I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Air merupakan suatu zat pelarut yang
sangat berguna bagi semua mahluk hidup. Dan bahkan hampir 90%
tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Kandungan
yang terlarut dalam suatu perairan tentunya mempengaruhi aktivitas hidup suatu organisme yang ada di dalamnya seperti
kelimpahan kandungan oksigen (O2) dalam perairan yang memudahkan
organisme di dalamnya dapat melakukan proses respirasi.
Kandungan
oksigen (O2) dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia dalam
menentukan kualitas air yang tingkat kebutuhannya dari tiap-tiap perairan,
berbeda antara perairan satu dengan lainnya. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor suhu dan cuaca serta jenis organisme yang
menempati perairan tersebut.
Menurut Kordi (2004), Oksigen
(O2) merupakan salah satu faktor pembatas sehingga apabila ketersediaannya dalam perairan tidak mencukupi
kebutuhan organisme yang ada, maka segala aktivitas organisme tersebut akan
terhambat. Kadar oksigen yang terlarut dalam
perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan
tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan semakin kecil atmosfer, kadar oksigen
terlarut semakin sedikit. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan
bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur
molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial
oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.
1.2 Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Limnologi
tentang pengamatan
oksigen terlarut adalah agar praktikan dapat mengetahui jumlah kadar oksigen (O2) yang ada di dalam perairan. Kegunaannya
adalah agar praktikan dapat mengetahui cara menentukan kadar oksigen terlarut dalam
perairan serta metode pengukurannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber
Oksigen (O2)
Oksigen (O2) merupakan salah satu unsur
yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk hidup, khususnya didalam perairan. Dalam perairan oksigen
merupakan gas terlarut yang kadarnya bervariasi yang tergantung pada suhu dan
salinitas. Oksigen
dapat bersumber dari difusi oksigen yang terdapat diatmosfer dan aktifitas fotosintesis
tumbuhan air maupun fitoplankton dengan bantuan energi matahari. Difusi juga
dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang
atau ombak dan air terjun (Effendi, 2003).
Menurut Khiatuddin (2003), oksigen juga dapat berasal dari oksidasi
karbohidrat sebagai sumber energi dalam metabolisme tubuh dan pembakaran
karbohidrat tersebut mengeluarkan kembali karbondioksida dan air, yang
sebelumnya digunakan dalam proses pembentukan karbohidrat melalui proses
fotosintesis.
2.2 Kadar Oksigen (O2)
Dalam
perairan, khususnya perairan tawar memiliki kadar oksigen (O2)
terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0oC dan 8 mg/l pada suhu
25oC. Kadar oksigen (O2) terlarut dalam perairan alami
biasanya kurang dari 10 mg/l (Efendi, 2003).
Menurut Boyd (1990) dalam
Caca dan Polong (2009), besarnya oksigen yang diperlukan
oleh suatu organisme
perairan tergantung spesies,
ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan sebagainya. Konsentrasi oksigen (O2) yang rendah dapat menyebabkan stress dan kematian pada
ikan. Lebih lanjut dikatakan oleh Hanafiah (2005), Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar oksigen (O2) dalam perairan secara umum merupakan konsekuensi
terhambatnya aktivitas akar tumbuhan dan mikrobia, serta difusi yang
menyebabkan naiknya kadar CO2 dan turunnya kadar O2.
2.3 Peranan Oksigen (O2) Dalam
Perairan
Menurut
Zonnelved (1991) dalam Kordi (2004)
kebutuhan oksigen mempunyai dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies
tertentu dan kebutuhan komsutif yang tergantung pada keadaan metabolisme suatu
organisme. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi spesies
tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan molekul sel dari organisme yang
mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat
kejenuhan oksigen dalam sel darah.
Organisme
dalam air
membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya (makanan) untuk
menghasilkan aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi,
dan sebagainya.
Beberapa
jenis organisme air mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsenterasi
oksigen 3 ppm, namun konsenterasi minimum yang masih dapat diterima sebagian
besar organisme air untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan
konsenterasi oksigen dibawah 4 ppm organisme masih mampu bertahan hidup, akan
tetapi nafsu makan mulai menurun (Kordi, 2004).
2.4 Hubungan
Oksigen (O2) Dengan Parameter Lain
Oksigen
(O2) dalam
suatu
perairan tidak
lepas dari pengaruh parameter lain seperti karbondioksida, alkalinitas, suhu, pH, dan sebagainya. Di mana
semakin tinggi kadar oksigen yang dibutuhkan, maka karbondioksida yang dilepaskan
sedikit. Hubungan antara kadar oksigen terlarut dengan suhu ditunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang (Efendi, 2003).
Kadar
oksigen (O2) dalam perairan tawar akan bertambah dengan semakin
rendahnya suhu dan berkurangnya kadar alkalinitas. Pada lapisan permukaan,
kadar oksigen akan lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan
udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman
akan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan .
2.5 Dampak Oksigen
(O2) Dalam Perairan
Pengurangan
oksigen (O2) dalam air pun tergantung pada banyaknya partikel
organik dalam air yang membutuhkan perombakan oleh bakteri melalui proses
oksidasi. Makin banyak partikel organik, maka makin banyak aktivitas bakteri
perombak dan makin banyak oksigen yang dikonsumsi sehingga makin berkurang oksigen
dalam air (Lesmana, 2005).
Oksigen
(O2) terlarut dalam air secara ilmiah terjadi secara kesinambungan.
Organisme yang ada dalam air pertumbuhannya membutuhkan sumber energi seperti
unsur carbon (C) yang diperoleh dari bahan organik yang berasal dari ganggang
yang mati maupun oksigen dari udara. Dan apabila bahan organik dalam air
menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas (seperti limbah
organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan
kecepatan pertumbuhan organisme akan berlipat ganda (Putranto, 2009)
2.6 Penanggulangan Oksigen (O2)
Oksigen
terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang paling kritis pada
budidaya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan selalu mengalami perubahan
dalam sehari semalam. Sehingga apabila
kadar oksigen terlarut berkurang dalam air, maka perlu dilakukan cara-cara
yaitu menggunakan aerator atau alat sirkulasi air yang mampu memutar oksigen
dari udara kedalam air sacara cepat dan dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pengelolaan dalam perairan harus selalu diperhatikan kadar dan perubahan konsentrasi oksigen terlarutnya (Sitanggang,
2002).
Dalam perairan, apabila terjadi penurunan oksigen dapat dilakukan dengan
penambahan
bahan kimia
menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan
organisme perairan. Oksigen
terlarut ini diperlukan untuk
menjaga kelestarian kehidupan tumbuhan dan hewan dalam air. Kehilangan oksigen karena
proses biologis ini diganti dari melarutkan udara di dalam air dan dari proses
fotosintesis tumbuhan air.
III. METODE PRAKTEK
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi tentang Oksigen (O2)
Terlarut
dilaksanakan
pada hari Kamis, 2 Desember 2010 pada pukul 13.30 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi tentang
Oksigen (O2) yaitu :
1. Labu Erlenmeyer
2. Labu Semprot
3. Botol B.O.D
4. Karet Penghisap
5. Pipet Skala
6. Pipet Tetes
7. Gelas ukur
8. Alat tulis menulis
Bahan yang digunakan dalam Praktikum
Limnologi
tentang oksigen (O2)
yaitu :
1. Larutan MnSO4
(Mangano Sulfat)
2. Larutan NaOH+KI
(Alkali-Iodida)
3. Larutan H2SO4
(Asam sulfat)
4. Larutan Na2SO3
0,025 N
5. Indikator amylum
6. Larutan standard 0,025 N
7. Air sampel (yang
ada organisme dan tidak ada organisme)
3.3
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam Pengukuran Oksigen
Terlarut dalam akuarium yang ada organisme dan yang tidak ada
organisme
sebagai berikut :
1.
Memasukkan
sampel air ke dalam sebuah botol BOD hingga sampai tidak ada gelembung udara yang masuk ke dalam botol tersebut.
2. Menambahkan 1 ml larutan MnSO4 dengan
menggunakan pipet yang dapat masuk sampai
ke dasar botol.
3. Dengan menggunakan pipet
yang lain, lalu menambahkan 1 ml larutan alkali-iodida-azida (NaOH+KI). Setelah
digunakan, cuci pipet hingga bersih sebelum dikembalikan ke dalam botol larutan
yang digunakan. Tutup botol BOD dengan hati-hati sampai tidak ada gelembung
udara yang terbentuk. Selanjutnya botol dibolak-balik selama beberapa kali hingga
terbentuk endapan. Dan botol di diamkan
beberapa saat sampai endapan menetap di dasar botol (kurang lebih setengah
volume botol).
4. Membuka tutup botol dengan
hati-hati dan menambahkan
1 ml larutan H2SO4
pekat. Menutup kembali botol dan kemudian membolak-balik selama beberapa
kali hingga semua endapan larut kembali.
5. Memindahkan larutan dari
botol BOD sebanyak 50 ml ke dalam labu Erlenmeyer dengan hati-hati jangan
sampai terjadi gelembung udara. Menitrasi dengan 0,025 N Na2S2O3
sampai terjadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda.
6. Menambahkan beberapa tetes
indikator amylum
hingga terbentuk warna biru. Selanjutnya menitrasi kembali dengan larutan Na2S2O3
sampai warna larutan menjadi bening. Jumlah titrasi yang digunakan adalah
penjumlahan volume Na2S2O3 yang digunakan
sebelum dan sesudah menambahkan amylum.
3.4
Analisa Data
Kadar oksigen (O2)
terlarut dalam
air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Ket :
1000 = ml per liter air
8 = jumlah mg/l O2
setara 0,025 N Na2S2O3
V = jumlah air sampel yang
dititrasi
N = Normalitas Na2S2O3
(0,025 N)
p = volume titran (Na2S2O3)
yang digunakan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan perhitungan kadar oksigen terlarut dalam air yang ada organisme dan yang tidak ada organisme, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar 1. Histogram
Kandungan Oksigen Terlarut (DO).
4.2 Pembahasan
Praktikum yang
kami lakukan tentang oksigen (O2) hasil yang di dapat pada kelompok IV ialah
pada sampel yang ada organisme nilainya adalah sebesar 40,8 mg/l dan pada sampel yang tidak ada
organisme nilainya sebesar 8,8 mg/l. Lanjut dikatakan
Kordi
(2004) oksigen
dalam perairan yang diperlukan oleh organisme air harus terlarut dalam air. Kandungan oksigen (O2) terlarut minimum 5 ppm. Hal ini dikarenakan bahwa
kandungan karbondioksida dalam air diperlukan dalam proses pembakaran bahan
bakarnya (makanan) untuk menghasilkan aktivitas.
Hasil
yang didapat pada praktikum limnologi tentang oksigen (O2) untuk
sampel yang ada organismenya kadar terendahnya berkisar dari 16,2 mg/l - 40,8
mg/l dan untuk sampel yang tidak ada organismenya kadar terendahnya berkisar
antara 6 mg/l – 32,8 mg/l. Hal ini disebabkan karena organisme dalam suatu
perairan membutuhkan oksigen yang cukup banyak dalam proses fotosintesis dan
respirasi. Apabila terjadi peningkatan kadar oksigen yang berlebih, maka dapat
dilakukan dengan cara pergantian air (sirkulasi) secara teratur atau
menambahkan air baru yang bertujuan untuk menghidari terjadinya perubahan suhu
secara tiba-tiba. Dan saat kadar oksigen mengalami penurunan dapat dilakukan
dengan memberikan oksigen buatan menggunakan aerasi.
Volume penitrasi
yang pertama sebelum dimasukkan indikator amylum sebesar 3,8 ml dan penitrasi
yang kedua sesudah dimasukkan indikator amylum sebesar 6,4 ml sehingga total
dari keseluruhan volume adalah 10,2 ml untuk sampel
yang ada organismenya. Untuk sampel yang tidak ada organismenya volume
penitrasi pertama sebelum ditambahkan
indikator amylum sebesar 0,7 ml dan penitrasi yang kedua sesudah dimasukkan
amylum sebesar 1,5 ml sehingga total keseluruhan volume adalah 2,2 ml. Perbedaan
volume tersebut dikarenakan adanya organisme dalam air yang dapat menyerap
oksigen dalam jumlah besar sesuai dengan kondisi yang ada dalam perairan dan kandungan oksigen terlarut dalam perairan yang mengalami
fluktuasi secara bergantian, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa
air. Lebih
lanjut dikatakan oleh Kordi (2004),
ketersediaan oksigen bagi organisme menentukan lingkaran aktivitasnya, demikian
juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen dengan ketentuan faktor kondisi lainnya adalah
optimum.
Ketersediaan
oksigen dalam perairan memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam proses respirasi dan fotosintesis, selain
itu juga secara langsung dipengaruhi kualitas air. Aktifitas respirasi organisme dapat menyebabkan berkurangnya kadar
oksigen terlarut dalam air. Terlebih lagi pada malam hari, karena saat itu
proses fotosintesis tidak terjadi sehingga tumbuhan dan hewan bersaing untuk mendapatkan oksigen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil Praktikum Kandungan
Oksigen (O2) pada air
yang
ada organisme dan air yang tidak ada organisme, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kandungan oksigen (O2)
yang diperoleh dari hasil sampel air yang ada organismenya sebesar 40,8
mg/l.
2. Kandungan oksigen (O2)
yang diperoleh dari hasil sampel air yang tidak ada organismenya sebesar 8,8
mg/l.
3. Kedua sampel yang
digunakan dalam praktikum limnologi tentang oksigen terlarut tergolong baik
untuk kegiatan budidaya, karena tidak kurang dari 5 ppm atau 5 mg/l.
5.2
Saran
Diharapkan agar pada praktikan dapat mengetahui
kadar optimum oksigen
terlarut dalam perairan, karena
bila oksigen yang dibutuhkan banyak maka dapat membantu suatu organisme dalam
proses
fotosintesis. Dan bila
terlalu sedikit
akan menghambat proses respirasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. KANISIUS. Yogyakarta.
Hanafiah, A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
Jakarta.
Kordi, K. 2004. Penanggulangan
Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Aksara. Jakarta.
Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa
Buatan. GADJAH MADA UNIVERSITY
PRESS. Yogyakarta.
Lesmana, D.S. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitanggang,
M. 2002.Mengatasi Penyakit dan Hama Pada
Ikan Hias. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Lampiran
Tabel Hasil Perhitungan Oksigen Terlarut (DO)
Klp.
|
SAMPEL
|
Titrasi
(Na2S2O3)
|
Kadar Oksigen Terlarut (DO)
|
|
P1(sebelum+
amylum)
|
P2(sesudah
+ amylum)
|
|||
I
|
Air yang ada organisme
Air yang tidak ada organisme
|
1
1,15
|
3,3
1,5
|
17,2
10,6
|
II
|
Air yang ada organisme
Air yang tidak ada organisme
|
1,35
0,1
|
2,7
8,1
|
16,2
32,8
|
III
|
Air yang ada organisme
Air yang tidak ada organisme
|
2,82
0,5
|
4,9
1
|
30,88
6
|
IV
|
Air yang ada organisme
Air yang tidak ada organisme
|
3,8
0,7
|
6,4
1,5
|
40,8
8,8
|
Perhitungan data - data kelompok adalah sebagai berikut :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar