Sabtu, 13 Oktober 2012

Manajemen Perikanan Budidaya Laut



I.                  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
       Indonesia sebagai Negara kepualauan yang mempunyai garis pantai kurang lebih 81.000 km dengan luas perairan pantai 5,8 juta km2 merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan budidaya laut. Kondisi  seperti ini merupakan modal untuk pengembangan perekonomian, khususnya bagi sub sector perikanan. Selama ini pemanfaatan sumber daya perikanan laut sebagian besar masih terbatas pada usaha penangkapan atau pengumpulan dari alam.           
       Produksi ikan melalui usaha budidaya dimulai sejak tahun 1960, namun penerapan kolam dan keramba jaring apung sebagai sarana produksi untuk tujuan komersil baru dimulai pada tahun 1970. Selanjutnya usaha budidaya ikan laut di Indonesia pertama kali dirintis oleh nelayan Kepulauan Riau pada tahun 1978 yakni dengan sistem karamba tancap dengan pasaran pasar Singapura, sedangkan salah satu komoditas yang dibudidayakan adalah teripang
       Budidaya laut yang juga dikenal sebagai Marine Aquaculture atau Mariculture, secara lebih luas juga disebut Sea Farming, terdiri dari beberapa kegiatan pemeliharaan berbagai species organisme laut secara terkendali, disimak dari tingkat pengendalian pada budidaya laut dikenal teknologi pameliharaan intensif, semi intensif, dan ekstensif. Kata keramba jaring apung (kejapung) bisa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang di bentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam kejapung relative tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ikan yang dapat dipelihara salah satunya adalah ikan baronang (Sunyoto,, 1994)
      Selain kegiatan budidaya di Keramba Jaring Apung (KJA) dan kurangan tancap, dapat pula membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma Cottoni, dengan berbagai metode. Salah satu metode yang paling sering digunakan oleh  pembudidaya rumput laut adalah metode long line, karena metode ini agak mudah diaplikasikan, selain itu pengontrolan dan pembersihan mudah dilakukan. Laporan ini di buat guna untuk mengetahui secara langsung tentang jenis-jenis  budidya ikan di Laut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
     Tujuan dari praktek Lapang Manajemen Perikanan Budidaya Laut, yaitu untuk mengetahui cara pembudidayaan  rumput laut, kegiatan budidaya baronang pada keramba jaring apung, serta untuk mengetahui metode kurungan tancap pada budidaya teripang.  Kegunaan dari kegiatan praktek ini adalah mahasiswa dapat mempelajari dan melihat secara langsung tentang metode yang digunakan dalam membudidayakan rumput laut, teripang dan ikan baronang.

II.               METODE PRAKTEK LAPANG

2.1    Waktu dan Tempat
       Praktek lapang mata kuliah Manajemen Perikanan Budidaya Laut di laksanakan pada hari Sabtu, tanggal 5 Mei 2012 pada pukul 07.00 WITA  sampai dengan selesai dan bertempat di Desa Siniu dan Desa Sienjo, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parimo, Sulawesi Tengah.
2.2    Metode Praktek
2.2.1   Pengamatan langsung
     Metode praktek  dengan pengamatan langsung di lakukan dengan cara melihat secara langsung lokasi bididaya.
2.2.2   Wawancara
       Metode wawancara di lakukan dengan mewawancarai langsung para pemilik lahan budidaya dan juga pengelola budidaya.
2.2.3   Kepustakaan
       Kepustakaan di peroleh dari literatur maupun referensi yang terkait kegiatan budidaya yang di amati.
2.2.3 Kepustakaan
       Kepustakaan di peroleh dari literatur maupun referensi yang terkait dengan kegiatan budidaya yang di amati.

III.           HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengenalan Organisme
3.1.1 Ikan Baronang
       Menurut Kordi (2010), klasifikasi dan ciri-ciri morfologi ikan beronang (Siganus sp.) adalah sebagai berikut :
Filum   : Chordata
 Klas    : Pisces
   Ordo : Perciformes
    Famili          : Siganidae
      Genus        : Siganus
               Spesies   : Siganus sp.


      Bentuk tubuh dari ikan beronang lebar dan pipih, ditutupi oleh sisik halus dengan warna tubuh yang bervariasi. Warna umumnya kecokelatan sampai hitam kehijau-hijauan. Bagian punggung terdapat bintik putih, coklat, kelabu atau emas, sedangkan di bagian perut kadang titik-titik tersebut kabur-kabur dan kelihatan seperti garis-garis. Di bagian belakang tutup insang sebelah atas titik ini berwarna hitam atau hilang sama sekali.
      Salah satu sifat dari ikan baronang adalah sensitif terhadap perubahan lingkungan yang drastis terutama suhu, salinitas dan kadar oksigen terlarut yang rendah. Selain itu, ikan baronang sangat peka terhadap gerakan yang ada di sekitarnya. Beronang bersifat fototaxis positif atau tertarik pada cahaya, terutama pada ikan yang masih muda (Kordi, 2010).
3.1.2 Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
       Menurut Poncomulyo (2006), klasifikasi dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah sebagai berikut :
Filum            :  Thallophyta
Class           :  Rhodophyceae
Ordo           :  Gigartinales
Famili          :  Solierisceae
Genus          :  Eucheuma
Spesies       :  Eucheuma cottonii.
        
       Rumput laut jenis Eucheuma cottonii mempunyai morfologi thallus tegak lurus, silinder dengan dua sisi yang tidak sama lebarnya, terdapat tonjolan-tonjolan dan duri, thallus berbentuk silinder atau pipih, bercabang-cabang tidak teratur, berwarna hijau kemerah-merahan bila hidup dan bila kering berwarna kuning kecoklatan (Sudjiharno, 2001).
      Menurut Indriani (2003), Rumput laut yang banyak di manfaatkan adalah dari jenis ganggang merah karena mengandung agar maupun karaginan. Selain itu, rumput laut jenis ini juga mengandung pigmen fikobilin yang terdiri fikoeretrin dan fikosianin yang merupakan cadangan makanan berupa karbohidrat. Sumber karaginan yang terbanyak di dapat dari jenis Chondrus crispus. Jenis yang potensial untuk di budidayakan adalah jenis Eucheuma cottonii.
      Rumput laut termasuk tumbuhan thallophyta karena daun, batang dan akar tidak dapat dibedakan, Seperti yang dikatakan Aslan (1991), Secara keseluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk sebenarnya hanyalah thallus. Bentuk thallus rumput laut ada beraneka ragam yaitu bulat seperti tabung, pipih, bulat seperti kantong dan rambut serta sebagainya.
Menurut Anggadireja (2006), rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk poses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya hidup pada lapisan fotik. Eucheuma cottonii tumbuh di rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 m. Faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan jenis ini yaitu arus dengan salinitas yang stabil berkisar 28 - 34 per mil
      Menrut Hidayat (1994), Beberapa jenis rumput laut tempat hidupnya dapat menempel pada tumbuhan lain (endofit dan epifit), hewan (endozoik dan epizoik), karang yang mati dan substrat keras lainnya, baik yang alami maupun buatan. Pada tanaman rumput laut di kenal tiga macam pola reproduksi yaitu Reproduksi generatif dengan gamet, Reproduksi vegetatif dengan spora dan Reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus.
3.1.3 Teripang (Holothuroidea)
       Klasifikasi dan morfologi dari teripang (Holothuroidea) ialah sebagai berikut :
Kingdom : anilamalia
Filum : echinordermata
Sub filum : echinozoa
Kelas : holothuroidea
Sub kelas : aspidochirotacea
Ordo:  aspidochirotda
Genus : holothuriidae
Spesies :  holothuris scabra.


       Teripang merupakan salah satu hewan berkulit duri (echinodermata). Namun tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada teripang tersebut sebenarnya merupakan rangka atau skelet yg tersusun dari zat kapur dan terletak didalam kulitnya.
       Teripang termasuk jenis hewan dioecious yang berarti hewan untuk diambil organ kelaminnya. Secara morfologis, pembedaan jenis kelamin sangat sulit dilakukan, kecuali dilakukan pembedahan gonad. Perbedaan akan tampak jelas bila dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Organ kelamin betina berwarna kekuning-kuningan dan berubah menjadi kecoklat-coklatan bila sudah matang. Sementara organ kelamin jantan berwarna bening keputihan.
      Teripang termasuk salah satu komoditas ekspor dari hasil laut yang perlu di kembangkan cara budidayanya. Hal ini di perlukan mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi di pasaran luar negeri, namun sampai saat ini sebagian besar produknya masih merupakan hasil tangkapan dari laut sehingga produktivitasnya masih sangat tergantung dari alam.
 3.2 Metode Budidaya
3.2.1 Keramba Jaring Apung (KJA)
       Pelaksaan praktek lapang Manajemen Perikanan Budidaya Laut yang dilakukan di desa siniu, kecamatan Ampibabo, kab. Parimo terdapat satu kelompok usaha perikanan yang menggunakan teknologi Keramba Jaring Apung (KJA), dengan membudidayakan jenis ikan baronang.
       Jenis teknologi budidaya ini  diperoleh dari bantuan pemerintah, pada sistem budidaya didesa siniu dilakukan dengan sistem budidaya kelompok.  Benih ikan diperoleh langsung dari alam, pada perawatan KJA, dilakukan pembersihan sebanyak 5x/bulan, alat yang dibersihkan yaitu berupa pelampung dan jaring.
      Berdasarkan dari hasil wawancara pada ketua kelompok budidaya KJA yang bernama Bapak Ichal berumur 48 tahun, bahwa jenis ikan yang di budidaya ialah ikan beronang (Siganus sp.).. Kedalaman laut tempat budidaya KJA di Siniu mencapai + 20 m dengan kedalaman jaring 3,5 m. Mata jaring yang di gunakan berukuran 0,05 inci dengan luas jaring 4 x 4 sebanyak 6 buah dan yang di pakai sebanyak 2 buah. Organisme benih beronang (Siganus sp.) yang di dapatkan dari alam berukuran dari 5 - 9 cm dengan padat penebaran 100 - 150 ekor. Lanjut dikatakan oleh  Kordi (2010), bahwa luas rangka KJA yang maksimal berukuran 4 x 4, 6 x 6, 8 x 8 serta luas untuk jaring ialah 4 x 4.
      Menurut ketua pengurus KJA waktu pemeliharaan benih ikan beronang (Siganus sp.) baru mencapai 4 bulan di mulai pada bulan februari sampai mei.  Pakan yang di berikan pada larva berasal dari alam yang berupa plankton, bentos, nekton sedangkan pakan buatan berupa ikan lajang, ikan tembang dan ikan teri yang di cincang halus yang pas dengan bukaan mulut benih beronang (Siganus sp.),  ampas kelapa dan pisang.
Waktu pembersihan tempat budidaya KJA maksimal sebulan sekali dan yang di bersihkan adalah jaring dengan cara organisme yang ada di jaring di pindahkan ketempat wadah yang telah di sediakan dengan mengangkat jaring agar rumput dan lumut terhindar dari jaring. Sedangkan pembersihan pelampung di lakukan dengan cara menyemprot dengan menggunakan larutan kimia.
 Menurut Bapak Ichal kendala yang dihadapi oleh pembudidaya ikan baronang diKJA, yaitu berupa hama misalnya hama pencuri. Selain itu hama lain yang sering menyerang budidaya KJA yaitu tritip. Sedangkan untuk penyakit selama pemeliharaan kurang lebih empat bulan,  belum ada didapatkan sampai sekarang.
3.2.2 Longline
      Dalam pelaksaan praktek lapang manajemen perikanan budidaya Laut yang dilakukan di desa sienjo, kecamatan Ampibabo, kab. Parimo, terdapat budidaya  rumput laut Euchema cottoni yang pembudidayaaannya menggunakan metode Longline. Metode longline merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh pembudidaya rumput laut terutama rumput laut jenis eucheuma, karena metode longline menggunakan tali panjang yang dibentangkan di laut sehingga mudah dalam pengontrolan dan pembersihannya.

     Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber diketahui bahwa narasumber  membudidayakan satu jenis rumput laut yaitu Eucheuma cottoni, bibit diperoleh langsung dari bantuan perusahaan, pada metode longline , narasumber menggunakan tali nilon nomor 10, pelampung dari sterefoam yang dibungkus dengan karung.
       Kedalaman laut tempat budidaya longline di desa Sienjo mencapai 10 m. Tali nilon yang di gunakan berukuran nomor 10/bal dengan bentangan lebar 25 m dan panjang 50 m  atau ukuran 25 x 50 m. Sedangkan dalam 1 bentangan terdapat 300 ikat bibit dengan jarak 2 cm per ikat serta setiap ikat (1 lingkar) beratnya 5 gr. Untuk pembentangan searah arus dan adanya gelombang tidak berpengaruh melainkan bisa membantu pembudidaya untuk membersihkan rumput laut Euchema Cottoni dengan cara mengoyang-goyangkan bibit secara alami serta pembudidaya melakukan pengontrolan 1 - 2 x sehari. Bibit yang di dapatkan adalah pemberian dari pemerintah daerah dan saat pemanenan rumput laut Euchema Cottoni  telah berumur kurang lebih 1 bulan.
       Secara umum suhu perairan nusantara mempunyai perubahan suhu baik harian maupun tahunan, biasanya berkisar antara 27°C – 32ºC dan ini tidak berpengaruh terhadap kegiatan budidaya. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimia, kenaikan suhu 10ºC akan melipat gandakan kecepatan reaksi. Pada kondisi tertentu, suhu permukaan perairan dapat mencapai 35 ºC atau lebih besar (Vivi dan Parwata, 2007).
Kenaikan temperatur yang tinggi mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan rumput laut tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu suhu perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah 20-28°C dengan fluktuasi harian maksimum 4°C (Deptan, 1992).
       Agar metode LongLine bisa bertahan dengan lama harus menggunakan pemberat yang terbuat dari karung yang berisi pasir sebagai jangkar dan tali yang di gunakan sebagai tali jangkar nomor 10 serta menggunakan pelampung sterofom. Pemanenan yang di hasilkan 1 - 3 ton dengan padat tebar bibit 350 kg dan harga perkilogram yang kering Rp 7000 di ambil oleh koperasi sedangkan yang masih basah di gunakan sebagai olahan hasil untuk petani 20 kg per orang pada massa pemeliharaan berlangsung.
3.2.3 Kurungan Tancap
      Setelah tiba di lokasi  praktek lapang budidaya teripang (Holothuroidea) di desa Tomoli, Kecamatan Ampibabo kami sebagai  praktekan belum memperoleh data dan beberapa informasi secara lengkap dari hasil wawancara di karenakan tidak adanya pembudidaya teripang (Holothuroidea) atau narasumber yang bisa dimintai keterangan. Maka, hasil pengamatan yang di peroleh hanya beupa gambar metode budidaya teripang.
       Berdasarkan literatur yang ada pada dasarnya metode budi daya teripang membatasai areal di laut untuk luasan tertentu agar teripang yang di pelihara terkurung di dalamnya, tidak dapat meloloskan diri dan tidak terkena serangan hama. Metode budidaya teripang tidak jauh beda dengan metode budidaya kerang-kerangan, misalnya kerang bulu, yang di kenal dengan metode pen culture kurungan tancap atau kurungan pagar (Kordi, 2008).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Kesimpulan
        Berdasarkan hasil dan pembahasan yang di peroleh, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
1.  Jenis organisme laut yang dibudidayakan di kecamatan Ampiababo, yaitu : ikan beronang (Siganus sp.) dan teripang (Holothuroidea) serta rumput laut jenis Eucheuma cottonii.
2.    Metode yang digunakan pada budidaya laut di kecamatan ampibabo, diantaranya : Metode KJA dengan organisme ikan baronang, metode lonline dengan orgnisme rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Dan metode kurungan tancap dengan organisme teripang.
3.    Metode yang diterapkan pada budidaya laut di kecamatan Ampibabo sudah tepat dari segi pengelolaanya.
4.2 Saran
      Sebagai praktikan, saya menyarankan sebaiknya sebelum melakukan praktek, lokasi harus ditinjau terlebih dahulu agar dalam pelaksanaan praktek dapat berjalan dengan lancar, dan untuk pembudidaya di kecamatan ampibabo, sebaiknya memperhatikan aspek-aspek pendukung untuk kegiatan budidaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar