I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kepualauan
yang mempunyai garis pantai kurang lebih 81.000 km dengan luas perairan pantai
5,8 juta km2 merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan
budidaya laut. Kondisi seperti ini merupakan modal untuk pengembangan
perekonomian, khususnya bagi sub sector perikanan. Selama ini pemanfaatan
sumber daya perikanan laut sebagian besar masih terbatas pada usaha penangkapan
atau pengumpulan dari
alam.
Produksi ikan melalui usaha budidaya
dimulai sejak tahun 1960, namun penerapan kolam dan keramba jaring apung sebagai
sarana produksi untuk tujuan komersil baru dimulai pada tahun 1970. Selanjutnya
usaha budidaya ikan laut di Indonesia pertama kali dirintis oleh nelayan
Kepulauan Riau pada tahun 1978 yakni dengan sistem karamba tancap dengan
pasaran pasar Singapura, sedangkan salah satu komoditas yang dibudidayakan
adalah teripang
Budidaya laut yang juga dikenal
sebagai Marine Aquaculture atau Mariculture, secara lebih luas juga disebut Sea
Farming, terdiri dari beberapa kegiatan pemeliharaan berbagai species organisme
laut secara terkendali, disimak dari tingkat pengendalian pada budidaya laut dikenal
teknologi pameliharaan intensif, semi intensif, dan ekstensif. Kata keramba
jaring apung (kejapung) bisa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan
terbuat dari jaring yang di bentuk segi empat atau silindris dan diapungkan
dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi,
serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan
dalam kejapung relative tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ikan
yang dapat dipelihara salah satunya adalah ikan baronang (Sunyoto,, 1994)
Selain kegiatan budidaya di Keramba Jaring Apung (KJA) dan kurangan tancap,
dapat pula membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma
Cottoni, dengan berbagai metode. Salah satu metode yang paling sering
digunakan oleh pembudidaya rumput laut
adalah metode long line, karena metode ini agak mudah diaplikasikan, selain itu
pengontrolan dan pembersihan mudah dilakukan. Laporan
ini di buat guna untuk mengetahui secara langsung tentang jenis-jenis budidya ikan di Laut.
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktek Lapang Manajemen Perikanan Budidaya Laut, yaitu untuk mengetahui
cara pembudidayaan rumput laut, kegiatan
budidaya baronang pada keramba jaring apung, serta untuk mengetahui metode
kurungan tancap pada budidaya teripang.
Kegunaan dari kegiatan praktek ini adalah mahasiswa dapat mempelajari
dan melihat secara langsung tentang metode yang digunakan dalam membudidayakan
rumput laut, teripang dan ikan baronang.
II.
METODE PRAKTEK LAPANG
2.1
Waktu
dan Tempat
Praktek lapang
mata kuliah Manajemen Perikanan Budidaya Laut di laksanakan pada hari Sabtu,
tanggal 5 Mei 2012 pada pukul 07.00 WITA
sampai dengan selesai dan bertempat di Desa Siniu dan Desa Sienjo,
Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parimo, Sulawesi Tengah.
2.2
Metode
Praktek
2.2.1
Pengamatan
langsung
Metode
praktek
dengan pengamatan langsung di lakukan dengan cara melihat secara
langsung lokasi bididaya.
2.2.2
Wawancara
Metode
wawancara di lakukan dengan mewawancarai langsung para pemilik lahan budidaya
dan juga pengelola budidaya.
2.2.3
Kepustakaan
Kepustakaan di
peroleh dari literatur maupun referensi yang terkait kegiatan budidaya yang di
amati.
2.2.3 Kepustakaan
Kepustakaan di
peroleh dari literatur maupun referensi yang terkait dengan kegiatan budidaya
yang di amati.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengenalan Organisme
3.1.1 Ikan Baronang
Menurut
Kordi (2010), klasifikasi dan ciri-ciri morfologi ikan beronang (Siganus sp.) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Klas
: Pisces
Ordo :
Perciformes
Famili
: Siganidae
Genus
: Siganus
Spesies : Siganus
sp.
Bentuk
tubuh dari ikan beronang lebar dan pipih, ditutupi oleh sisik halus dengan
warna tubuh yang bervariasi. Warna umumnya kecokelatan sampai hitam
kehijau-hijauan. Bagian punggung terdapat bintik putih, coklat, kelabu atau
emas, sedangkan di bagian perut kadang titik-titik tersebut kabur-kabur dan kelihatan
seperti garis-garis. Di bagian belakang tutup insang sebelah atas titik ini
berwarna hitam atau hilang sama sekali.
Salah
satu sifat dari ikan baronang adalah sensitif terhadap perubahan lingkungan
yang drastis terutama suhu, salinitas dan kadar oksigen terlarut yang rendah.
Selain itu, ikan baronang sangat peka terhadap gerakan yang ada di sekitarnya.
Beronang bersifat fototaxis positif atau tertarik pada cahaya, terutama pada
ikan yang masih muda (Kordi, 2010).
3.1.2
Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Menurut Poncomulyo (2006), klasifikasi
dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah sebagai berikut :
Filum
:
Thallophyta
Class :
Rhodophyceae
Ordo :
Gigartinales
Famili
: Solierisceae
Genus
: Eucheuma
Spesies
: Eucheuma cottonii.
Rumput
laut jenis Eucheuma cottonii mempunyai morfologi thallus tegak lurus,
silinder dengan dua sisi yang tidak sama lebarnya, terdapat tonjolan-tonjolan
dan duri, thallus berbentuk silinder atau pipih, bercabang-cabang tidak
teratur, berwarna hijau kemerah-merahan bila hidup dan bila kering berwarna
kuning kecoklatan (Sudjiharno, 2001).
Menurut Indriani (2003), Rumput
laut yang banyak di manfaatkan adalah dari jenis ganggang merah karena mengandung
agar maupun karaginan. Selain itu, rumput laut jenis ini juga mengandung pigmen
fikobilin yang terdiri fikoeretrin
dan fikosianin yang merupakan cadangan makanan berupa karbohidrat. Sumber
karaginan yang terbanyak di dapat dari jenis Chondrus crispus. Jenis
yang potensial untuk di budidayakan adalah jenis Eucheuma cottonii.
Rumput
laut termasuk tumbuhan thallophyta
karena daun, batang dan akar tidak dapat dibedakan, Seperti yang dikatakan
Aslan (1991), Secara keseluruhan, tanaman
ini mempunyai morfologi yang mirip walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk sebenarnya
hanyalah thallus. Bentuk thallus rumput laut ada beraneka ragam yaitu bulat seperti
tabung, pipih, bulat seperti kantong dan rambut serta sebagainya.
Menurut
Anggadireja (2006), rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari
untuk poses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya hidup
pada lapisan fotik. Eucheuma cottonii tumbuh di rataan terumbu karang
dangkal sampai kedalaman 6 m. Faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan
jenis ini yaitu arus dengan salinitas yang stabil berkisar 28 - 34 per mil
Menrut
Hidayat (1994), Beberapa jenis rumput laut tempat hidupnya dapat menempel pada
tumbuhan lain (endofit dan epifit), hewan (endozoik dan epizoik),
karang yang mati dan substrat keras lainnya, baik yang alami maupun buatan. Pada
tanaman rumput laut di kenal tiga macam pola reproduksi yaitu Reproduksi
generatif dengan gamet, Reproduksi vegetatif dengan spora dan Reproduksi fragmentasi
dengan potongan thallus.
3.1.3 Teripang (Holothuroidea)
Klasifikasi dan
morfologi dari teripang (Holothuroidea) ialah sebagai berikut :
Kingdom
: anilamalia
Filum : echinordermata
Sub
filum : echinozoa
Kelas
: holothuroidea
Sub
kelas : aspidochirotacea
Ordo:
aspidochirotda
Genus
: holothuriidae
Spesies
: holothuris
scabra.
Teripang
merupakan salah satu hewan berkulit duri (echinodermata). Namun tidak semua
jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada teripang tersebut
sebenarnya merupakan rangka atau skelet yg tersusun dari zat kapur dan terletak
didalam kulitnya.
Teripang
termasuk jenis hewan dioecious yang berarti hewan untuk diambil organ
kelaminnya. Secara morfologis, pembedaan jenis kelamin sangat sulit dilakukan,
kecuali dilakukan pembedahan gonad. Perbedaan akan tampak jelas bila dilakukan
dengan menggunakan mikroskop. Organ kelamin betina berwarna kekuning-kuningan
dan berubah menjadi kecoklat-coklatan bila sudah matang. Sementara organ
kelamin jantan berwarna bening keputihan.
Teripang termasuk
salah satu komoditas ekspor dari hasil laut yang perlu di kembangkan cara budidayanya. Hal ini di perlukan mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi di pasaran
luar negeri, namun sampai saat ini sebagian besar produknya masih merupakan
hasil tangkapan dari laut sehingga produktivitasnya masih sangat tergantung
dari alam.
3.2
Metode Budidaya
3.2.1
Keramba Jaring Apung (KJA)
Pelaksaan praktek lapang Manajemen
Perikanan Budidaya Laut yang dilakukan di desa siniu, kecamatan Ampibabo, kab.
Parimo terdapat satu kelompok usaha perikanan yang menggunakan teknologi
Keramba Jaring Apung (KJA), dengan membudidayakan jenis ikan baronang.
Jenis
teknologi budidaya ini diperoleh dari
bantuan pemerintah, pada sistem budidaya didesa siniu dilakukan dengan sistem
budidaya kelompok. Benih ikan diperoleh
langsung dari alam, pada perawatan KJA, dilakukan pembersihan sebanyak
5x/bulan, alat yang dibersihkan yaitu berupa pelampung dan jaring.
Berdasarkan
dari hasil wawancara pada ketua kelompok budidaya KJA yang bernama Bapak Ichal
berumur 48 tahun, bahwa jenis ikan yang di budidaya ialah ikan beronang (Siganus sp.).. Kedalaman laut tempat
budidaya KJA di Siniu mencapai + 20 m dengan kedalaman jaring 3,5 m.
Mata jaring yang di gunakan berukuran 0,05 inci dengan luas jaring 4 x 4
sebanyak 6 buah dan yang di pakai sebanyak 2 buah. Organisme benih beronang (Siganus sp.) yang di dapatkan dari alam
berukuran dari 5 - 9 cm dengan padat penebaran 100 - 150 ekor. Lanjut dikatakan
oleh Kordi (2010), bahwa luas rangka KJA
yang maksimal berukuran 4 x 4, 6 x 6, 8 x 8 serta luas untuk jaring ialah 4 x
4.
Menurut
ketua pengurus KJA waktu pemeliharaan benih ikan beronang (Siganus sp.) baru mencapai 4 bulan di mulai pada bulan februari
sampai mei. Pakan yang di berikan pada
larva berasal dari alam yang berupa plankton, bentos, nekton sedangkan pakan
buatan berupa ikan lajang, ikan tembang dan ikan teri yang di cincang halus
yang pas dengan bukaan mulut benih beronang (Siganus sp.), ampas kelapa
dan pisang.
Waktu
pembersihan tempat budidaya KJA maksimal sebulan sekali dan yang di bersihkan
adalah jaring dengan cara organisme yang ada di jaring di pindahkan ketempat
wadah yang telah di sediakan dengan mengangkat jaring agar rumput dan lumut
terhindar dari jaring. Sedangkan pembersihan pelampung di lakukan dengan cara
menyemprot dengan menggunakan larutan kimia.
Menurut Bapak Ichal kendala yang dihadapi oleh
pembudidaya ikan baronang diKJA, yaitu berupa hama misalnya hama pencuri.
Selain itu hama lain yang sering menyerang budidaya KJA yaitu tritip. Sedangkan
untuk penyakit selama pemeliharaan kurang lebih empat bulan, belum ada didapatkan
sampai sekarang.
3.2.2
Longline
Dalam pelaksaan
praktek lapang manajemen perikanan budidaya Laut yang dilakukan di desa sienjo,
kecamatan Ampibabo, kab. Parimo, terdapat budidaya rumput laut Euchema cottoni yang pembudidayaaannya menggunakan metode Longline.
Metode longline merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh pembudidaya
rumput laut terutama rumput laut jenis eucheuma,
karena metode longline menggunakan tali panjang yang dibentangkan di laut
sehingga mudah dalam pengontrolan dan pembersihannya.
Berdasarkan
hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber diketahui bahwa narasumber
membudidayakan satu jenis rumput laut yaitu Eucheuma cottoni,
bibit diperoleh langsung dari bantuan perusahaan, pada metode longline ,
narasumber menggunakan tali nilon nomor 10, pelampung dari sterefoam yang
dibungkus dengan karung.
Kedalaman
laut tempat budidaya longline di desa Sienjo mencapai 10 m. Tali nilon yang di
gunakan berukuran nomor 10/bal dengan bentangan lebar 25 m dan panjang 50
m atau ukuran 25 x 50 m. Sedangkan dalam
1 bentangan terdapat 300 ikat bibit dengan jarak 2 cm per ikat serta setiap
ikat (1 lingkar) beratnya 5 gr. Untuk pembentangan searah arus dan adanya
gelombang tidak berpengaruh melainkan bisa membantu pembudidaya untuk
membersihkan rumput laut Euchema Cottoni
dengan cara mengoyang-goyangkan bibit secara alami serta pembudidaya melakukan
pengontrolan 1 - 2 x sehari. Bibit yang di dapatkan adalah pemberian dari
pemerintah daerah dan saat pemanenan rumput laut Euchema Cottoni telah
berumur kurang lebih 1 bulan.
Secara umum suhu perairan nusantara
mempunyai perubahan suhu baik harian maupun tahunan, biasanya berkisar antara
27°C – 32ºC dan ini tidak berpengaruh terhadap kegiatan budidaya. Kenaikan suhu
mempercepat reaksi-reaksi kimia, kenaikan suhu 10ºC akan melipat gandakan
kecepatan reaksi. Pada kondisi tertentu, suhu permukaan perairan dapat mencapai
35 ºC atau lebih besar (Vivi dan Parwata, 2007).
Kenaikan temperatur yang tinggi
mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan yang
menjadikan rumput laut tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu suhu
perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah 20-28°C dengan fluktuasi
harian maksimum 4°C (Deptan, 1992).
Agar
metode LongLine bisa bertahan dengan lama harus menggunakan pemberat yang
terbuat dari karung yang berisi pasir sebagai jangkar dan tali yang di gunakan
sebagai tali jangkar nomor 10 serta menggunakan pelampung sterofom. Pemanenan
yang di hasilkan 1 - 3 ton dengan padat tebar bibit 350 kg dan harga
perkilogram yang kering Rp 7000 di ambil oleh koperasi sedangkan yang masih
basah di gunakan sebagai olahan hasil untuk petani 20 kg per orang pada massa
pemeliharaan berlangsung.
3.2.3
Kurungan Tancap
Setelah
tiba di lokasi praktek lapang budidaya
teripang (Holothuroidea) di desa
Tomoli, Kecamatan Ampibabo kami sebagai
praktekan belum memperoleh data dan beberapa informasi secara lengkap
dari hasil wawancara di karenakan tidak adanya pembudidaya teripang (Holothuroidea) atau narasumber yang bisa
dimintai keterangan. Maka, hasil pengamatan yang di peroleh hanya beupa gambar
metode budidaya teripang.
Berdasarkan literatur yang
ada pada dasarnya metode budi daya teripang membatasai areal di laut untuk
luasan tertentu agar teripang yang di pelihara terkurung di dalamnya, tidak
dapat meloloskan diri dan tidak terkena serangan hama. Metode budidaya teripang
tidak jauh beda dengan metode budidaya kerang-kerangan, misalnya kerang bulu,
yang di kenal dengan metode pen culture
kurungan tancap atau kurungan pagar (Kordi, 2008).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan yang di peroleh, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Jenis
organisme laut yang dibudidayakan di kecamatan Ampiababo, yaitu : ikan beronang
(Siganus sp.) dan teripang (Holothuroidea) serta rumput laut jenis Eucheuma cottonii.
2. Metode
yang digunakan pada budidaya laut di kecamatan ampibabo, diantaranya : Metode
KJA dengan organisme ikan baronang, metode lonline dengan orgnisme rumput laut
jenis Eucheuma cottonii. Dan metode kurungan tancap dengan
organisme teripang.
3. Metode
yang diterapkan pada budidaya laut di kecamatan Ampibabo sudah tepat dari segi
pengelolaanya.
Sebagai praktikan, saya menyarankan sebaiknya sebelum
melakukan praktek, lokasi harus ditinjau terlebih dahulu agar dalam pelaksanaan
praktek dapat berjalan dengan lancar, dan untuk pembudidaya di kecamatan
ampibabo, sebaiknya memperhatikan aspek-aspek pendukung untuk kegiatan
budidaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar