membesar sehingga munculah penyakit perut kembung. selokan–selokan.
Gambar 2. Jentik nyamuk

Pergantian air di lakukan 3 hari sekali dengan membuang semua air lama bersama-sama dengan  kotoran yang mengendap di dasar wadah pemeliharaan induk. Hal ini sesuai dengan pendapat susanto (1992) bahwa pergantian air dilakukan dengan selang waktu 3 hari sekali dengan membuang air secara bersama-sama dengan kotoran ikan yang mengendap di dasar bak. Kotoran ini merupakan hasil buangan ikan, sisa makanan yang mati, kotoran dari makanan itu sendiri atau dari bahan-bahan lain.
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk ikan cupang yaitu akuarium, serta kualitas air yang digunakan harus baik.wadah untuk pemeliharaan  induk ikan cupang jantan dan betina masing-masing satu buah baik akuarium
Gambar 3. Wadah pemeliharaan ikan cupang.
4.2 Pemijahan Induk       
Gambar 4. Sketsa wadah pemijahan ikan cupang (Betta Sp.)


Pada saat pelaksanaan praktikum mengenai Pemijahan, wadah yang digunakan untuk proses pemijahan ikan cupang adalah akuarium. Di dalam akuarium dimasukkan satu wadah lagi yang berukuran lebih kecil. Wadah yang dimasukkan ke dalam akuarium tersebut sebagai tempat untuk ikan cupang betina, sementara ikan cupang jantan dibiarkan berada dalam akuarium induk. Pemisahan induk jantan dan induk betina ini bertujuan untuk menghindari adanya serangan dari ikan cupang jantan terhadap betinanya. Oleh karena itu ikan cupang betina dimasukkan ke dalam wadah terpisah di dalam akuarium agar ikan jantan dan ikan betina saling beradaptasi dan saling mengenal.  Pada akuarium induk, diberi plastic di permukaan air sebagai tempat ikan cupang jantan membuat sarang busa. Sarang busa ini digunakan ikan cupang jantan sebagai tempat menaruh telur-telur yang dikeluarkan oleh ikan cupang betina. Setelah sarang busa tersebut sudah cukup banyak, maka ikan betina dapat dilepaskan dan dibiarkan bersama ikan jantan. Sebelum melakukan pemijahan indukan dipisahkan terlebih dahulu untuk melakukan pematangan gunad, jika indukan sudah siap memijah (matang gonad), barulah dilakukan proses-proses pemijahan ikan cupang. Ciri induk yang sudah siap mepijah adalah pada penutup insang tampak warna merah atau hijau menyala dan ikan sudah membuat gelembung busa, sementara induk betina siap kawin dicirikan dari perutnya yang tampak besar, warna tubuhnya pucat dan tingka lakunya jinak.
Hasil praktikum budidaya ikan hias, mengenai pemijahan induk didapatkan, sebelum proses pemijhan berlangsung, dilakukan beberapa rekayasa lingkungan. Sehingga wadah pemijahan bisa mirip dengan media pemijahan dialamnya. Misalnya menyiapkan wadah pemijahan (akuarium) yang telah terisi air ± 20 liter air sebagai wadah induk ikan cupang jantan, memasukan toples kedalam akuarium sebagai wadah untuk induk ikan cupang betina, Seperti gambar di atas (gambar 3) ikan jantan dan betina ditempatkan diwadah yang berbeda, ikan jantan ditempatkan didalam akuarium yang didalamnya terdapat gelas bening yang isi airnya lebih tinggi daripada air diakuarium yaitu wadah tempat ikan betina, hal ini bertujuan untuk perkenalan jenis indukan yang telah dipilih dan pada permukaan akuarium diberi potongan kertas hitam sebagai pengganti daun berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan. yang sebelumnya sudah ditempelkan gelembung busa oleh ikan jantan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bambang (2002), ikan cupang termasuk kelompok ikan yang membuat gelembung pada saat akan memijah. Sehingga di dalam wadah pemijahan  perlu disediakan daun segar atau potongan kertas sebagai  tempat cupang jantan yang menempelkan gelembung busanya. Sketsa wadah pemijahan ikan cupang dapat dilihat pada gambar 4.
Sebelum dilakukan pemijahan, hal yang harus dilakukan yaitu induk ikan jantan dan betina dijodohkan terlebih dahulu, berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa perjodohan ini berlangsung kurang lebih selama 68 jam yang diawali dengan mempertemukan kedua induk ikan cupang di akuarium, namun induk ikan cupang betina berada dalam toples yang telah diletakkan di dalam akuarium. Hal ini bertujuan agar induk ikan cupang dapat saling bertemu, mengenal, dan saling menarik perhatian.  Hal ini diperlihatkan oleh induk ikan cupang jantan yang melakukan aksi menarik perhatian induk betina dengan cara mengembangkan sirip-siripnya, dengan keindahan warna tubuhnya dan juga mendekati dan berputar-putar mengelilingi toples  sampai induk ikan betina cupang tertarik.

Berdasarkan hasil pengamatan, proses pemijahan pada induk ikan cupang berlangsung selama 5 jam 5 menit yang di mulai pada pukul 09:40 Wita dan selesai pada pukul 13:25 Wita.  Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981), pemijahan dapat berlangsung kapan saja. Proses pemijahan diawali induk jantan langsung membuat sarang berupa gelembung-gelembung busa yang dapat dilihat pada gambar 5A. 
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwa ikan cupang melakukan pemijahan dengan cara berpelukan dibawah gelembung busa,ini dapat dilihat pada gambar 5B, setelah berpelukan ikan betina menjatuhkan telurnya kedasar airakuarium dan ikan jantan mengumpulkan telur dan menempelkannya pada gelembung busa yang telah dikumpulkannya sebelumnya, pada saat ikan jantan mengumpulkan telurnya, ikan betina dikeluarkan dari akuarium, menjaga agar telur tidak dimakan oleh ikan betina. Menurut pernyataan Susanto (1992), ikan cupang akan saling berpelukan  di bawah sarang busa  yang sudah dibuatnya dan melayang-layang sampai beberapa saat kemudian keluar telurnya dan segera ditangkap oleh induk jantan untuk ditempatkan di dalam gelembung busa yang telah disiapkan. Setelah selesai memijah maka jantan akan menjaga telur-telurnya dan  mengusir pasangannnya jauh-jauh.
Menurut Daelami (2001), proses pemijahan cupang diawali dengan sibuknya ikan jantan mengeluarkan buih busa dari mulutnya lalu diletakkan pada permukaan sebagai sarang telur. Setelah itu pejantan akan mencari betina yang siap untuk dijadikan pasangan. Setelah didapatkan pasangan yang cocok, maka betina akan mengeluarkan sel telur diikuti dengan pelepasan sel sperma oleh jantan lalu terjadilah fertilisasi eksternal. Telur yang sudah dibuahi akan dibawa oleh jantan menuju buih yang ada di permukaan.
            Setelah pemijahan selesai, induk ikan jantan dipisahkan dari induk ikan betina agar induk betina tidak memakan telurnya sendiri.  Sementara induk ikan cupang jantan akan setia menjaga telurnya dari gangguan ikan lain. Selain itu, induk ikan cupang jantan akan mengipasi telur dengan sirip-siripnya agar suplai oksigen untuk telur tetap terjaga. Selama itu pula, induk jantan akan memperbaiki sarang busa yang rusak dengan membuat sarang baru.
4.3 Perendaman Embrio
Berdasarkan hasil praktikum mata kuliah Budidaya Ikan Hias mengenai Perendaman Embrio yang dilakukan setelah masa inkubasi telur selama ± 20 jam, maka kami melakukan pemanenan telur. Pemanenan telur dilakukan dengan cara mengangkat potongan plastik hitam (sebagai tempat sarang busa) yang telah berisi telur.  Kemudian menghitung jumlah total keselurahan dari telur-telur yang telah dierami oleh induk jantan selama ± 20 jam, dan membagi dua dari total keseluruhan telur yang telah dierami untuk di masukkan kedalam 2 buah talenan (sebagai wadah telur) yang berbeda dan mengisi larutan berhormon pada salah satu wadah.  Hal ini bertujuan untuk memudahkan perbandingan pada masing-masing wadah yang lebih banyak dan tidak banyak telur menetas.  Setelah itu, melakukan pemanenan embrio dan juga melakukan pengamatan embrio dari fase bintik mata dengan menggunakan mikroskop. Hal ini dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini
Gambar 6. Embrio pada fase bintik mata.
      Hormon yang digunakan dalam perendaman embrio adalah 17α Metiltestosteron. Dalam membuat media perendaman larutan dengan menggunakan 17α Metiltestosteron, terlebih dahulu menyiapkan larutan hormon 17α Metiltestosteron.  Selanjutnya menimbang sebanyak 0,01 g.  Kemudian memasukan bubuk hormon ke dalam tabung reaksi dan menambahkan 0,5 ml alkohol 70%. Kemudian menutup kembali tabung reaksi sampai larutan homogen. Setelah itu, menuangkannya kedalam wadah yang berisi 500 ml air bersih dan memberi aerasi selama 5 menit. 
4.4 Pemeliharaan Telur dan Larva
Gambar 7. Larva ikan cupang.


Penghitungan jumlah larva dilakukan kembali pada saat berumur 8 hari, dan hasil penghitungan pada wadah yang tidak diberikan hormon didapatkan sebanyak ± 122 ekor larva, sedangkan wadah yang diberikan hormon didapatkan sebanyak ± 52 ekor larva.  Jumlah larva yang telah berumur 8 hari  pada setiap wadah menurun drastis, hal ini di sebabkan karena tidak adanya pergantian air wadah sejak kegiatan perendaman embrio hingga telur menetas dan larva telah berumur 8 hari, sehingga air dalam wadah telah tercemar yang berasal dari sisa-sisa pakan yang tidak termanfaatkan dan mengalami proses pembusukan. Menurut Huda (2011), Hari ke 5 setelah burayak menetas sudah bisa di lihat perkembangannya, untuk itu harus di bantu dengan cara memberikan kuning telur yang sudah matang lalu di keringkan dan setelah kering di berikan kepada burayak dan pada hari ke 6 kita sudah bisa memberikan kutu air yang di saring kedalam wadah ini, karena beberapa burayak sudah cukup besar dan dapat memakan kutu air yang di saring. Hari ke 8 induk jantan sudah bisa di angkat dan di pisahkan kedalam toples tersendiri.
Jumlah larva yang paling dominan dalam bertahan hidup adalah larva yang tanpa perlakuan, karena dalam larutan 17 α-metiltestoteron terdapat beberapa unsur hormon seperti androgen dan esterogen yang berfungsi untuk meningkatkan rangsangan perubahan jenis kelamin. Selain itu tingkat persentase SR mulai semakin menurun di karenakan jumlah larva mulai berkurang di sebabkan kondisi lingkungan yang kurang baik seperti kualitas airnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di simpulkan bahwa :
1.    Ikan cupang (Betta splendes) termasuk jenis ikan yang bersifat parental care yang dimana induk jantannya memelihara dan merawat telur-telurnya.
2.    Perendaman embrio yang di lakukan pada telur ikan cupang berguna untuk mengetahui fase bintik mata pada ikan cupang.
3.    Ikan cupang melakukan pemijahan sebanyak 86 kali dan mengeluarkan telur-telurnya sebanyak 1800 butir telur.
4.    Larva yang berumur 8 hari jumlahnya sebanyak 52 ekor yang di berikan perlakuan 17 α-metiltestoteron.
5.    Larva yang berumur 8 hari hari jumlahnya sebanyak 122 ekor yang tidak mendapatkan perlakuan.
5.2.  Saran
Sebagai praktikan saya menyarankan agar praktikum kedepannya jenis-jenis ikan yang akan di jadikan bahan praktek berbeda dengan kelompok lain. Agar praktikan pengalaman yang lebih.