Minggu, 30 November 2014

Lirik Lagu "Setengah Hatiku Tertinggal" by Geisha

SETENGAH HATIKU TERTINGGAL
 by Geisha Band

Menangis dalam hatiku
Mengingat dirimu tak seperti dulu
Seperti kosong dan sendiri
Mencoba pendam beratnya sepi

Bila ada cinta
Yang membuatmu merasa nyaman
Coba kau katakan
Bila benar ada
Lepaskan hatiku terlebih dahulu darimu
Jika tak lagi cinta tak apa

Pedih rasa hatiku
Melihat dirimu tak seperti dulu
Seperti kosong dan sendiri
Mencoba pendam beratnya sepi
Setengah hatiku tertinggal padamu

Bila ada cinta
Yang membuatmu merasa nyaman
Coba kau katakan
Bila benar ada
Lepaskan hatiku terlebih dahulu darimu

Bila ada cinta
Yang membuatmu merasa nyaman
Coba kau katakan
Setengah hatiku tertinggal padamu

Jika tak lagi cinta, tak apa…
Jika tak lagi cinta, tak apa



Sabtu, 29 November 2014

Pertumbuhan Juvenil Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus) Dengan Pemberian Cacing Tanah Pada Dosis yang Berbeda



I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan organisme yang hidup di air tawar  yang memiliki nilai ekonomis. Cherax quadricarinatus ini biasa juga dikenal dengan sebutan  redclaw karena memiliki capit berwarna merah. Selain dimanfaatkan untuk konsumsi, lobster air tawar biasa juga digunakan sebagai lobster hias dikarenakan warnanya yang cerah seperti ikan hias pada umumnya, sehingga tidak jarang orang menjadikan lobster air tawar sebagai koleksi lobster hias.
            Untuk meningkatkan produksi lobster air tawar seiring meningkatnya permintaan pasar, perlu diadakan budidaya lobster air tawar. Untuk menunjang kegiatan budidaya tersebut harus memperhatikan faktor-faktor penting untuk keberhasilan budidaya.  Faktor-faktor tersebut yakni kondisi lingkungan budidaya, pakan, dan kualitas air. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor utama pendukung keberhasilan budidaya lobster air tawar. Khususnya pakan, harus memperhatikan kandungan protein dalam pakan. Cacing tanah merupakan salah satu dari berbagai jenis pakan alami yang memiliki kandungan protein tinggi.     Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang pemberian cacing tanah (Lumbricus rubellus) dosis berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) untuk mengetahui pada perlakuan mana lobster air tawar memperlihatkan pertumbuhan yang maksimal.

1.2  Tujuan dan Kegunaan
            Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan sintasan juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dengan pemberian cacing tanah dalam dosis yang berbeda. Kegunaan penelitian untuk menambah wawasan mahasiswa dan sebagai bahan informasi bagi pembudidaya, mengenai dosis cacing tanah yang optimal, untuk menunjang pertumbuhan lobster air tawar.
  II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Klasifikasi dan Morfologi Lobster Air Tawar
Berdasarkan Holthuis dan Merrick dalam Tanribali (2007), klasifikasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) sebagai berikut:
Filum: Arthropoda
       Kelas: Crustacea
               Ordo: Decapoda
                       Famili: Parastacidae
                             Genus: Cherax
                                    Spesies: Cherax quadricarinatus


Gambar 1. Morfologi Lobster Air Tawar (Sumber:http//lobsterairtawar.html).

Secara umum Cherax quadricarinatus atau redclaw memiliki ciri-ciri morfologi tubuh dibagi yang terdiri atas dua bagian, yakni kepala (cephalothorax) dan badan (abdomen).  Antara kepala bagian depan dan belakang dikenal dengan nama subcephalothorax. Cangkang yang menutupi kepala disebut karapas; karapas berperan dalam melindungi organ tubuh, otak, insang, hati, dan lambung.  Karapas mengandung zat kitin dan merupakan nitrogen polisakarida yang disekresikan oleh kulit epidermis dan dapat mengelupas saat tejadi pergantian cangkang tubuh (molting). Ciri-ciri lainnya adalah terdapat duri di sekeliling rostrum. Cephalothorax  maupun  abdomen terdiri atas segmen-segmen atau ruas-ruas. Segmentasi tidak terlihat dari luar karena cephalotorax tertutup oleh karapas.  Bagian cephalotorax terdiri dari sepasang antena, sepasang antennula, sepasang maksila, mandibula, maksilipedia, dan empat pasang kaki jalan (periopoda) sedangkan bagian abdomen adalah enam pasang kaki renang (pleopoda), dua pasang ekor kipas (uropoda) dan sebuah telson.
            Ciri-ciri morfologi lobster air tawar capit merah adalah warna tubuhnya hijau kemerahan dengan warna dasar bagian atas capit berupa garis merah tajam, terutama pada induk jantan yang telah berumur lebih dari  tujuh bulan. Selain itu lobster memiliki duri-duri kecil yang terletak diatas seluruh permukaan yang dilengkapi duri berwarna putih diatas permukaan setiap segmen capit. Perbedaan lobster jantan dan betina terlihat dari letak alat kelamin. Lubang genital pada betina terletak pada dasar kaki jalan ketiga, sedangkan alat kelamin pada jantan berbentuk kerucut yang terletak pada dasar kaki jalan kelima. Lobster air tawar bersifat omnivora dan memiliki sifat kanibal (Sukmajaya dalam Tanribali, 2007).
            Berdasarkan siklus hidupnya pertumbuhan udang dibedakan menjadi beberapa fase, antara lain: stadia naupli; pada fase ini pencernaannya belum sempurna, dan untuk kebutuhan unsur hara dalam tubuhnya berasal dari cadangan makanan berupa kuning telur (yolksack), sehingga benih udang windu membutuhkan makanan dari luar pada saat larva berukuran 0,32-0,58 mm.  Stadia zoea; sekitar  2-3 hari setelah menetas masuk pada fase zoea. Pada stadia ini larva sudah berukuran 1,06-3,30 mm dan cadangan makanan berupa kuning telur sudah mulai hilang. Waktu untuk memasuki stadia berikutnya yaitu mysis sekitar 4-5 hari. Stadia mysis; secara morfologi larva udang sudah menyerupai bentuk udang.  Pada stadia ini sudah mulai diberikan pakan alami yaitu fitoplankton dan zooplankton, pada saat ini ukuran larva sudah mencapai 3,50 - 4,80 mm. Perubahan morfologi pada stadia ini terdiri dari 3 tahap yaitu mysis 1, mysis 2, mysis 3. Waktu pada fase ini adalah 3 - 4 hari. Stadia post larva (PL); organ tubuh udang sudah lengkap dan organ tubuhnya sudah berfungsi dengan baik. Pada saat menjadi post larva hitungan umum udang pada post larva (PL), misalnya setelah 1 hari menjadi PL, maka disebut PL satu, dua hari disebut PL dua dan seterusnya udang windu dapat mulai ditebar di tambak setelah mencapai PL sembilan(http://klasifikasi-dan-anatomi-udang-vaname.html).
2.2  Klasifikasi dan Morfologi Cacing Tanah
            Menurut Mubarok dan Zalizar (2003), cacing tanah memiliki klasifikasi dan identifikasi sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
      Phylum: Annelida
              Class: Clitellata
                      Order: Haplotaxida
                             Family: Lumbricidae
                                     Genus: Lumbricus
                                            Species: Lumbricus rubellus
            Cacing tanah termasuk hewan tidak bertulang belakang (avertebrata).  Cacing tanah dimasukkan ke dalam filum Annelida yang berarti cincin, karena tubuhnya tersusun atas segmen-segmen atau cincin-cincin. Pada setiap segmennya, cacing tanah memiliki rambut yang keras dan pendek dalam jumlah sedikit sehingga digolongkan ke dalam kelas Oligochaeta. Lumbricus rubellus, atau red wriggler memiliki warna kemerahan, dengan panjang berkisar antara 7,5 -10 cm. Segmen berkisar antara 90-145 segmen, klitelium (penebalan dari dinding tubuh cacing tanah) terletak pada segmen 27-32, berbentuk seperti sadel. Pergerakannya kurang aktif bila dibandingkan dengan spesies dari pheritima, tubuhnya bulat namun agak gepeng. Cacing tanah memiliki alat gerak yang dinamakan seta berbentuk seperti rambut kasar, letaknya beraturan pada setiap segmen. Seta digerakkan oleh dua berkas otot yaitu muskulus protaktor yang berfungsi untuk mendorong seta keluar dan muskulus retraktor yang berfungsi menarik kembali seta ke dalam rongganya. Kedua berkas muskulus ini melekat pada ujung seta (Minnich dalam Mubarok dan Zalizar, 2003).
Sistem pergerakan cacing tanah diatur oleh susunan syaraf. Pusat susunan syaraf terletak di sebelah dorsal pharink dalam segmen ketiga dan terdiri atas simpul sistem syaraf anterior (ganglion celebrale), simpul syaraf vertikal dan serabut-serabut syaraf. Adanya ujung serabut syaraf di kulit, rangsangan berupa getaran atau sinar dapat diterima oleh ujung syaraf untuk kemudian disalurkan ke otak. Syaraf ini sangat sensitif terhadap cahaya, suhu, getaran dan sentuhan. Sistem peredaran darah cacing tanah bersifat tertutup, dihubungkan dengan pembuluh darah. Tubuh cacing tanah terdapat lima pasang organ kontraktil yang berfungsi sebagai jantung serta terdapat pigmen hemoglobin di dalam plasma darahnya. 
Cacing tanah tidak mempunyai organ khusus pernafasan. Cacing tanah bernafas dengan pembuluh kapiler di seluruh jaringan kutikula dengan menghisap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Jika kulit kering akan mengakibatkan kematian. Jika oksigen berlebihan tidak akan berbahaya dan cacing tanah akan membentuk asam asetat, namun bila kekurangan oksigen, maka cacing tanah tidak aktif atau lemah dan kulitnya menjadi gelap. Cacing tanah merupakan binatang hermafrodit yang mempunyai kelamin ganda.
Cacing tanah berperan dalam menguraikan bahan-bahan organik di dalam pengolahan limbah padat, sebagai penghasil pupuk limbah organik, sebagai bahan baku sumber protein hewani (64-72%) dan asam amino esensial untuk berbagai hal seperti bahan baku pembuatan pakan ternak, ikan dan udang, serta bahan baku pembuatan obat-obatan dan kosmetik. Selain protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh cacing tanah antara lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%.
2.3  Pertumbuhan dan Sintasan Lobster Air Tawar
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau bobot tubuh dalam suatu waktu yang dipengaruhi pakan tersedia, jumlah ikan yang mengkonsumsi pakan, suhu, umur, dan ukuran ikan. Pertumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu pertumbuhan kontinu dan pertumbuhan diskontinu.  Pertumbuhan kontinu adalah pertambahan panjang dan bobot dalam suatu waktu secara berkesinambungan dan biasa terjadi pada ikan.  Pertumbuhan diskontinu adalah pertambahan panjang dan bobot tubuh yang terjadi secara berkala setelah molting umumnya terjadi pada krustase (Effendi, 1979).
Pertumbuhan pada lobster juga ditandai dengan bertambahnya panjang. Pertambahan panjang rata-rata pada lobster air tawar yang diberi perlakuan dengan pakan berbeda mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Nilai pertambahan panjang yang diperoleh jika dikaitkan dengan nilai pertambahan berat, maka terdapat kesesuaian antara pertambahan panjang dan pertambahan berat (Kakam dkk. 2008).
            Berdasarkan hasil penelitian Hakim (2007), diketahui bahwa perlakuan pakan yang diberi tambahan kalsium menghasilkan sintasan lobster yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan tanpa penambahan kalsium.


2.4  Padat Penebaran
Berdasarkan hasil penelitian Budiardi dkk. (2008), pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan kepadatan 20, 30, 40 dan 50 ekor/m2 tidak memberikan pengaruh nyata dari setiap perlakuan. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa padat penebaran yang dapat memberikan hasil maksimum adalah 50 ekor/m2. Peningkatan padat penebaran menyebabkan laju pertumbuhan bobot harian dan laju pertumbuhan panjang harian menurun. Semakin tinggi padat penebaran, maka nilai efisiensi pakan semakin rendah. Lobster akan tumbuh dan berkembang dengan optimal dalam lingkungan yang baik serta nutrisinya tercukupi. Lobster membutuhkan energi yang berasal dari pakan untuk bergerak, mencari dan mencerna makan, dan pertumbuhan.  Semakin banyak energi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka semakin banyak pula jumlah pakan yang akan dikonsumsi. Pada kepadatan yang lebih rendah lobster dapat memanfaatkan pakan secara lebih efisien dibandingkan dengan lobster pada kepadatan yang tinggi. Keadaan tersebut dikarenakan persaingan pakan yang terjadi cenderung lebih rendah.
Lobster air tawar juga dapat dipelihara secara polikultur bersama ikan.  Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati dkk. (2012), yang memelihara lobster air tawar dengan ikan selais, diketahui bahwa padat penebaran 15 ekor ikan selais dan 5 ekor lobster air tawar memberikan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan dan sintasan lobster air tawar. Semakin besar kepadatan lobster maka akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu. Pada kepadatan yang rendah, lobster mempunyai kemampuan memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan pada kepadatan yang tinggi. Ruang gerak juga merupakan faktor luar yang mempengaruhi laju pertumbuhan. Adanya ruang gerak yang cukup luas, lobster dapat bergerak dan memanfaatkan pakan secara maksimal.
            Pengaruh padat penebaran yang berbeda pada setiap perlakuan berpengaruh terhadap keragaman ukuran yang dihasilkan.  Pada budidaya lobster dengan kepadatan yang cukup tinggi (intensif), peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan meningkatnya kebutuhan pakan, oksigen, dan kotoran (metabolit dan sisa pakan). Padat penebaran lobster yang tinggi akan mengakibatkan penurunan kualitas air, persaingan makanan, dan persaingan tempat perlindungan (shelter). Pengelolaan kualitas air yang dilakukan dengan melakukan penyifonan dan pergantian air serta keberadaan aerasi untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut cukuf efektif untuk mempertahankan kualitas air dalam kisaran yang masih bisa ditoleransi oleh lobster untuk hidup dan tumbuh (Darmansah, 2011)
2.5  Pemberian Pakan
Menurut Darmansah (2011), kombinasi pakan yang terdiri dari pellet, cacing sutera, dan wortel dengan dosis pemberian pakan cacing sutera 15% dan wortel 15% dari berat tubuh lobster, cukup efektif dalam meningkatkan pertumbuhan lobster. Pellet yang digunakan adalah pellet komersil yang kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu  40%. Menurut Sukmajaya dalam Darmansah (2011),  standar kandungan protein dalam pakan yang diberikan pada lobster air tawar memiliki nilai optimal 35-40%. Cacing sutera diketahui memiliki kandungan nutrisi penting seperti vitamin, karbohidrat, lemak dan protein sekitar 50 sampai 60%. Dengan kandungan nutrisi demikian, cacing sutera tergolong pakan alami yang baik sebagai sumber pakan lobster air tawar (Anonim dalam Darmansah, 2011). Menurut Marian dan Pandian dalam Darmansah (2011), cacing sutera merupakan salah satu pakan alami yang paling baik untuk ikan, udang, dan katak.  Oleh karena itu lobster yang diberi pakan cacing sutera tumbuh dengan cepat.
Hastuti (2006), menyatakan bahwa pemberian pakan berbeda yaitu pellet udang dengan kandungan protein 30%, dan pakan hasil formulasi  4% dari biomassa pada masing-masing akuarium dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu  pada pukul 06.00, pukul 12.00 dan pukul 18.00 memberikan hasil yang cukup baik pada pertumbuhan lobster air tawar. Pemberian pakan sebanyak 5% dari biomassa dengan penambahan kalsium sebanyak 2% diketahui dapat meningkatkan frekuensi molting lobster air tawar. Hal ini ditunjukkan dengan perlakuan penambahan kalsium 2% memiliki frekuensi molting tertinggi, yaitu 1,47 kali/ekor. Penambahan kalsium pada pakan juga memberikan pengaruh yang positif pada sintasan dan pertumbuhan lobster air tawar (Hakim, 2007).
2.6  Kualitas Air
            Berdasarkan hasil penelitian Manurung (2006), kualitas air selama penelitian berlangsung antara lain suhu berkisar 26-27,5°C; DO; 3,47-6,58, pH; 6,60-8,36°C, alkalinitas; 7,77 hingga 27,19, kesadahan;10,01-100,10 mg/l, dan kadar amoniak total; 0,04-0,09 mg/l. Nilai tersebut berada dalam kisaran yang normal untuk menunjang pertumbuhan lobster air tawar.
Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2011), diketahui kualitas air selama pemeliharaan juvenil lobster air tawar berada dalam kisaran yang masih bisa ditoleransi oleh lobster untuk tumbuh dan hidup. Kisaran suhu berada antara 25,5-28,30C. Selama pemeliharaan benih lobster air tawar kadar oksigen media pemeliharaan berada pada kisaran 4,6-6,7 ppm, meskipun selama pemeliharaan terdapat kondisi oksigen terlarut di bawah optimal namun masih normal dan dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih lobster air tawar. Pergantian air dan pemberian aerasi selama pemeliharaan dapat menjaga kadar oksigen di dalam air. Kadar alkalinitas selama pemeliharaan benih lobster air tawar berada pada kisaran 32-52 mg/l CaCO3. Kadar alkalinitas tersebut berfungsi sebagai penyangga pH media pemeliharaan, yang berada pada kisaran antara 6,7-7,6. Selama pemeliharaan pH air cenderung menurun yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca yaitu sering terjadi hujan. Air hujan mempengaruhi pH air sumur sebagai sumber air pemeliharaan benih lobster air tawar, namun kisaran pH air selama pemeliharaan masih dapat mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan.  Selama pemeliharaan kadar amoniak berada pada kisaran 0,0016-0,0097 mg/l. Kadar amoniak cendrung meningkat hingga akhir pemeliharaan, tetapi masih berada dalam batas toleransi benih.
Dalam kegiatan budidaya, kualitas air merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan suatu usaha budidaya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hastuti (2006), terlihat bahwa kualitas air pada masing-masing perlakuan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu pemeliharaan, walaupun penurunan tersebut masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan lobster. Suhu media pemeliharaan lobster pada sistem resirkulasi ini berada pada kisaran 25-27ºC. Selama pemeliharaan, nilai pH media berkisar antara 7,51-8.       
Nilai kesadahan total dan alkalinitas selama pemeliharaan berkisar antara 24,4-41,9 mg/l CaCO3 dan 22,5-42,9 mg/l CaCO3.  Kandungan oksigen terlarut dalam wadah pemeliharaan lobster berkisar antara 4,3 dan 7,2 mg/l. Secara umum dari percobaan dapat dilihat bahwa konsentrasi oksigen di dalam media pemeliharaan masih layak dan dapat mendukung kehidupan lobster. Penggunaan sistem resirkulasi, aliran air serta aerasi dapat menambah suplai oksigen.
2.7  Hipotesis
            Pemberian cacing tanah (Lumbricus rubellus) 20% memberikan pengaruh pertumbuhan dan sintasan juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang lebih tinggi.
 III.  METODE PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1  Waktu dan Tempat
            Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013. Tempat pelaksanaan di Laboratorium Budidaya Perairan, Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako.
3.2  Bahan dan Alat Penelitian
            Bahan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu juvenil lobster air tawar (Cherax quaricarinatus) sebanyak 180 ekor. Benih yang akan digunakan berasal dari Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Air tawar sebagai media pemeliharaan dan cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai pakan lobster air tawar. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian yakni baskom volume 45 l, pipa paralon sebagai tempat perlindungan (shelter) lobster, aerator, alat pengukur kualitas air, termometer, DO meter, pH meter, alat uji amoniak calorimeter, timbangan digital, mistar ukuran 30 cm.
3.3  Prosedur Penelitian
            Hal pertama yang akan dilakukan adalah persiapan wadah pemeliharan lobster air tawar yaitu baskom. Baskom diatur sesuai dengan rancangan penelitian yang digunakan. Baskom diisi air setinggi 20 cm. Sebelum benih diletakkan dalam baskom terlebih dahulu akan  diaklimatisasi selama 4 hari agar ketahanan benih pulih kembali. Setelah proses aklimatisasi, barulah lobster dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan dengan padat penebaran setiap wadah sebanyak 10 ekor untuk mengurangi terjadinya persaingan makanan dan sifat kanibal lobster.  Dalam pemeliharaan kurang lebih selama 1 bulan, lobster air tawar akan diberi pakan alami cacing tanah dengan perlakuan dosis yang berbeda. Selama penelitian akan dilakukan pengukuran bobot tubuh lobster setiap minggunya.
3.4  Perlakuan dan Rancanagan Percobaan
            Penelitian menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan masing-masing 6 ulangan. Adapun perlakuan yang dimaksud sebagai berikut:
Perlakuan A  =  Pemberian cacing tanah dengan dosis 10% dari biomassa
Perlakuan B  =  Pemberian cacing tanah dengan dosis 20% dari biomassa
Perlakuan C  =  Pemberian cacing tanah dengan dosis 30% dari biomassa
3.5  Peubah yang Diamati
Parameter uji utama pada penelitian ini adalah pertumbuhan juvenil lobster air tawar (pertambuhan bobot). Pengukuran bobot tubuh dilakukan setiap minggu selama penelitian. Perhitungan pertumbuhan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hariati dalam Kakam dkk. (2008):
1.  Pertumbuhan mutlak
G =    o
Keterangan:
G    = pertumbuhan;
Wt  = bobot rata-rata pada waktu ke-t (g);
Wo = bobot rata-rata awal (g);
t     = waktu (hari).




2. Sintasan
                Sintasan dihitung menggunakan rumus (Effendi (1997): 
Keterangan:
SR= tingkat kelangsungan hidup (%);
Nt = jumlah lobster pada akhir penelitian;
N0 = jumlah lobster pada awal penelitian.

Parameter uji penunjang pada penelitian ini adalah kualitas air yaitu: suhu, pH, oksigen terlarut, dan amoniak. Pengukuran kualitas air dilakukan seminggu sekali selama penelitian.
3.6  Analisis Data
Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan uji keadtifan model, uji kesamaan ragam dan uji sebaran data. Selanjutnya dilakukan analisis ragam berdasarkan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika nilai F hitung menunjukkan ada pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji nyata dua nilai tengah perlakuan dengan menggunakan Uji Nnyata Beda Terkecil (BNT). Model matematik dari rancangan yang digunakan menurut Montgomery (2001) sebagai berikut:
Dimana:
yij                = respon pertumbuhan lobster ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i;
              =  nilai tengah populasi;
    =  pengaruh aditif dari perlakuan dosis cacing tanah ke-i;
    =  galat acak percobaan dari perlakuan dosis cacing tanah ke-i pada pengamatan berat lobster ke-j yang muncul secara acak, menyebar normal dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam sebesar σ2 atau j~NI(μ=0,σ2);
i           = perlakuan (A, B, C);
j           = ulangan (1, 2, 3, 4,5,6).
DAFTAR PUSTAKA
Budiardi, T., Irawan, D.Y., dan D. Wahjuningrum. (2008). Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Lobster Capit Merah (Cherax quadricarinatus) Dipelihara Pada Sistem Resirkulasi Dengan Kepadatan Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(2):109-114.

Darmansah, A.M. 2011. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Lobster Air
Tawar (Cherax quadricarinatus) Pada Pendederan Di Dalam Bak Dengan Padat Penebaran 100 Hingga 175 Ekor/m2.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan.Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Gaspersz, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan (untuk Imu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik, dan Biologi). CV. Armico, Bandung

Hakim, R.R. 2007. Penambahan Kalsium Pada Pakan untuk Meningkatkan Frekuensi Molting Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Hastuti, D.S. 2006. Pengaruh Jenis Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan  Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Protein. Vol. 13(1): 95-102.
http//lobsterairtawar.html. Diakses tanggal 12 Mei 2013.

http://klasifikasi-dan-anatomi-udang-vaname.html.  Diakses tanggal 16 Mei 2013.

Kakam, Y., L. Sulmartiwi., dan A.M. Al-arif. 2008. Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Rasio Konversi Pakan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Dengan Sistem Botol. Berkala Ilmiah Perikanan. Vol 3(1): 41-47.

Manurung., I.D.L. 2006. Pengaruh Posisi Shelter Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Montgomery, D.C.2001.  Desaign and Analisys of Experiment.  John Wiley and Sons, INC. Arizona State University. New york.
Mubarok, A dan L. Zalizar. 2003. Budidaya Cacing Tanah Sebagai Usaha Alternatif Di Masa Krisis Ekonomi. Jurnal Dedikasi. Vol 1(1): 129-135.

Nurhayati, U., Mulyadi., I. Putra. 2012. Growth and Survival Rate of Silais Fish (Ompok hypopthalmus) with Different Stocking Density Combining with Crayfish (Cherax albertisii). Skripsi. Riau University.

Tanribali. 2007. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Pada Sistem Resirkulasi Dengan Padat Penebaran dan Rasio Shelter Yang Berbeda.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Tampubolon, R.R. 2011. Produksi Benih Dari Induk Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Dengan Bobot Yang Berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.