I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lobster
air tawar (Cherax quadricarinatus)
merupakan organisme yang hidup di air tawar
yang memiliki nilai ekonomis. Cherax
quadricarinatus ini biasa juga dikenal dengan sebutan redclaw
karena memiliki capit berwarna merah. Selain dimanfaatkan untuk konsumsi,
lobster air tawar biasa juga digunakan sebagai lobster hias dikarenakan
warnanya yang cerah seperti ikan hias pada umumnya, sehingga tidak jarang orang
menjadikan lobster air tawar sebagai koleksi lobster hias.
Untuk
meningkatkan produksi lobster air tawar seiring meningkatnya permintaan pasar,
perlu diadakan budidaya lobster air tawar. Untuk menunjang kegiatan budidaya
tersebut harus memperhatikan faktor-faktor penting untuk keberhasilan budidaya. Faktor-faktor tersebut yakni kondisi
lingkungan budidaya, pakan, dan kualitas air. Ketiga faktor tersebut merupakan
faktor utama pendukung keberhasilan budidaya lobster air tawar. Khususnya
pakan, harus memperhatikan kandungan protein dalam pakan. Cacing tanah
merupakan salah satu dari berbagai jenis pakan alami yang memiliki kandungan
protein tinggi. Berkenaan dengan hal
tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang pemberian cacing tanah
(Lumbricus rubellus) dosis berbeda
terhadap pertumbuhan dan sintasan juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) untuk mengetahui
pada perlakuan mana lobster air tawar memperlihatkan pertumbuhan yang maksimal.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
pertumbuhan dan sintasan juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dengan pemberian cacing tanah dalam dosis
yang berbeda. Kegunaan penelitian untuk menambah wawasan mahasiswa dan sebagai
bahan informasi bagi pembudidaya, mengenai dosis cacing tanah yang optimal, untuk
menunjang pertumbuhan lobster air tawar.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lobster Air Tawar
Berdasarkan Holthuis dan
Merrick dalam Tanribali (2007), klasifikasi
lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)
sebagai berikut:
Filum: Arthropoda
Kelas: Crustacea
Ordo: Decapoda
Famili: Parastacidae
Genus: Cherax
Spesies: Cherax quadricarinatus
Gambar 1. Morfologi Lobster Air Tawar (Sumber:http//lobsterairtawar.html).
Secara umum Cherax quadricarinatus atau redclaw memiliki ciri-ciri morfologi
tubuh dibagi yang terdiri atas dua bagian, yakni kepala (cephalothorax) dan badan (abdomen). Antara kepala bagian depan dan belakang
dikenal dengan nama subcephalothorax.
Cangkang yang menutupi kepala disebut karapas; karapas berperan dalam
melindungi organ tubuh, otak, insang, hati, dan lambung. Karapas mengandung zat kitin dan merupakan
nitrogen polisakarida yang disekresikan oleh kulit epidermis dan dapat
mengelupas saat tejadi pergantian cangkang tubuh (molting). Ciri-ciri lainnya
adalah terdapat duri di sekeliling rostrum. Cephalothorax
maupun abdomen
terdiri atas segmen-segmen atau ruas-ruas. Segmentasi tidak terlihat dari luar
karena cephalotorax tertutup oleh
karapas. Bagian cephalotorax terdiri dari sepasang antena, sepasang antennula,
sepasang maksila, mandibula, maksilipedia, dan empat pasang kaki jalan (periopoda) sedangkan bagian abdomen
adalah enam pasang kaki renang (pleopoda),
dua pasang ekor kipas (uropoda) dan sebuah
telson.
Ciri-ciri
morfologi lobster air tawar capit merah adalah warna tubuhnya hijau kemerahan
dengan warna dasar bagian atas capit berupa garis merah tajam, terutama pada
induk jantan yang telah berumur lebih dari
tujuh bulan. Selain itu lobster memiliki duri-duri kecil yang terletak
diatas seluruh permukaan yang dilengkapi duri berwarna putih diatas permukaan
setiap segmen capit. Perbedaan lobster jantan dan betina terlihat dari letak
alat kelamin. Lubang genital pada betina terletak pada dasar kaki jalan ketiga,
sedangkan alat kelamin pada jantan berbentuk kerucut yang terletak pada dasar
kaki jalan kelima. Lobster air tawar bersifat omnivora dan memiliki sifat
kanibal (Sukmajaya dalam Tanribali, 2007).
Berdasarkan
siklus hidupnya pertumbuhan udang dibedakan menjadi beberapa fase, antara lain:
stadia naupli; pada fase ini pencernaannya belum sempurna, dan untuk kebutuhan
unsur hara dalam tubuhnya berasal dari cadangan makanan berupa kuning telur (yolksack), sehingga benih udang windu
membutuhkan makanan dari luar pada saat larva berukuran 0,32-0,58 mm. Stadia zoea; sekitar 2-3 hari setelah
menetas masuk pada fase zoea. Pada stadia ini larva sudah berukuran 1,06-3,30
mm dan cadangan makanan berupa kuning telur sudah mulai hilang. Waktu untuk
memasuki stadia berikutnya yaitu mysis sekitar 4-5 hari. Stadia mysis; secara
morfologi larva udang sudah menyerupai bentuk udang. Pada stadia ini sudah mulai diberikan pakan
alami yaitu fitoplankton dan zooplankton, pada saat ini ukuran larva sudah
mencapai 3,50 - 4,80 mm. Perubahan morfologi pada stadia ini terdiri dari 3
tahap yaitu mysis 1, mysis 2, mysis 3. Waktu pada fase ini adalah 3 - 4 hari. Stadia
post larva (PL); organ tubuh udang sudah lengkap dan organ tubuhnya sudah
berfungsi dengan baik. Pada saat menjadi post larva hitungan umum udang pada
post larva (PL), misalnya setelah 1 hari menjadi PL, maka disebut PL satu, dua
hari disebut PL dua dan seterusnya udang windu dapat mulai ditebar di tambak
setelah mencapai PL sembilan(http://klasifikasi-dan-anatomi-udang-vaname.html).
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Cacing Tanah
Menurut Mubarok dan Zalizar (2003), cacing
tanah memiliki klasifikasi dan identifikasi sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Order: Haplotaxida
Family: Lumbricidae
Genus: Lumbricus
Species: Lumbricus rubellus
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Order: Haplotaxida
Family: Lumbricidae
Genus: Lumbricus
Species: Lumbricus rubellus
Cacing tanah termasuk hewan tidak
bertulang belakang (avertebrata). Cacing tanah dimasukkan ke dalam filum Annelida
yang berarti cincin, karena tubuhnya tersusun atas segmen-segmen atau
cincin-cincin. Pada setiap segmennya, cacing tanah memiliki rambut yang keras
dan pendek dalam jumlah sedikit sehingga digolongkan ke dalam kelas Oligochaeta.
Lumbricus
rubellus, atau red wriggler memiliki warna kemerahan, dengan panjang berkisar
antara 7,5 -10 cm. Segmen berkisar antara 90-145 segmen, klitelium (penebalan
dari dinding tubuh cacing tanah) terletak pada segmen 27-32, berbentuk seperti
sadel. Pergerakannya kurang aktif bila dibandingkan dengan spesies dari pheritima, tubuhnya bulat namun agak
gepeng. Cacing tanah memiliki alat gerak yang dinamakan seta berbentuk seperti
rambut kasar, letaknya beraturan pada setiap segmen. Seta digerakkan oleh dua
berkas otot yaitu muskulus protaktor yang berfungsi untuk mendorong seta keluar
dan muskulus retraktor yang berfungsi menarik kembali seta ke dalam rongganya.
Kedua berkas muskulus ini melekat pada ujung seta (Minnich dalam Mubarok dan Zalizar, 2003).
Sistem pergerakan cacing tanah diatur
oleh susunan syaraf. Pusat susunan syaraf terletak di sebelah dorsal pharink
dalam segmen ketiga dan terdiri atas simpul sistem syaraf anterior (ganglion celebrale), simpul syaraf
vertikal dan serabut-serabut syaraf. Adanya ujung serabut syaraf di kulit,
rangsangan berupa getaran atau sinar dapat diterima oleh ujung syaraf untuk
kemudian disalurkan ke otak. Syaraf ini sangat sensitif terhadap cahaya, suhu,
getaran dan sentuhan. Sistem peredaran darah cacing tanah bersifat tertutup, dihubungkan
dengan pembuluh darah. Tubuh cacing tanah terdapat lima pasang organ kontraktil
yang berfungsi sebagai jantung serta terdapat pigmen hemoglobin di dalam plasma
darahnya.
Cacing tanah tidak mempunyai organ
khusus pernafasan. Cacing tanah bernafas dengan pembuluh kapiler di seluruh
jaringan kutikula dengan menghisap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Jika
kulit kering akan mengakibatkan kematian. Jika oksigen berlebihan tidak akan
berbahaya dan cacing tanah akan membentuk asam asetat, namun bila kekurangan
oksigen, maka cacing tanah tidak aktif atau lemah dan kulitnya menjadi gelap.
Cacing tanah merupakan binatang hermafrodit yang mempunyai kelamin ganda.
Cacing tanah berperan dalam menguraikan
bahan-bahan organik di dalam pengolahan limbah padat, sebagai penghasil pupuk
limbah organik, sebagai bahan baku sumber protein hewani (64-72%) dan asam
amino esensial untuk berbagai hal seperti bahan baku pembuatan pakan ternak,
ikan dan udang, serta bahan baku pembuatan obat-obatan dan kosmetik. Selain
protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh cacing tanah antara
lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%.
2.3 Pertumbuhan dan Sintasan Lobster Air Tawar
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau bobot
tubuh dalam suatu waktu yang dipengaruhi pakan tersedia, jumlah ikan yang mengkonsumsi
pakan, suhu, umur, dan ukuran ikan. Pertumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu
pertumbuhan kontinu dan pertumbuhan diskontinu.
Pertumbuhan kontinu adalah pertambahan panjang dan bobot dalam suatu
waktu secara berkesinambungan dan biasa terjadi pada ikan. Pertumbuhan diskontinu adalah pertambahan
panjang dan bobot tubuh yang terjadi secara berkala setelah molting umumnya
terjadi pada krustase (Effendi, 1979).
Pertumbuhan pada lobster juga ditandai
dengan bertambahnya panjang. Pertambahan panjang rata-rata pada lobster air tawar
yang diberi perlakuan dengan pakan berbeda mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya waktu pemeliharaan. Nilai pertambahan panjang yang diperoleh jika dikaitkan
dengan nilai pertambahan berat, maka terdapat kesesuaian antara pertambahan
panjang dan pertambahan berat (Kakam dkk. 2008).
Berdasarkan hasil
penelitian Hakim (2007), diketahui bahwa perlakuan pakan yang diberi tambahan
kalsium menghasilkan sintasan lobster yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan pakan tanpa penambahan kalsium.
2.4 Padat Penebaran
Berdasarkan hasil penelitian Budiardi dkk. (2008), pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang
dipelihara pada sistem resirkulasi dengan kepadatan 20, 30, 40 dan 50 ekor/m2
tidak memberikan pengaruh nyata dari setiap perlakuan. Berdasarkan penelitian
ini, dapat disimpulkan bahwa padat penebaran yang dapat memberikan hasil
maksimum adalah 50 ekor/m2. Peningkatan padat penebaran menyebabkan laju
pertumbuhan bobot harian dan laju pertumbuhan panjang harian menurun. Semakin
tinggi padat penebaran, maka nilai efisiensi pakan semakin rendah. Lobster akan
tumbuh dan berkembang dengan optimal dalam lingkungan yang baik serta
nutrisinya tercukupi. Lobster membutuhkan energi yang berasal dari pakan untuk
bergerak, mencari dan mencerna makan, dan pertumbuhan. Semakin banyak energi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut maka semakin banyak pula jumlah pakan yang akan
dikonsumsi. Pada kepadatan yang lebih rendah lobster dapat memanfaatkan pakan
secara lebih efisien dibandingkan dengan lobster pada kepadatan yang tinggi.
Keadaan tersebut dikarenakan persaingan pakan yang terjadi cenderung lebih
rendah.
Lobster air tawar juga dapat dipelihara secara polikultur bersama
ikan. Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati dkk. (2012), yang memelihara
lobster air tawar dengan ikan selais, diketahui bahwa padat penebaran 15 ekor
ikan selais dan 5 ekor lobster air tawar memberikan hasil tertinggi terhadap
pertumbuhan dan sintasan lobster air tawar. Semakin besar kepadatan lobster
maka akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu. Pada kepadatan yang rendah,
lobster mempunyai kemampuan memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan pada
kepadatan yang tinggi. Ruang gerak juga merupakan faktor luar yang mempengaruhi
laju pertumbuhan. Adanya ruang gerak yang cukup luas, lobster dapat bergerak
dan memanfaatkan pakan secara maksimal.
Pengaruh padat
penebaran yang berbeda pada setiap perlakuan berpengaruh terhadap keragaman
ukuran yang dihasilkan. Pada budidaya
lobster dengan kepadatan yang cukup tinggi (intensif), peningkatan padat
penebaran akan diikuti dengan meningkatnya kebutuhan pakan, oksigen, dan
kotoran (metabolit dan sisa pakan). Padat penebaran lobster yang tinggi akan
mengakibatkan penurunan kualitas air, persaingan makanan, dan persaingan tempat
perlindungan (shelter). Pengelolaan kualitas air yang dilakukan dengan
melakukan penyifonan dan pergantian air serta keberadaan aerasi untuk
mempertahankan kandungan oksigen terlarut cukuf efektif untuk mempertahankan
kualitas air dalam kisaran yang masih bisa ditoleransi oleh lobster untuk hidup
dan tumbuh (Darmansah, 2011)
2.5 Pemberian Pakan
Menurut Darmansah (2011), kombinasi
pakan yang terdiri dari pellet, cacing
sutera, dan wortel dengan dosis pemberian pakan cacing sutera 15%
dan wortel 15% dari berat tubuh lobster, cukup efektif
dalam meningkatkan pertumbuhan lobster. Pellet yang digunakan adalah pellet
komersil yang kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu 40%. Menurut
Sukmajaya dalam Darmansah (2011), standar kandungan protein dalam pakan yang
diberikan pada lobster air tawar memiliki nilai optimal 35-40%. Cacing sutera diketahui
memiliki kandungan nutrisi penting seperti vitamin, karbohidrat, lemak dan
protein sekitar 50 sampai 60%. Dengan kandungan nutrisi demikian, cacing sutera
tergolong pakan alami yang baik sebagai sumber pakan lobster air tawar (Anonim dalam Darmansah, 2011). Menurut Marian
dan Pandian dalam Darmansah (2011),
cacing sutera merupakan salah satu pakan alami yang paling baik untuk
ikan, udang, dan katak. Oleh karena itu
lobster yang diberi pakan cacing sutera tumbuh dengan cepat.
Hastuti (2006), menyatakan
bahwa pemberian pakan berbeda yaitu pellet udang dengan kandungan protein 30%,
dan pakan hasil formulasi 4% dari
biomassa pada masing-masing akuarium dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali
sehari yaitu pada pukul 06.00, pukul
12.00 dan pukul 18.00 memberikan hasil yang cukup baik pada pertumbuhan lobster
air tawar. Pemberian pakan sebanyak 5% dari biomassa dengan penambahan kalsium
sebanyak 2% diketahui dapat meningkatkan frekuensi molting lobster air tawar.
Hal ini ditunjukkan dengan perlakuan penambahan kalsium 2% memiliki frekuensi
molting tertinggi, yaitu 1,47 kali/ekor. Penambahan kalsium pada pakan juga memberikan
pengaruh yang positif pada sintasan dan pertumbuhan lobster air tawar (Hakim, 2007).
2.6 Kualitas Air
Berdasarkan hasil penelitian
Manurung (2006), kualitas air selama penelitian berlangsung antara lain suhu
berkisar 26-27,5°C; DO; 3,47-6,58, pH; 6,60-8,36°C, alkalinitas; 7,77 hingga
27,19, kesadahan;10,01-100,10 mg/l, dan kadar amoniak total; 0,04-0,09 mg/l.
Nilai tersebut berada dalam kisaran yang normal untuk menunjang pertumbuhan
lobster air tawar.
Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2011), diketahui
kualitas air
selama pemeliharaan juvenil lobster air tawar berada dalam kisaran yang masih
bisa ditoleransi oleh lobster untuk tumbuh dan hidup. Kisaran suhu berada
antara 25,5-28,30C. Selama pemeliharaan benih lobster air tawar
kadar oksigen media pemeliharaan berada pada kisaran 4,6-6,7 ppm, meskipun
selama pemeliharaan terdapat kondisi oksigen terlarut di bawah optimal namun
masih normal dan dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih
lobster air tawar. Pergantian air dan pemberian aerasi selama pemeliharaan
dapat menjaga kadar oksigen di dalam air. Kadar alkalinitas selama pemeliharaan
benih lobster air tawar berada pada kisaran 32-52 mg/l CaCO3. Kadar alkalinitas tersebut
berfungsi sebagai penyangga pH media pemeliharaan, yang berada pada kisaran
antara 6,7-7,6. Selama pemeliharaan pH air cenderung menurun yang dipengaruhi
oleh kondisi cuaca yaitu sering terjadi hujan. Air hujan mempengaruhi pH air
sumur sebagai sumber air pemeliharaan benih lobster air tawar, namun kisaran pH
air selama pemeliharaan masih dapat mendukung kelangsungan hidup dan
pertumbuhan. Selama pemeliharaan kadar
amoniak berada pada kisaran 0,0016-0,0097 mg/l. Kadar amoniak cendrung meningkat
hingga akhir pemeliharaan, tetapi masih berada dalam batas toleransi benih.
Dalam kegiatan budidaya,
kualitas air merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan suatu
usaha budidaya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hastuti
(2006), terlihat bahwa kualitas air pada masing-masing perlakuan mengalami
penurunan dengan bertambahnya waktu pemeliharaan, walaupun penurunan tersebut
masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan lobster. Suhu media pemeliharaan
lobster pada sistem resirkulasi ini berada pada kisaran 25-27ºC. Selama pemeliharaan,
nilai pH media berkisar antara 7,51-8.
Nilai kesadahan total
dan alkalinitas selama pemeliharaan berkisar antara 24,4-41,9 mg/l CaCO3 dan
22,5-42,9 mg/l CaCO3. Kandungan oksigen
terlarut dalam wadah pemeliharaan lobster berkisar antara 4,3 dan 7,2 mg/l.
Secara umum dari percobaan dapat dilihat bahwa konsentrasi oksigen di dalam
media pemeliharaan masih layak dan dapat mendukung kehidupan lobster. Penggunaan
sistem resirkulasi, aliran air serta aerasi dapat menambah suplai oksigen.
2.7 Hipotesis
Pemberian
cacing tanah (Lumbricus rubellus) 20%
memberikan pengaruh pertumbuhan dan sintasan juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang lebih
tinggi.
III. METODE
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013. Tempat pelaksanaan di
Laboratorium Budidaya Perairan, Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan dan
Perikanan, Universitas Tadulako.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang akan digunakan dalam
penelitian yaitu juvenil lobster air tawar (Cherax
quaricarinatus) sebanyak 180 ekor. Benih yang akan digunakan berasal dari
Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep,
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Air tawar sebagai media pemeliharaan dan
cacing tanah (Lumbricus rubellus)
sebagai pakan lobster air tawar. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian
yakni baskom volume 45 l, pipa paralon sebagai tempat perlindungan (shelter) lobster, aerator, alat pengukur
kualitas air, termometer, DO meter, pH meter, alat uji amoniak calorimeter, timbangan
digital, mistar ukuran 30 cm.
3.3 Prosedur Penelitian
Hal pertama yang akan dilakukan
adalah persiapan wadah pemeliharan lobster air tawar yaitu baskom. Baskom diatur
sesuai dengan rancangan penelitian yang digunakan. Baskom diisi air setinggi 20
cm. Sebelum benih diletakkan dalam baskom terlebih dahulu akan diaklimatisasi selama 4 hari agar ketahanan
benih pulih kembali. Setelah proses aklimatisasi, barulah lobster dipindahkan
ke dalam wadah pemeliharaan dengan padat penebaran setiap wadah sebanyak 10
ekor untuk mengurangi terjadinya persaingan makanan dan sifat kanibal lobster. Dalam pemeliharaan kurang lebih selama 1
bulan, lobster air tawar akan diberi pakan alami cacing tanah dengan perlakuan
dosis yang berbeda. Selama penelitian akan dilakukan pengukuran bobot tubuh
lobster setiap minggunya.
3.4 Perlakuan dan Rancanagan
Percobaan
Penelitian
menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan masing-masing 6 ulangan. Adapun perlakuan yang dimaksud sebagai berikut:
Perlakuan A = Pemberian
cacing tanah dengan dosis 10% dari biomassa
Perlakuan B = Pemberian
cacing tanah dengan dosis 20% dari biomassa
Perlakuan C = Pemberian
cacing tanah dengan dosis 30% dari biomassa
3.5 Peubah yang Diamati
Parameter uji utama pada penelitian ini adalah
pertumbuhan juvenil lobster air tawar (pertambuhan bobot). Pengukuran bobot
tubuh dilakukan setiap minggu selama penelitian. Perhitungan pertumbuhan menggunakan
rumus yang dikemukakan oleh Hariati dalam
Kakam dkk. (2008):
1. Pertumbuhan mutlak
G
=
o
Keterangan:
G =
pertumbuhan;
Wt = bobot rata-rata pada waktu ke-t (g);
Wo = bobot
rata-rata awal (g);
t = waktu (hari).
2. Sintasan
Sintasan dihitung
menggunakan rumus (Effendi (1997):
Keterangan:
SR= tingkat kelangsungan hidup (%);
Nt = jumlah lobster
pada akhir penelitian;
N0 = jumlah lobster
pada awal penelitian.
Parameter uji penunjang pada penelitian
ini adalah kualitas air yaitu: suhu, pH, oksigen terlarut, dan amoniak. Pengukuran
kualitas air dilakukan seminggu sekali selama penelitian.
3.6 Analisis
Data
Data yang diperoleh
terlebih dahulu dilakukan uji keadtifan model, uji kesamaan ragam dan uji
sebaran data. Selanjutnya dilakukan analisis ragam berdasarkan desain Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Jika nilai F hitung menunjukkan ada pengaruh perlakuan,
maka dilanjutkan dengan uji nyata dua nilai tengah perlakuan dengan menggunakan
Uji Nnyata Beda Terkecil (BNT). Model matematik dari rancangan yang digunakan
menurut Montgomery (2001) sebagai berikut:
Dimana:
yij = respon pertumbuhan lobster
ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i;
=
nilai tengah populasi;
= pengaruh aditif dari perlakuan dosis cacing
tanah ke-i;
= galat acak percobaan dari perlakuan dosis
cacing tanah ke-i pada pengamatan berat lobster ke-j yang muncul secara acak, menyebar normal dengan nilai tengah sama dengan
nol dan ragam sebesar σ2 atau j~NI(μ=0,σ2);
i
= perlakuan (A, B, C);
j
= ulangan (1, 2, 3, 4,5,6).
DAFTAR PUSTAKA
Budiardi, T., Irawan, D.Y., dan D. Wahjuningrum.
(2008). Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Lobster Capit Merah (Cherax quadricarinatus) Dipelihara
Pada Sistem Resirkulasi Dengan Kepadatan Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur
Indonesia. 7(2):109-114.
Darmansah, A.M. 2011. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Lobster Air
Tawar (Cherax
quadricarinatus) Pada Pendederan Di Dalam Bak Dengan Padat Penebaran
100 Hingga 175 Ekor/m2.Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Effendie, M.I. 1979. Metode
Biologi Perikanan.Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Gaspersz,
V., 1991. Metode Perancangan Percobaan (untuk Imu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu
Teknik, dan Biologi). CV. Armico, Bandung
Hakim, R.R. 2007. Penambahan Kalsium Pada Pakan
untuk Meningkatkan Frekuensi Molting Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Hastuti, D.S. 2006. Pengaruh Jenis Pakan Yang
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan
Lobster Air Tawar (Cherax
quadricarinatus). Jurnal Protein. Vol. 13(1): 95-102.
http//lobsterairtawar.html.
Diakses tanggal 12 Mei 2013.
http://klasifikasi-dan-anatomi-udang-vaname.html. Diakses tanggal 16 Mei 2013.
Kakam, Y.,
L. Sulmartiwi., dan A.M. Al-arif. 2008.
Pemberian Pakan Yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Dan Rasio Konversi Pakan Lobster Air Tawar (Cherax
quadricarinatus) Dengan Sistem Botol. Berkala Ilmiah Perikanan. Vol 3(1): 41-47.
Manurung., I.D.L. 2006. Pengaruh Posisi Shelter
Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.
Montgomery, D.C.2001. Desaign and Analisys of Experiment. John Wiley and Sons, INC. Arizona State
University. New york.
Mubarok,
A dan L. Zalizar. 2003. Budidaya Cacing Tanah
Sebagai Usaha Alternatif Di Masa Krisis Ekonomi. Jurnal Dedikasi. Vol 1(1): 129-135.
Nurhayati,
U., Mulyadi., I. Putra. 2012. Growth and
Survival Rate of Silais Fish (Ompok hypopthalmus) with Different Stocking Density Combining with Crayfish (Cherax
albertisii). Skripsi. Riau
University.
Tanribali.
2007. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Pada Sistem Resirkulasi Dengan Padat
Penebaran dan Rasio Shelter Yang Berbeda.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Tampubolon, R.R. 2011. Produksi Benih
Dari Induk Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Dengan
Bobot Yang Berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar