I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ikan mas (Cyprinus carpio L.) merupakan salah satu
jenis ikan air tawar yang memiliki daerah penyebaran yang merata di Indonesia. Jenis
ikan ini banyak dikenal dan digemari oleh masyarakat. Kandungan proteinnya
cukup tinggi sehingga ikan mas ini terus berkembang pesat dari waktu ke waktu.
Pembudidayaan ikan mas
terus dikembangkan secara monokultur ataupun polikultur dengan teknik dan wadah
yang berbeda. Selain itu dalam budidaya perikanan yang bersifat komersial
dilakukan pengelolaan secara intensif baik dalam penyediaan benih, pakan maupun
dalam proses pemeliharaannya sehingga dapat meningkatkan produksi ikan.
Faktor penting dalam
budidaya ikan mas adalah tersedianya pakan dalam jumlah cukup, tepat waktu, dan
bernilai gizi tinggi. Namun, yang menjadi permasalahan adalah bahwa penyediaan
pakan buatan ini memerlukan biaya yang relatif tinggi yang dapat mencapai 60 - 70%
biaya produksi untuk sistem budidaya intensif. Pakan ini juga akan mempengaruhi
penyediaan benih ikan mas yang tepat dalam jumlah dan berkualitas baik, yang
menjadi faktor utama untuk menjamin kelangsungan usaha pembesaran ikan sampai
mencapai ukuran konsumsi.
Tingginya
harga pakan menyebabkan pembudidaya menjadi kesulitan untuk memperoleh
keuntungan, oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk mencari bahan pakan
alternatif yang murah tetapi tetap berkualitas. Peluang yang ada adalah melalui
pemanfaatan limbah pertanian yang banyak tersedia. Salah satu bahan baku
lokal yang ada di Sulawesi Tengah yaitu kulit
pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica) sebagai bahan tambahan untuk
formulasi pakan ikan. Kulit pisang
merupakan salah satu limbah perkebunanan yang memiliki potensi menjadi bahan
pakan alternatif pengganti dedak dan tepung jagung. Selain menjadi limbah industri,
pengolahan kulit pisang juga merupakan
limbah rumah tangga apabila dibuang sembarangan akan mengotori lingkungan
sekitar.
Menurut Udjianto
(2003), Iimbah kulit pisang berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak
melalui bioproses fermentasi. Setelah melalui bioproses fermentasi menggunakan
probiotik, nutrien limbah kulit pisang dapat ditingkatkan nilai gizinya dan
layak untuk diberikan pada ternak. Selain dapat digunakan sebagai pakan ternak,
kulit pisang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk formulasi pakan
ikan.
Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian pertumbuhan ikan mas (C. carpio) yang di beri pakan berbasis
tepung kulit pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica).
1.2
Tujuan
dan Kegunaan
Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan ikan mas (C.carpio) yang diberikan pakan dari hasil pemanfaatan kulit pisang
kepok (Musa Paradisiaca formatypica). Kegunaan penelitian ini yaitu
sebagai bahan informasi mahasiswa dan pembudidaya dalam kegiatan pembuatan
pakan, untuk pertumbuhan ikan mas yang diberi pakan dengan memanfaatkan tepung
kulit pisang kepok .
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi
dan Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Menurut
Khairuman (2008), ikan mas
diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio L.
Gambar 1. Ikan mas (Cyprinus carpio)
Ikan mas (Cyprinus carpio) menyukai tempat hidup (habitat) berupa perairan
tawar yang airnya tidak terlalu dalam, seperti pinggiran sungai atau danau.
Ikan ini hidup dengan baik di daerah dengan ketinggian 150 – 160 meter. suhu air untuk tempat hidup ikan mas berkisar
antara 200 – 250 C dan pH air antara 7 – 8 (Khairuman dan
Amri, 2008).
Bentuk tubuh ikan mas agak memanjang
dan memipih tegak. Mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Di
bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat
gigi kerongkongan yang bersusun dari tiga baris gigi geraham. Hampir seluruh
bagian tubuh ikan mas ditutupi sisik, kecuali beberapa varietas memiliki
sedikit sisik. Ikan mas tergolong jenis
omnivora, karena ikan ini dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang
berasal dari tumbuhan dan binatang yang terdapat didasar perairan dan tepi
perairan.
2.2
Kebutuhan
Nutrisi untuk Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Pada
umumnya, ikan membutuhkan protein lebih banyak dari pada hewan-hewan ternak di
darat (unggas dan mamalia). Menurut Rochdianto dalam Ulfasari (2007), dalam pemeliharaan ikan agar cepat tumbuh
ikan harus selalu diberikan pakan yang bergizi tinggi dengan kandungan protein
di atas 20%. Litbang Deptan (1989) dalam Kordi (2004), ikan mas yang dipelihara
secara intensif membutuhkan pakan dengan kadar protein 30 - 40%, lemak sebanyak
6 - 8%, karbohidrat 20%, vitamin 0,5 -
10% dan mineral 0,25 - 0,5%.
2.3
Pertumbuhan
dan Kelangsungan Hidup
Effendie (1979), menyatakan bahwa
pertumbuhan ialah perubahan ukuran baik panjang maupun berat dalam waktu
tertentu. Pertumbuhan dalam individu berarti pertambahan jaringan akibat dari
pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input
energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Bahan yang berasal
dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan,
produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang
tidak terpakai. Bahan-bahan yang tidak berguna akan dikeluarkan dari tubuh dan
apabila terdapat bahan berlebih dari keperluan tersebut diatas akan dibuat sel
baru sebagai penambahan unit atau penggantian sel dari bagian tubuh. Secara
keseluruhan hasilnya merupakan perubahan ukuran.
Pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi
oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan serta kondisi lingkungan hidupnya.
Jika pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi dan kondisi
lingkungan mendukung dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan akan menjadi cepat
sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila pakan yang diberikan
berkualitas rendah, jumlahnya tidak mencukupi dan kondisi lingkungan tidak
mendukung dapat dipastikan pertumbuhan ikan akan terhambat (Khairuman dan Amri,
2002).
Pakan merupakan unsur terpenting
dalam menunjang kelangsungan hidup ikan. Ikan yang dibudidayakan baik secara
semi intensif maupun intensif, mengandalkan suplai pakan yang diberikan. Hal
tersebut sangat berbeda dengan ikan yang dibudidayakan secara tradisional atau
yang hidup bebas dialam yang hanya memanfaatkan pakan yang tersedia secara
alami.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa pertumbuhan
dan tingkat kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan secara intensif maupun
semi intensif jauh lebih tinggi daripada ikan yang dibudidayakan secara
tradisional (Khairuman dan Amri, 2002).
2.4
Pakan
Pakan merupakan salah
satu faktor lingkungan yang sangat berperan dalam upaya pengembangan suatu
jenis ikan. Kesesuaian jenis pakan sangat mempengaruhi suatu organisme untuk
dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang (Triyanto dan Djamhuriyah, 2006).
Ikan atau biota
budidaya lainnya membutuhkan pakan tidak hanya untuk hidup, tetapi berbagai
aktivitas lainnya, seperti berenang, memelihara jaringan tubuh, kekebalan,
berkembang biak dan lain-lain. Sementara pada budidaya ikan intensif yang
menerapkan padat penebaran tinggi, pemberian pakan tidak hanya dimaksudkan
untuk menyediakan energi untuk aktivitas ikan tetapi juga memacu pertumbuhan
ikan (Ghufran dan Kordi, 2007).
Menurut Tatang Kusnadi
dan Bani (2007), pakan yang berkualitas akan membantu meningkatkan pertumbuhan,
produksi dan reproduksi ikan. Ikan membutuhkan zat gizi tertentu untuk
kehidupannya, zat gizi tersebut akan digunakan untuk menghasilkan tenaga, mengganti
sel-sel tubuh yang rusak dan juga untuk pertumbuhan. Zat-zat gizi yang
dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air
(Mudjiman, 1994).
Khairuman
dkk. (2002), menyatakan bahwa pakan tambahan harus diberikan setiap hari untuk
mempercepat proses pertumbuhan benih ikan. Ikan mas ukuran 3 - 5 cm memerlukan
pakan berupa pellet dalam bentuk tepung atau pellet yang dibasahi air dengan
jumlah makanan yang diberikan sebanyak 3 - 5% per hari dari berat badan ikan
yang dipelihara, sedangkan menurut Cahyono (2000), ikan mas umur 7 - 30 hari
dan 1 - 4 bulan diberi pakan berupa pellet sebanyak 5% perhari dari berat badan
ikan yang dipelihara.
2.4.1
Pisang
Kepok (Musa paradisiaca formatypica )
Menurut
Tjitrosoepomo dalam Arifin (2011), klasifikasi pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica) sebagai berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo :
Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus :
Musa
Spesies : Musa paradisiaca formatypica
Gambar
2. Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica).
Limbah kulit pisang
masih belum mendapatkan penanganan yang cukup karena pada limbah kulit pisang
masih mengandung pati, protein dan serat yang cukup tinggi. Masalah yang sering
dihadapi pada industri kimia adalah pemanfaatan bahan-bahan tidak berguna yang
murah menjadi bahan-bahan yang lebih berguna dan bernilai tinggi. Proses
pengolahan buah pisang seperti disebutkan diatas tentunya terdapat limbah kulit
pisang. Masyarakat pedesaan memanfaatkan kulit pisang sebagai pakan ternak. Padahal
kulit pisang mengandung 18,90% karbohidrat (Retno,2008).
Buah pisang banyak
mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya. Pisang mempunyai kandungan
khrom yang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lipid. Khrom bersama
dengan insulin memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel. Umumnya masyarakat
hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit pisang begitu saja. Akan tetapi,
di dalam kulit pisang ternyata terdapat vitamin C, B, kalsium, protein dan juga lemak
yang cukup (Sulffahri, 2008).
Menurut Effendi (2007),
kulit pisang dapat diolah menjadi tepung dan juga selai. Dengan demikian, kulit
pisang yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak atau limbah rumah tangga
ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan selai. Selain itu, kenaikan
harga bahan baku pakan, seperti jagung, maka dibutuhkan bahan yang dapat
disubtitusi untuk menurunkan biaya pakan. Adanya substitusi sebagian tepung
jagung dengan limbah kulit pisang akan dapat mengurangi biaya pakan dan juga
berpengaruh dengan biaya produksi yang dikeluarkan pembudidaya. Pada beberapa
penelitian menunjukkan pemberian pakan buatan yang mengandung tepung kulit
pisang dapat meningkatkan produksi ayam kampung dilihat dari pertambahan berat
badan, konsumsi pakan, konversi pakan dan berat organ pencernaan.
Kandungan
nutrisi kulit pisang kepok tertera pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kandungan
nutrisi kulit pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica)
Komponen
|
Presentase
(%)
|
Lemak
Protein
Serat
kasar
Karbohidrat
Abu
BETN
|
11,80
7,08
8,34
18,50
9,66
63,1
|
Sumber: Sutardi (1981)
2.4.2
Tepung
darah
Darah ternak merupakan limbah dari
rumah tangga pemotongan hewan/ternak. Limbah ini dapat diolah menjadi tepung
darah dan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan udang dan ikan, karena
mengandung nutrisi yang cukup tinggi (Kordi, 2009).
Tabel 2. Kandungan nutrisi tepung darah
Komponen
|
Presentase (%)
|
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Air
Abu
|
93,00
1,40
-
1,10
-
7,10
|
Sumber: Kordi
(2007)
2.4.3
Tepung
Keong Emas
Keong emas adalah siput air tawar
yang banyak ditemukan di sekitar persawahan/perkolaman. Tepung keong emas dapat digunakan hingga 30% dalam pakan untuk
mensubtitusi penggunaan tepung ikan sebagai sumber protein. Sebelum digunakan
keong emas terlebih dahulu diolah menjadi tepung (Sahwan, 2003).
Kandung nutrisi keong mas tertera pada Tabel 3
berikut:
Tabel 3. Kandungan nutrisi keong emas
No
|
Komponen
|
Presentase
(%)
|
1
2
3
4
5
6
|
Protein
Karbohidrat
Lemak
Air
Abu
Serat
kasar
|
57,76
0,68
14,62
11,05
15,3
5,50
|
Sumber : Kordi, (2007).
2.4.4
Tepung
Terigu
Menurut
Kordi (2007), bahwa tepung terigu berasal dari hasil olahan biji gandum. Selain
sebagai sumber energi dalam pakan ikan, tepung terigu juga berguna sebagai
bahan perekat sehingga pakan yang dihasilkan mempunyai tekstur yang baik dan
tahan lama di dalam air. Kandungan
nutrisi tepung terigu tertera pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Kandungan nutrisi tepung terigu
No
|
Komponen
|
Presentase
(%)
|
1
2
3
4
5
6
|
Protein
Karbohidrat
Lemak
Air
Abu
Serat
kasar
|
8,9
77,3
1,3
12
0,58
-
|
Sumber : Mudjiman (2007)
2.5
Hipotesis
Pemanfaatan
kulit pisang kepok sebagai pakan dengan kadar protein yang berbeda berpengaruh
terhadap pertumbuhan ikan mas.
III.
MATERI
DAN METODE PENELITIAN
3.1
Waktu
dan Tempat
Penelitian ini akan
dilaksanakan 2 bulan dimulai bulan Februari 2012 sampai dengan April 2013. Penelitian
bertempat di Laboratorium budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu.
3.2
Materi
Penelitian
3.2.1
Organisme
Uji
Organisme
uji yang akan digunakan yaitu ikan mas (C.
carpio) yang diperoleh dari Unit Pembenihan Dinas Pertanian, Peternakan dan
Perikanan, Desa Mpanau. Benih yang digunakan berukuran 5-8 cm dengan padat
penebaran 10 ekor per wadah.
3.2.2
Peralatan
Penelitian
Peralatan yang akan
digunakan selama penelitian adalah akuarium berukuran 40x30x40 cm sebanyak 18
buah, thermometer, DO meter, seser atau scoopnet, ember, blower, selang, batu aerasi,
gilingan dan timbangan.
3.2.3
Bahan
Penelitian
Bahan yang digunakan dalam
penelitian adalah tepung kulit pisang kepok, tepung darah, tepung terigu dan
tepung keong mas.
3.3
Prosedur
Penelitian
3.3.1
Pembuatan
pakan
Pada penelitian ini, pakan dibuat
dengan berbasis pada bahan baku lokal dan tersedia di alam. Bahan pakan buatan bersumber dari bahan baku
nabati dan bahan baku hewani. Bahan baku nabati atau sering disebut protein
basal yaitu kandungan protein <20% bersumber dari tepung kulit pisang, dedak
halus, sedangkan sumber bahan baku hewani atau sering disebut protein suplemen
yaitu kandungan proteinnya >20% yaitu keong emas dan tepung darah ternak.
Prosedur kerja yang digunakan pada penelitian
kali ini adalah sebagai berikut :
1. Kulit
pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica) yang sudah matang kemudian
dikeringkan sehingga kulit pisang tersebut mudah patah. Selanjutnya kulit
pisang yang sudah kering digiling sampai diperoleh tepung kulit pisang dan siap
digunakan sebagai bahan baku pellet.
2. Darah
ternak yang didapatkan dipemotongan hewan pertama-tama dikukus ± 30 menit,
kemudian dipotong-potong kecil, dijemur hingga kering, digiling menjadi tepung
dan siap digunakan untuk bahan baku pellet (Kordi, 2007).
3. Keong
emas yang banyak didapatkan dari sawah dan kolam yang bersifat hama digunakan
sebagai salah satu bahan baku pellet. Keong emas yang telah dikumpulkan direbus
selama 15 menit, kemudian dipecahkan cangkangnya untuk mengambil isinya,
setelah isinya didapatkan direbus kembali ± 20 menit, dipotong kecil-kecil,
dijemur hingga kering, digiling hingga menjadi tepung dan siap digunakan
sebagai bahan baku pellet (Kordi, 2007)
4. Menimbang
semua bahan baku pellet yang digunakan sesuai dengan ketentuannya
masing-masing.
5. Mencampur
semua bahan yang digunakan dalam satu wadah dengan menambahkan sedikit demi
sedikit air hingga bahan tersebut menjadi seperti adonan.
6. Adonan
pakan yang sudah jadi dicetak.
7. Pakan
yang telah selesai dicetak dijemur
setengah kering.
8.
Memotong pellet sesuai
dengan bukaan mulut benih ikan mas (C. carpio)
9. Pakan
yang selesai dipotong dijemur kembali hingga kering.
10. Pakan
yang sudah kering siap diberikan kepada benih ikan mas (C. carpio).
Pakan yang dibuat dengan kandungan
protein yang ditentukan dapat diperoleh dengan formulasi bahan baku yang
tertera pada Tabel 5 berikut:
Tabel
5. Bahan baku pakan yang digunakan dalam
penelitian
Bahan baku pangan
|
Bahan baku pakan yang
digunakan dalam penelitian
|
||
Pakan A 30%
|
Pakan B 35%
|
Pakan C 40%
|
|
Tepung terigu
|
16,83%
|
44,93%
|
39,37%
|
Tepung kulit pisang
|
50,50%
|
14,97%
|
13,12%
|
Tepung darah
|
16,33%
|
20,04%
|
23,74%
|
Tepung keong mas
|
16,33%
|
20,04%
|
23,74%
|
3.3.2
Pemberian
Pakan pada Organisme Uji
Pakan yang telah dicampur dengan tepung kulit pisang
sesuai dengan dosis perlakuan kemudian diberikan pada organisme uji. Menurut
Usni dan Cecep (2009), pakan pada pembesaran ikan mas (C. carpio) diberikan 3 - 5% dari bobot tubuh per hari. Pemberian
pakan secara at satiation berarti pemberian pakan lele sesuai dengan
daya tampung lambung dan tidak berlebih. Hal ini sesuai dengan Utomo (2005),
teknik at satiaton lebih efisien
pemberian pakannya. Pakan yang diberikan 3 kali per hari yaitu pagi, siang dan
sore.
3.4
Desain
Penelitian
Rancangan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian yang akan
dilaksanakan adalah memberikan perlakuan penambahan tepung kulit pisang kepok
dengan dosis yang berbeda pada pakan ikan mas sebanyak 3 perlakuan dan 6 ulangan
dengan demikian terdapat 18 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
Perlakuan A = Pemberian
pakan dengan kadar protein 30%
Perlakuan B = Pemberian
pakan dengan kadar protein 35%
Perlakuan C = Pemberian pakan dengan kadar
protein 40%
3.5
Variabel
yang Diamati
3.5.1
Pertambahan
Bobot Mutlak
Pengukuran
pertambahan bobot dilakukan secara periodik dari awal hingga akhir dengan
menimbang bobot biomassa organisme. Pengukuran bobot tubuh ikan mas dilakukan
seminggu sekali selama penelitian. Perhitungan pertambahan bobot menggunakan
rumus umum yaitu:
GR = Wt – Wo
Keterangan : GR
: pertambahan bobot (g/hr)
Wo : bobot rata-rata
pada awal penelitian (g)
Wt : bobot rata-rata pada akhir penelitian (g)
3.5.2
Kelangsungan
Hidup
Tingkat kelangsungan hidup ikan mas
dihitung dengan membandingkan antara jumlah ikan pada akhir dan jumlah ikan
pada awal penelitian. Dengan menggunakan rumus Effendie (1979) sebagai berikut:
S=
Keterangan:
S = Survival
Nt = Jumlah ikan pada akhir
penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan pada Awal Penelitian (ekor)
3.5.3
Konversi
Pakan
Nilai konversi pakan dihitung
dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Kordi (2010) yaitu:
FCR =
Keterangan :
FCR = Konversi pakan
F = Jumlah total pakan yang digunakan (gram)
Wt = Biomassa ikan uji pada akhir penelitian
(gram)
Wo =
Biomassa ikan uji pada awal penelitian (gram)
3.5.4 Kandungan Nutrisi
Pakan
Kandungan
nutrisi pakan sangat penting dalam pertumbuhan suatu organisme, sehingga
organisme dapat tumbuh dengan baik. Kandungan nutrisi pakan yang terdiri atas
serangkaian evaluasi secara fisik dan kimiawi.
3.5.4.1
Evaluasi Fisik
Pengujian
secara fisik untuk dapat mengetahui tekstur, bentuk dan lama kelarutan pakan
buatan yang memiliki kandungan protein berbeda, Evaluasi fisik meliputi tekstur
pakan, warna pakan dan waktu kelarutan dalam air.
3.5.4.2 Evaluasi Kimia
Pengujian secara kimiawi untuk
mengetahui kandungan protein dari pakan buatan (pakan A 30%, B 35% dan C 40%)
tersebut dengan menggunakan bahan baku yang sudah ditentukan.
3.5.4.3 Parameter Kualitas Air
Sebagai
data penunjang, dilakukan pengukuran kualitas air terhadap beberapa parameter
kualitas air. Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, derajat keasaman
(pH), oksigen terlarut dan amoniak sebagaimana yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter
Kualitas Air
No.
|
Parameter
|
Waktu
Pengamatan
|
Alat/Matode
Pengukuran
|
1.
2.
3.
4.
|
Suhu
Oksigen terlarut
pH
Amoniak
|
2 x sehari
Setiap minggu
Setiap minggu
Awal dan akhir penelitian
|
Thermometer
Metode titrasi
pH meter
Metode titrasi
|
3.6
Analisis
Data
Data yang diperoleh akan dianalisis
berdasarkan rancangan acak lengkap dengan model matematika menurut Gasperz (1994),
sebagai berikut:
Yij = µ + Ʈi
+ εij
Keterangan:
Y = Pengamatan
dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = Nilai
tengah populasi
Ʈi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij =
Galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = Perlakuan
(A, B, C)
j = Ulangan
(1, 2, 3, 4, 5, 6)
Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, maka akan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
DAFTAR
PUSTAKA
Arie.
U dan Muharam. C., 2009. Panen Ikan Mas 2,5 Bulan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Arifin.
S., 2011. Studi pembuatan Roti dengan Subtitusi Tepung Pisang Kepok (Musa paradisiaca formatypica). Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makasar.
Cahyono,
B., 2000. Budidaya ikan air tawar. Kanasius. Jakarta.
Dewati.
R., 2008. Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol. UPN
“Veteran” Jawa Timur. Surabaya.
Effendi,
H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jokjakarta.
Effendie,
M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendie,
M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustakan Nusatama, Yogyakarta.
Gasperz.
V., 1994. Metode perancangan percobaan
(Untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi). CV Armico. Bandung.
Khairuman
dan Amri, K., 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Khairuman
dan Amri K., 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Penerbit Kanisius.
Yogakarta.
Kordi.,
2004. Pakan Ikan. PT. Perca. Jakarta.
Kordi.,
2007. Meramu Pakan untuk Ikan Karnivor.
Aneka Ilmu. Semarang
Kordi
K., M. Gufran H. 2009. Budidaya perairan buku kedua. PT. Citra aditya bakti,
Bandung.
Kordi
K., M. Gufran H. 2010. Pakan udang. Akademuk, Jakarta.
Mudjiman,
A., 2002. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mudjiman,
A., 2006. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Machbubatul,
2008. Pembuatan kaldu dari kepala ikan tuna dengan cara hidrolisis asam (kajian
penambahan air dan pH). Fakultas teknologi pertanian. Universitas brawijaya,
Malang.
Rochdianto,
A., 2005. Budidaya Ikan di Jaring
Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sahwan,
F. 2003. Pakan ikan dan udang: Formulasi,
Pembuatan, Analisi ekonomi. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Triyanto dan Djamhuriyah. S. S., 2006. Pengaruh Perlakuan Jenis Pakan Berbeda Terhadap
Ikan Pelangi Marosatherina ladigesi Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, Vol.6, No.2
Udjianto,
A., 2003. Peluang Pemanfaatan Limbah
Pisang sebagai Pakan Ternak. Prosiding
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perternakan. Bogor.
Ulfasari,
2007., Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) yang di pelihara dalam
wadah terkontrol. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar