I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai potensi sumberdaya alam
yang melimpah dan belum terkelola dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan
untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut adalah dengan usaha budidaya
(aquakultur). Usaha budidaya akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang banyak
diminati oleh masyarakat, karena memiliki potensi yang cukup besar. Untuk
mewujudkan adanya usaha budidaya dengan produksi yang tinggi tentunya
tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah faktor jenis pakan yang
diberikan.
Ikan Betta atau dengan sebutan populer ikan cupang (Betta splendens) merupakan salah
satu ikan hias yang mempunyai nilai komersial, baik untuk pasar dalam negeri
maupun pasar ekspor. Sebagai ikan hias yang gemar berantem, mempunyai
penampilan yang menarik yaitu mempunyai sirip yang relatif panjang dengan
spektrum warna yang bagus sedangkan pada ikan betta betina penampilannya kurang
menarik, karena siripnya tidak panjang dan warnanya pun tidak cerah sehingga
pada ikan betta, jenis kelamin jantan lebih tinggi dibanding jenis kelamin
betina. Dengan dasarnya itulah diperlukan upaya memperbanyak produksi ikan
Betta jantan, yang dapat dilakukan secara masal
Popularitas cupang sebagai ikan hias tidak perlu di ragukan lagi. Penggemar
ikan cupang bukan hanya untuk anak-anak, namun juga bapak-bapak dan para
remaja. Sedikit berbeda dengan ikan hias lain, cupang di sukai bukan hanya
karena kecantikannya, namun juga karena naluri berkelahinya. Debut cupang
sebagai ikan aduan memang bukan berita baru. Di Negara asalnya, ikan ini
terkenal sejak ratusan tahun yang lalu sebagai ikan laga. Di sana orang mengadu
cupang sambil bertaruh uang. Berbeda dengan Sumatera (Barbus tetrazone) yang sekalipun agresif, namun bisa hidup
berdampingan secara damai dengan sesamanya. Ikan cupang justru akan menunjukkan
sifat agresifnya bila bertemu sesama jantan, sebaliknya cupang jantan akan diam
atau bergerak lambat dan dekat-dekat apabila di campurkan dengan jenis ikan lain
(Susanto, 1992).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari kegiatan praktikum Budidaya Ikan Hias adalah untuk lebih
mengetahui lagi teknik-teknik dalam pemeliharaan induk, pemijahan induk dan
mengetahui penggunaan hormon 17 α-Metiltestoteron untuk rekayasa kelamin serta
sekaligus pemeliharaan telur dan larva khususnya pada ikan cupang (Betta
splendes).
Kegunaan dari praktikum Budidaya Ikan Hias adalah untuk memperoleh beberapa
informasi dan data-data penting dari cara budidaya ikan cupang yang di lihat
dari segi lingkungannya.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cupang
Menurut Susanto (1992), adapun identifikasi
dan klasifikasi
dari ikan cupang (Betta
splendes) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Craeniata
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterygii
Super Ordo : Teleostei
Ordo : Percomorphoidei
Subordo : Anabantoidei
Famili :
Anabantidae
Genus : Betta
Spesies :
Betta splendes
Menurut Sudrajad
(1989), ciri khusus ikan cupang (Betta splendens) dapat dilihat dari beberapa bentuk tubuhnya seperti
bentuk badan memanjang dan warna yang beraneka ragam yakni cokelat, hijau,
merah, biru, kuning, abu-abu, putih dan sebagainya, sirip punggung lebar dan
terentang hingga ke belakang dengan warna cokelat kemerah-merahan dan dihiasi
garis-garis berwarna-warni, sirip ekor berbentuk agak bulat dan berwarna
seperti badannya serta dihiasi strip berwarna hijau, sirip perut panjang
mengumbai dihiasi aneka warna dan lehernya berdasi dengan warna yang indah,
ujung siripnya sering kali dihiasi warna putih susu, sirip analnya berwarna
hijau kebiru-biruan dan memanjang. Lebih lanjut dikemukakannya adalah ikan cupang betina
memiliki bentuk tubuh rata - rata lebih kecil daripada ikan cupang jantan. Ikan
cupang jantan memiliki panjang tubuh dapat mencapai 5 – 9 cm, sedangkan ikan
cupang betina lebih pendek dari ukuran tersebut.
Daya tarik lain dari ikan cupang adalah keindahan
warna dan sirip-siripnya, terutama ikan cupang jantan. Ikan ini juga senang
berkelahi terhadap sesamanya sehingga di juluki “fighting fish”, tetapi
bersikap toleran terhadap ikan jenis lain. Toleransi ikan cupang terhadap
temperatur berkisar 28o C. Pertumbuhan ikan cupang relatif cepat
sehingga masa pembesarannya tidak terlalu lama (Perkasa, 2001).
2.2 Induk Ikan Cupang
Ciri ikan cupang jantan matang gonad
adalah munculnya bintik bintik hitam yang
terdapat di sirip punggung jantan, pada tutup insangnyapun sudah ada garis
vertikal warna kemerahan, terlihat sibuk dalam mempersiapkan buih – buih dipermukaan sebagai sarang tempat penetasan telur. Umur cupang yang siap untuk melakukan
pemijahan yaitu sekitar 6 –
7 bulan dengan panjang 5 – 6 cm. induk harus sehat, tidak cacat dan tidak
berpenyakit. Sedangkan pada betina , ciri-ciri kematangan gonad
dilihat dari besarnya perut betina dan Pada sisi tubuhnya terdapat 2-3 garis
vertikal berwarna kelabu (Huda, 1992).
Untuk induk betina bentuk badan harus terlihat sehat, di tandai dengan
bentuk tubuh bagian perut yang membesar apabila di teliti akan terlihat ada
telurnya, bukan membesar karena di beri makanan dan pergerakannya terlihat
lambat. Mempunyai sirip ekor, anal dan panggung yang biasa tanpa ada penonjolan
jari-jari siripnya (Lingga dan Susanto, 2003).
Ikan cupang
merupakan salah satu ikan hias yang mempunyai alat pernapasan tambahan berupa
labirin. Dengan bantuan alat tersebut, ikan cupang dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Dengan demikian dalam
pemeliharaan ikan cupang, aerasi tidak harus dipasang sehingga dapat menghemat
penggunaan listrik dan sarana sistem aerasi (Susanto, 1992).
2.3 Pemijahan Ikan Cupang
Umumnya ikan cupang termasuk kelompok ikan yang membuat gelembung udara pada saat ingin
kawin. Untuk itu diperlukan tanaman air agar cupang dapat menempelkan gelembung
udaranya. Tanaman ini dapat berupa tanaman air yang berdaun lebar seperti eceng
gondok (Eihornia crassipes) dan
kiambang (Pistia stratiotes).
Setelah itu cupang dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Bila memang sudah
siap kawin, cupang jantan akan segera
menempelkan gelembung udara ke daun. Cupang betina
dapat dimasukkan apabila gelembung udara sudah cukup banyak. Cupang jantan yang
sedang mencari pasangan akan segera menghampiri betina. Lalu betina akan diajak
untuk mendekati gelembung udara, dipeluk sehingga keduanya menempel dan tak
bergerak. Beberapa saat kemudian, telur keluar dari tubuh betina dan segera
dibuahi oleh induk jantan. Telur – telur tersebut ditangkap oleh mulut cupang
jantan, lalu ditempelkan di gelembung udara. Penempelan
dilakukan dengan cara menyemburkan telur tersebut dari mulutnya (Perkasa, 2001).
Pemijahan di mulai dengan wadah dan air yang
sudah siap, lalu kita masukan daun ketapang. Biarkan daun ini mengapung,
tujuannya untuk tempat menempelkan busa dan tempat telur ikan. Setelah itu
masukan induk jantan, waktu pemasukan induk jantan kedalam wadah pemijahan
sebaiknya pagi hari, karena suhu air masih dingin. Biarkan
induk jantan selama 1 hari gunanya untuk induk jantan mengenal lingkungannya. Keesokan harinya, masukan toples induk betina kedalam
wadah pemijahan tujuannya untuk saling mengenal dulu dan untuk
memasukan toples induk betina juga sebaiknya pagi hari dan diamkan selama 1
hari. Ini berguna
untuk melihat apakah induk jantan memang benar benar siap untuk memijah (Sitanggang,
2010).
Menurut Lingga dan Susanto (2003), bila induk jantan memang siap
memijah, maka esok hari kita akan melihat busa yang sudah di buat oleh
induk jantan. Semakin
banyak busa yang di buat
menunjukan memang induk jantan sudah siap, ketika itu barulah kita melepas
induk betina kedalam wadah. Pelepasan
induk betina sebaiknya pada pagi hari, apabila kedua induk memang siap dan
baik, maka keesokan hari atau paling lambat 2 hari setelah pemijahan kita akan
menemukan busa yang di buat induk
jantan sudah berisi telur ikan. Apabila
telur ikan sudah banyak sebaiknya induk betina segera di angkat
supaya induk betina tidak memakan telurnya, sedangkan induk jantan masih kita
biarkan untuk mengeram dan memelihara
telurnya.
2.4 Perkembangan Telur Ikan
Setelah telur ikan terlihat, maka dalam jangka waktu 24 jam telur akan
menetas menjadi burayak. Selama 1 minggu burayak masih tidak membutuhkan
makanan, karena mereka masih memiliki persedian makanan di tubuhnya dan pada
hari ketiga ketika persediaan makanan sudah habis, maka peranan induk jantan
sangat vital karena induk jantan yang memberikan makanan kepada burayak ini
dengan cara di masukan kedalam mulutnya, lalu setelah beberapa saat induk
jantan akan memuntahkan kembali burayak itu keluar. Selama 1 minggu kita harus
teratur memberikan makanan berupa cuk (jentik nyamuk) kepada induk jantan,
gunanya agar induk jantan mempunyai persediaan makanan untuk burayak tersebut,
bisa juga di berikan pelet khusus untuk ikan cupang (Sitanggang,
2010).
Menurut Huda (2011), hari ke 5 setelah burayak menetas sudah bisa di lihat perkembangannya,
untuk itu harus di bantu dengan cara memberikan kuning telur yang sudah matang
lalu di keringkan dan setelah kering di berikan kepada burayak dan pada hari ke
6 kita sudah bisa memberikan kutu air yang di saring kedalam wadah ini, karena
beberapa burayak sudah cukup besar dan dapat memakan kutu air yang di saring.
Hari ke 8 induk jantan sudah bisa di angkat dan di pisahkan kedalam toples
tersendiri.
Sedangkan burayak yang berumur 8 hari cukup kita beri makan kutu air yang
di saring, sampai berumur 1 bulan dan apabila pertumbuhannya pesat bisa di
berikan anak cuk (jentik nyamuk) dan cacing sutra secara terbatas serta apabila
perkembangan kurang pesat maka makanannya harus tetap kutu air.
Setelah umur 1 bulan burayak sudah dapat di pindahkan kedalam wadah yang
lebih besar supaya perkembangganya lebih pesat dari segi makanan sudah bisa di
kombinasi antara kutu air, cuk, cacing sutra dan pelet. Setelah burayak berumur
2 - 2,5 bulan, maka sudah dapat di pisahkan dan di pilah mana yang jantan dan
betina. Untuk jantan harus di beri wadah tersendiri dan untuk betina masih bisa
di campur sesama betina, apabila setelah di seleksi ternyata cupang betina yang
dominan maka dapat kita simpulkan salah satu dari induk tersebut kurang baik
kualitasnya. Sebaiknya induk betina itu tidak di pijahkan kembali. Apabila
baik, maka induk jantan sudah dapat di pijahkan kembali 3 minggu setelah di
angkat dari tempat pemijahan (Huda, 2011).
2.5 Pengubahan Jenis Kelamin Melalui Perendaman Embrio
Ikan betta jantan mempunyai warna
yang lebih cerah dan sirip-sirip yang lebih panjang di banding ikan betta yang betina. Oleh karena itu, ikan
betta jantan lebih di minati konsumen
dan mempunyai nilai komersial yang lebih tinggi di banding yang betina.
Sehubungan dengan itu perlu di lakukan teknik memperbanyak produksi ikan betta jantan dalam setiap kali
pemijahan. Salah satu upaya yang dapat di lakukan adalah dengan pemberian
hormon androgen pada masa diferensiasi kelamin (Huda, 2011).
Teknik pemberian hormon tersebut adalah dengan cara merendam telur ikan betta pada fase bintik mata (+ 30
jam setelah pemijahan) kedalam larutan hormon 17 α-metiltestosteron dengan
konsentrasi 20 mg/liter air selama 8 jam. Pembuatan larutan hormon tersebut
adalah dengan cara melarutkan hormon sebanyak 20 mg kedalam 1 ml alkohol 70 %
dan selanjutnya di masukan keair yang akan di pakai merendam sebanyak 1 liter
(Iskandar, 2004).
Telur hasil perendaman di masukkan kembali kedalam wadah yang berisi air
dengan di beri larutan metyline blue untuk mencegah timbulnya jamur dalam
proses penetasan. Tahap selanjutnya sama dengan prosedur pembenihan ikan betta sampai berumur tiga bulan untuk
dapat di bedakan jenis kelaminnya. Di harapkan dengan pemberian hormon steroid
tersebut dapat memperbanyak ikan betta
jantan sampai dengan 95% dalam setiap pemijahan (Iskandar, 2004).
2.6 Hormon 17 α-metiltestoteron
Teknologi sex reversal merupakan
teknik pengubahan kelamin dari betina menjadi jantan atau
sebaliknya, melalui pemberian hormon dan teknik perendaman. Kalau yang di berikan
hormon androgen, ikan di arahkan
untuk berkelamin jantan. Tetapi jika yang di berikan
hormon estrogen, jenis kelamin di arahkan
menjadi betina. Jadi, jika pembudidaya ingin menghasilkan ikan-ikan cupang
jantan, maka proses sex reversal yang di terapkan
adalah dengan menggunakan hormon androgen (Sitanggang, 2008).
Hormon androgen yang paling umum di gunakam
dalam aplikasi sex reversal maskulinisasi
(pengarahan kelamin menjadi jantan) adalah 17 α-metiltestosteron
yang di perkirakan
efektif di gunakan pada lebih dari 25 spesies
yang telah di uji. Metiltestosteron merupakan
androgen yang paling sering di pakai untuk
merubah jenis kelamin dan penggunaan metiltestosteron pada dosis yang berbeda
akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. 17 α–metiltestosteron (17α-MT)
merupakan hormon sintetik yang molekulnya sudah di modifikasi
agar tahan lama di dalam tubuh. Hal ini di karenakan
pada karbon ke-17 telah di tempeli
gugus metal agar tahan lama. Metiltestosteron di buat dengan
cara menambahkan satu kelompok α-metil pada atom karbon ke-17 di dalam gugus
testosteron dengan rumus bangun kimia kimia C20H30O2,
berbobot molekul 302,05 (Sitanggang, 2008).
2.7 Pakan Induk dan Larva
Meskipun cupang dewasa mau menerima makanan kering dan mati, namun untuk
memperoleh pertumbuhan maksimal dan warna yang cantik sebaiknya ikan-ikan
cupang ini hanya di beri makanan hidup. Makanan hidup seperti cacing sutera, jentik-jentik
nyamuk dan kutu air sangat di sukai oleh ikan-ikan cupang (Iskandar, 2004).
Menurut Perkasa (2001), bahan pakan alami bagi cupang hias di peroleh dari
alam. Bahan pakan tersebut di berikan dalam keadaan hidup tanpa melalui proses
terlebih dahulu. Memperoleh pakan alami tidak sulit dan relatif murah. Sarana
untuk mendapatkan pakan alami hanya dengan alat sederhana.
2.8 Kualitas Air
Faktor penting dalam budidaya ikan cupang adalah kualitas air yang
digunakan dalam budidaya. Kualitas air harus selalu terjaga kebersihannya dan
terhindar dari zat-zat beracun, seperti amoniak, limbah pabrik, detergen, dan
lain-lain. Ikan akan tumbuh optimal jika kualitas airnya baik. Air pada
akuarium atau pada wadah pematangan gonad sebaiknya diganti setiap 3 hari, serta
ikan cupang direndam selama 1 jam dengan air yang telah dicampur garam dapur
dan obat khusus cupang yang banyak dijual di pasar ikan dengan dosis
secukupnya. Hal tersebut untuk menjaga ikan cupang dari serangan jamur atau
penyakit lainnya (Indriani dkk, 1991)
Cara lain unntk menjaga kualitas air tetap baik adalah dengan cara
memasukan eceng gondok dalam kolam pembesaran, yang berfungsi untuk menyerap
racun di sekitar air tersebut dan sekaligus menjadi tempat berteduh bagi
burayak/benih cupang. Jangan terlalu banyak memberikan eceng gondok karena
eceng gondok dapat menyerap oksigen di dalam air. Eceng gondok yang terlalu
banyak dapat menyebabkan kematian bagi burayak karena kekurangan kadar oksigen
di dalam air (Perkasa, 2001).
2.9 Pengendalian Hama dan Penyakit pada Ikan Cupang
Menurut Kordi (2004), penyakit pada
ikan cupang secara fisik banyak di sebabkan oleh microorganisme,cendawan,
bakteri dan virus! yang di
pengaruhi oleh sani tasi air, dimana tempat ikan cupang itu hidup, kurang
higienis dan kurang di perhatikan, atau di sebabkan
oleh faktor alam seperti
perubahan iklim yang berpengaruh pada perubahan suhu air, sehingga mempengaruhi
tumbuh kembangnya cendawan, bakteri, dan virus. Oleh sebab itu kualitas air untuk ikan cupang ini harus tetap dijaga. Penyakit fisik tersebut antara lain
busung/sisik nanas, salak, atau
hydrops, menceret
atau berak putih disebkan
oleh virus salmonella sp., valvet/fin
rot, yang disebabkan oleh bakteri oodium pillularis, serta borok/
luka yang terinfeksi yang di sebabkan oleh kutu ikan argullus
indicus dan lernea cyprinacea.
Penyakit pada ikan cupang non fisik tidak disebabkan oleh microorganisme, tapi disebabkan oleh kurang
hati-hati dalam perawatan ikan cupang yang menyebabkan mental dan fisik ikan
cupang menjadi sakit, dan cacat dan dapat berakibat menurunnya kesehatan
ikan cupang tersebut, sirip kurang mengembang, kurang gairah, tidak nafsu
makan,bacul (hilang keberanian/ mental) menggigit sirip sendiri, jelas terlihat
tidak sehat (Kordi, 2004)
Bila terserang white
spot,cendawan/jamur gejala
awalnya adalah berenang ikan cupang seperti tersentak-sentak atau
menabrakan badannya ke media
dinding aquarium /wadah, bila tidak cepat di tanggulangi badan ikan cupang akan cepat
di tumbuhi bintik-bintik putih lebih kecil dari telur ikan. Hal ini bila
sudah parah, bila tidak cepat di tanggulangi dapat menyebabkan ikan cupang
malasberaktifitas,sirip tidak mengembang, dan menghilangkan
nafsu makan dari ikan tersebut. Penanggulangan
nya dapat dengan diberikan anti white spot, blitz-icth/fish mate yang
mengandung bahan aktif metil biru (methiline
blue) dan dimetil amino triphenyl
methanol, super icth , blitz icth/obat biru/ anti white spot dilarutkan
dengan air dan di campur garam ikan dengan dosis di sesuaikan dengan
stadium penyakitnya. Dengan
merendam ikan cupang yang sakit kedalam larutan
tersebut diatas selama kurang lebih 5 jam, kemudian
angkat dan rendam kembali kedalam larutan yang
sama.
III. MATERI
DAN METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Budidaya Ikan Hias di laksanakan pada tanggal 28 April sampai
dengan 28 Mei 2012. Bertempat di Laboratorium Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu.
3.2 Materi Praktikum
3.2.1 Organisme Uji
Organisme uji yang di praktekkan dalam praktikum adalah telur ikan cupang (Betta
splendes) fase bintik mata sebanyak 457 butir dan sepasang ikan cupang jantan
dan cupang betina.
3.2.2 Alat
Tabel 1.
Alat-alat Praktikum Ikan Cupang
No
|
Nama Alat
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
1
|
Akuarium atau
toples
|
2
|
Untuk sebagai
tempat memelihara ikan.
|
2
|
Kamera
digital
|
1
|
Untuk mengambil gambar ikan cupang dan wadah pemeliharaan.
|
3
|
Wadah
penampung pakan alami
|
1
|
Sebagai tempat
untuk menampung jentik-jentik nyamuk.
|
4
|
Mikroskop
|
1
|
Untuk
mengamati larva dan fase bintik mata pada ikan cupang.
|
5
|
Pipet skala
|
1
|
Untuk
mengambil telur-telur ikan cupang.
|
6
|
Gelas ukur
|
1
|
Sebagai tempat
untuk mengukur banyaknya air.
|
7
|
Timbangan
|
1
|
Untuk
mengukur berat benda.
|
8
|
Sendok
|
2
|
Untuk
mengambil telur ikan cupang.
|
9
|
Tabung reaksi
|
1
|
Untuk tempat
menaruh 17α-Metiltestoteron yang sudah di campur.
|
10
|
Selang kecil
|
2
|
Untuk
menyedot kotoran dalam akuarium ikan cupang.
|
11
|
Alat tulis
menulis
|
1
|
Untuk menulis
data.
|
12
|
Aerasi
|
1
|
Untuk
menghomogenkan campuran hormon dengan alkohol.
|
3.2.3 Bahan
Tabel 2.
Bahan-bahan Praktikum Ikan Cupang
No
|
Nama Bahan
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
1
|
Induk cupang
jantan dan betina
|
2
|
Organisme
yang di pelihara.
|
2
|
Air bersih
|
Tak terbatas
|
Sebagai sumber tempat ikan cupang hidup.
|
3
|
Pakan alami
(jentik nyamuk)
|
Tak terbatas
|
Sebagai sumber
makanan bagi ikan cupang.
|
4
|
Hormon
17α-metiltestoteron
|
0,01 g
|
Untuk
rekayasa kelamin pada ikan cupang.
|
5
|
Alkohol 70%
|
0,05 ml
|
Untuk
melarutkan hormon 17α-metiltestoteron.
|
6
|
Suspensi
kuning telur rebus
|
1
|
Sebagai tambahan
makanan untuk larva.
|
3.2.4 Prosedur
Kerja
3.2.4.1 Pemilihan dan Pemeliharan Induk
Cara kerja
praktikum Budidaya Ikan Hias tentang
pemilihan dan pemeliharaan induk adalah sebagai
berikut :
1. Siapkan wadah pemeliharaan induk berupa toples atau aquarium.
2. Pilihlah induk ikan cupang jantan dan betina yang telah matang gonad.
3. Amati ciri-ciri morfologi dan ambillah gambar induk yang di gunakan.
4. Masukkan induk tersebut kedalam wadah pemeliharaan berupa toples atau
aquarium.
5. Peliharalah induk tersebut sampai siap di pijahkan.
6. Selama pemeliharaan lakukan pergantian air minimal 3 hari sekali.
7. Induk di beri makanan yang banyak mengandung protein seperti jentik nyamuk
dua kali sehari (pagi dan sore) secara adlibitum.
Cuci bersih pakan alami yang di peroleh dari alam sebelum di berikan kepada
induk ikan.
3.2.4.2 Pemijahan Induk
Cara kerja
praktikum Budidaya Ikan Hias tentang
Pemijahan induk adalah sebagai
berikut :
1. Siapkan wadah pemijahan induk dan isi dengan air +
setinggi 20 cm.
2. Masukkan induk jantan terlebih dahulu pada wadah
pemijahan.
3. Masukkan induk betina dalam wadah transparan
(gelas atau botol air mineral bekas) dan letakkan di tengah-tengah wadah berisi
induk jantan.
4. Setelah 4 - 5 jam (induk jantan telah membuat
gelembung busa), masukkan induk betina kedalam wadah pemijahan. Jika keduanya
coccok, maka pemijahan akan segera berlangsung.
5. Setelah pemijahan berakhir induk betina langsung
di pindahkan sementara induk jantan di biarkan untuk menjaga telur-telurnya.
6. Catatlah tingkah laku induk pra pemijahan, saat
pemijahan dan pasca pemijahan.
3.2.4.3 Perendaman Embrio
Cara kerja
praktikum Budidaya Ikan Hias tentang
Perendaman Embrio adalah
sebagai berikut :
1. Siapkan media perendaman berhormon dalam toples
atau gelas kimia.
2. Lakukan pemanenan embrio yang telah memasuki fase
bintik mata sekitar 20 jam setelah proses pemijahan berakhir. Lakukan
pengamatan di bawah mikroskop untuk memastikannya.
3. Hitunglah jumlahnya lalu bagi menjadi 2 bagian
yang masing-masing akan di beri perlakuan dalam larutan 17 α-metiltestoteron
dan tanpa perlakuan.
4. Waktu perendaman embrio dalam media 17
α-metiltestoteron antara 6 - 12 jam.
5. Setelah perendaman selesai, embrio tersebut
kemudian di pindahkan ke aquarium untuk proses penetasan.
3.2.4.4 Pemeliharaan Telur
dan Larva
Cara kerja
praktikum Budidaya Ikan Hias tentang
Pemeliharaan Telur dan Larva adalah sebagai berikut :
1. Telur yang di pelihara harus menggunakan air yang
bersih.
2. Setelah menetas larva belum di berikan pakan
sampai umur 5 hari karena masih menyimpan yolk
sack (kunung telur).
3. Setelah umur 6 - 8 hari cupang di beri pakan
suspensi kuning telur ayam rebus. Umur 9 sampai 1 bulan di beri pakan kutu air
atau naupli Artemia. Umur 1 bulan
lebih di beri pakan jentik nyamuk atau cacing sutera. Pemberian pakan di
lakukan pada pagi dan sore hari.
4. Air wadah pemeliharaan di ganti minimal 3 hari sekali dan jika belum
terlalu kotor maksimal di ganti seminggu sekali. Pergantian air di lakukan
sebanyak 30%.
5. Minimal seminggu sekali lakukan pembersihan wadah
pemeliharaan.
6. Parameter yang di amati adalah :
a. Hitunglah hatching
rate (HR) masing-masing perlakuan.
b. Hitunglah survival rate (SR) umur
1 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari, 35 hari dan seterusnya pada masing-masing
perlakuan.
7. Ambilah gambar larva pada umur tersebut dan
ukurlah panjangnya.
3.3 Analisa Data
Berdasarkan kegiatan praktikum
mengenai budidaya ikan hias cupang, maka di dapatkan analisa datanya sebagai
berikut :
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan dan Pemeliharaan Induk
Berdasarkan
hasil pengamatan dalam pemilihan dan pemeliharaan induk ikan cupang jantan dan
betina yang digunakan telah berumur ± 4 bulan. Ciri lainnya pada induk ikan
jantan , yaitu : adanya gelembung udara di atas permukaan air di didalam
wadah pemeliharaan, memiliki corak warna yang cerah dan indah, ukuran sirip –
siripnya relatif panjang, bentuk tubuhnya ramping dan gerakannya agresif dan
pada sirip ekornya lebih lebar dan panjang, dapat dilihat pada gambar 1A
Sedangkan ciri induk betina , yaitu : warna tubuhnya agak pudar/kurang menarik,
ukuran sirip – siripnya pendek, bentuk tubuhnya gempal atau lebih besar,
gerakannya lamban dan kulit perut terasa lembek dan terdapat titik putih, dapat
dilihat pada gambar 1B Hal ini
sesuai dengan pernyataan Susanto (1992), cupang jantan memiliki kombinasi warna
yang lebih menarik daripada ikan betina, ukuran tubuhnya lebih besar sedangkan
ikan betina sebagai penghasil telur memiliki sirip yang pendek dan berwarna
coklat kekuning-kuningan serta ukuran tubuhnya lebih kecil di bandingkan dengan
ikan jantan.
Selama masa pemeliharaan induk diberi pakan alami berupa jentik nyamuk yang
berasal dari perairan tergenang dan selokan-selokan kemudian dicuci
dengan menggunakan air bersih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bambang (2001),
pakan yang umum dimakan ikan cupang yaitu berupa jentik nyamuk yang diambil
dari alam namun tidak dapat langsung diberikan kepada ikan dalam keadaan masih
kotor, sering diantara jentik terdapat ulat berwarna kelabu hitam apabila ulat
termakan oleh ikan maka ulat tersebut tidak mudah dicerna oleh perut ikan
sehingga ikan dapat membuang kotoran dan perutnya membesar sehingga munculah
penyakit perut kembung. selokan–selokan.
Gambar 2. Jentik nyamuk
Pergantian air di lakukan 3 hari
sekali dengan membuang semua air lama bersama-sama dengan kotoran yang
mengendap di dasar wadah pemeliharaan induk. Hal ini sesuai dengan pendapat
susanto (1992) bahwa pergantian air dilakukan dengan selang waktu 3 hari sekali
dengan membuang air secara bersama-sama dengan kotoran ikan yang mengendap di
dasar bak. Kotoran ini merupakan hasil buangan ikan, sisa makanan yang mati,
kotoran dari makanan itu sendiri atau dari bahan-bahan lain.
Wadah yang
digunakan untuk pemeliharaan induk ikan cupang yaitu akuarium, serta kualitas
air yang digunakan harus baik.wadah untuk pemeliharaan induk ikan cupang
jantan dan betina masing-masing satu buah baik akuarium
Gambar 3. Wadah pemeliharaan ikan cupang.
4.2
Pemijahan Induk
Gambar 4. Sketsa wadah pemijahan ikan
cupang (Betta Sp.)
Pada saat
pelaksanaan praktikum mengenai Pemijahan, wadah yang digunakan untuk proses
pemijahan ikan cupang adalah akuarium. Di dalam akuarium dimasukkan satu wadah
lagi yang berukuran lebih kecil. Wadah yang dimasukkan ke dalam akuarium
tersebut sebagai tempat untuk ikan cupang betina, sementara ikan cupang jantan
dibiarkan berada dalam akuarium induk. Pemisahan induk jantan dan induk betina
ini bertujuan untuk menghindari adanya serangan dari ikan cupang jantan terhadap
betinanya. Oleh karena itu ikan cupang betina dimasukkan ke dalam wadah
terpisah di dalam akuarium agar ikan jantan dan ikan betina saling beradaptasi
dan saling mengenal. Pada akuarium induk, diberi plastic di permukaan air
sebagai tempat ikan cupang jantan membuat sarang busa. Sarang busa ini
digunakan ikan cupang jantan sebagai tempat menaruh telur-telur yang
dikeluarkan oleh ikan cupang betina. Setelah sarang busa tersebut sudah cukup
banyak, maka ikan betina dapat dilepaskan dan dibiarkan bersama ikan jantan.
Sebelum melakukan pemijahan indukan dipisahkan terlebih dahulu untuk melakukan
pematangan gunad, jika indukan sudah siap memijah (matang gonad), barulah
dilakukan proses-proses pemijahan ikan cupang. Ciri induk yang sudah siap
mepijah adalah pada penutup insang tampak warna merah atau hijau menyala dan
ikan sudah membuat gelembung busa, sementara induk betina siap kawin dicirikan
dari perutnya yang tampak besar, warna tubuhnya pucat dan tingka lakunya jinak.
Hasil
praktikum budidaya ikan hias, mengenai pemijahan induk didapatkan, sebelum
proses pemijhan berlangsung, dilakukan beberapa rekayasa lingkungan. Sehingga
wadah pemijahan bisa mirip dengan media pemijahan dialamnya. Misalnya
menyiapkan wadah pemijahan (akuarium) yang telah terisi air ± 20 liter air
sebagai wadah induk ikan cupang jantan, memasukan toples kedalam akuarium
sebagai wadah untuk induk ikan cupang betina, Seperti gambar di atas (gambar 3)
ikan jantan dan betina ditempatkan diwadah yang berbeda, ikan jantan
ditempatkan didalam akuarium yang didalamnya terdapat gelas bening yang isi
airnya lebih tinggi daripada air diakuarium yaitu wadah tempat ikan betina, hal
ini bertujuan untuk perkenalan jenis indukan yang telah dipilih dan pada
permukaan akuarium diberi potongan kertas hitam sebagai pengganti daun
berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan. yang sebelumnya sudah ditempelkan
gelembung busa oleh ikan jantan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bambang
(2002), ikan cupang termasuk kelompok ikan yang membuat gelembung pada saat
akan memijah. Sehingga di dalam wadah pemijahan perlu disediakan daun
segar atau potongan kertas sebagai tempat cupang jantan yang menempelkan
gelembung busanya. Sketsa wadah pemijahan ikan cupang dapat dilihat pada gambar
4.
Sebelum
dilakukan pemijahan, hal yang harus dilakukan yaitu induk ikan jantan dan
betina dijodohkan terlebih dahulu, berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan bahwa perjodohan ini berlangsung kurang lebih selama 68 jam yang
diawali dengan mempertemukan kedua induk ikan cupang di akuarium, namun induk
ikan cupang betina berada dalam toples yang telah diletakkan di dalam akuarium.
Hal ini bertujuan agar induk ikan cupang dapat saling bertemu, mengenal, dan
saling menarik perhatian. Hal ini diperlihatkan oleh induk ikan cupang
jantan yang melakukan aksi menarik perhatian induk betina dengan cara
mengembangkan sirip-siripnya, dengan keindahan warna tubuhnya dan juga
mendekati dan berputar-putar mengelilingi toples sampai induk ikan betina
cupang tertarik.
Berdasarkan hasil pengamatan, proses pemijahan pada induk ikan cupang
berlangsung selama 5 jam 5 menit yang di mulai pada pukul 09:40 Wita dan
selesai pada pukul 13:25 Wita. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981), pemijahan dapat
berlangsung kapan saja. Proses pemijahan diawali induk jantan langsung membuat
sarang berupa gelembung-gelembung busa yang dapat dilihat pada gambar 5A.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwa ikan cupang
melakukan pemijahan dengan cara berpelukan dibawah gelembung busa,ini dapat
dilihat pada gambar 5B, setelah berpelukan ikan betina menjatuhkan telurnya
kedasar airakuarium dan ikan jantan mengumpulkan telur dan menempelkannya pada
gelembung busa yang telah dikumpulkannya sebelumnya, pada saat ikan jantan
mengumpulkan telurnya, ikan betina dikeluarkan dari akuarium, menjaga agar
telur tidak dimakan oleh ikan betina. Menurut pernyataan Susanto (1992), ikan
cupang akan saling berpelukan di bawah sarang busa yang sudah
dibuatnya dan melayang-layang sampai beberapa saat kemudian keluar telurnya dan
segera ditangkap oleh induk jantan untuk ditempatkan di dalam gelembung busa
yang telah disiapkan. Setelah selesai memijah maka jantan akan menjaga
telur-telurnya dan mengusir pasangannnya jauh-jauh.
Menurut
Daelami (2001), proses pemijahan cupang diawali dengan sibuknya ikan jantan
mengeluarkan buih busa dari mulutnya lalu diletakkan pada permukaan sebagai
sarang telur. Setelah itu pejantan akan mencari betina yang siap untuk
dijadikan pasangan. Setelah didapatkan pasangan yang cocok, maka betina akan
mengeluarkan sel telur diikuti dengan pelepasan sel sperma oleh jantan lalu
terjadilah fertilisasi eksternal. Telur yang sudah dibuahi akan dibawa oleh
jantan menuju buih yang ada di permukaan.
Setelah pemijahan selesai, induk ikan jantan dipisahkan dari induk ikan betina
agar induk betina tidak memakan telurnya sendiri. Sementara induk ikan
cupang jantan akan setia menjaga telurnya dari gangguan ikan lain. Selain itu,
induk ikan cupang jantan akan mengipasi telur dengan sirip-siripnya agar suplai
oksigen untuk telur tetap terjaga. Selama itu pula, induk jantan akan
memperbaiki sarang busa yang rusak dengan membuat sarang baru.
4.3
Perendaman Embrio
Berdasarkan
hasil praktikum mata kuliah Budidaya Ikan Hias mengenai Perendaman Embrio yang
dilakukan setelah masa inkubasi telur selama ± 20 jam, maka kami melakukan
pemanenan telur. Pemanenan telur dilakukan dengan cara mengangkat potongan
plastik hitam (sebagai tempat sarang busa) yang telah berisi telur.
Kemudian menghitung jumlah total keselurahan dari telur-telur yang telah
dierami oleh induk jantan selama ± 20 jam, dan membagi dua dari total
keseluruhan telur yang telah dierami untuk di masukkan kedalam 2 buah talenan
(sebagai wadah telur) yang berbeda dan mengisi larutan berhormon pada salah
satu wadah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan perbandingan pada
masing-masing wadah yang lebih banyak dan tidak banyak telur menetas.
Setelah itu, melakukan pemanenan embrio dan juga melakukan pengamatan embrio
dari fase bintik mata dengan menggunakan mikroskop. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 6 dibawah ini
Gambar 6. Embrio pada fase bintik mata.
Hormon
yang digunakan dalam perendaman embrio adalah 17α Metiltestosteron. Dalam
membuat
media perendaman larutan dengan menggunakan 17α Metiltestosteron, terlebih dahulu
menyiapkan larutan hormon 17α Metiltestosteron.
Selanjutnya menimbang sebanyak 0,01 g. Kemudian memasukan bubuk hormon ke
dalam tabung reaksi dan menambahkan 0,5 ml alkohol 70%. Kemudian menutup
kembali tabung reaksi sampai larutan homogen. Setelah itu, menuangkannya
kedalam wadah yang berisi 500 ml air bersih dan memberi aerasi selama 5 menit.
4.4 Pemeliharaan Telur dan
Larva
Gambar 7. Larva ikan cupang.
Penghitungan
jumlah larva dilakukan kembali pada saat berumur 8 hari, dan hasil penghitungan
pada wadah yang tidak diberikan hormon didapatkan sebanyak ± 122 ekor larva,
sedangkan wadah yang diberikan hormon didapatkan sebanyak ± 52 ekor
larva. Jumlah larva yang telah berumur 8 hari pada setiap wadah
menurun drastis, hal ini di sebabkan karena tidak adanya pergantian air wadah
sejak kegiatan perendaman embrio hingga telur menetas dan larva telah berumur 8
hari, sehingga air dalam wadah telah tercemar yang berasal dari sisa-sisa pakan
yang tidak termanfaatkan dan mengalami proses pembusukan. Menurut Huda (2011),
Hari ke 5 setelah burayak menetas sudah bisa di lihat perkembangannya, untuk
itu harus di bantu dengan cara memberikan kuning telur yang sudah matang lalu
di keringkan dan setelah kering di berikan kepada burayak dan pada hari ke 6
kita sudah bisa memberikan kutu air yang di saring kedalam wadah ini, karena
beberapa burayak sudah cukup besar dan dapat memakan kutu air yang di saring.
Hari ke 8 induk jantan sudah bisa di angkat dan di pisahkan kedalam toples
tersendiri.
Jumlah larva
yang paling dominan dalam bertahan hidup adalah larva yang tanpa perlakuan,
karena dalam larutan 17 α-metiltestoteron terdapat beberapa unsur hormon
seperti androgen dan esterogen yang berfungsi untuk meningkatkan rangsangan
perubahan jenis kelamin. Selain itu tingkat persentase SR mulai semakin menurun
di karenakan jumlah larva mulai berkurang di sebabkan kondisi lingkungan yang
kurang baik seperti kualitas airnya.
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang
telah di uraikan, maka dapat di simpulkan bahwa :
1. Ikan
cupang (Betta
splendes) termasuk jenis ikan yang
bersifat parental care yang dimana induk jantannya memelihara dan
merawat telur-telurnya.
2. Perendaman embrio yang di lakukan pada telur
ikan cupang berguna untuk mengetahui fase bintik mata pada ikan cupang.
3. Ikan cupang melakukan pemijahan sebanyak 86
kali dan mengeluarkan telur-telurnya sebanyak 1800 butir telur.
4. Larva yang berumur 8 hari jumlahnya sebanyak 52
ekor yang di berikan
perlakuan 17 α-metiltestoteron.
5. Larva yang berumur 8
hari hari jumlahnya
sebanyak 122 ekor yang tidak
mendapatkan perlakuan.
5.2. Saran
Sebagai praktikan saya menyarankan agar praktikum
kedepannya jenis-jenis ikan yang akan di jadikan bahan praktek berbeda
dengan kelompok lain.
Agar praktikan pengalaman yang lebih.