I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Rumput
laut mempunyai nilai ekonomis penting dan prospek di masa mendatang.
Pemanfaatan rumput laut sudah berkembang dari tahun 2700 sebelum masehi oleh orang-orang
Cina untuk membuat obat-obatan. Sedangkan pada tahun 1292, ketika orang-orang
Eropa pertama kali berlayar di perairan Indonesia, mereka mencatat bahwa
penduduk di pesisir pantai telah lama menggunakan alga sebagai sayuran. Namun
budidaya rumput laut baru berkembang di daerah Cina, Jepang dan Korea pada abad
20-an (Aslan, 1998).
Salah satu rumput laut yang banyak
dibudidayakan, di pertambakan adalah gracilaria sp. Rumput laut jenis
gracilaria ini, selain digunakan sebagai bahan agar juga dimanfaatkan sebagai
bahan makanan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan rumput laut, khusunya
gracilaria, Rumput laut ini banyak dibudidayakan melalui metode dasar, metode
lepas dasar dan metode apung di areal tambak (Aslan, 1999). Penggunaan Teknik
budidaya rumput laut ini disesuaikan dengan lokasi budidaya (Anggadireja,
2006).
Beberapa
kendala dijumpai dalam proses budidaya rumput laut di perairan tersebut antara
lain hama dan penyakit, (Supratno, 2009). Sulistyo (1988) menjelaskan bahwa
hama tanaman rumput laut merupakan organisme yang memangsa tanaman rumput laut.
Hama dapat menimbulkan kerusakan secara fisik pada tanaman budidaya, seperti;
tanaman terkelupas, patah atau habis dimakan sama sekali. Sedangkan penyakit
menurut Anggadireja (2006) adalah suatu gejala gangguan fungsi atau terjadinya
perubahan fisiologis pada tanaman. Sulistyo (1988) lebih lanjut menjelaskan
bahwa penyakit berpengaruh terhadap tingkat produktivitas hasil.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
hama apa saja yang menyerang budidaya rumput laut Gracilaria sp.
2.
penyakit apa saja yang menyerang budidaya Gracilaria sp.
3.
bagaimana cara menanggulangi hama dan penyakit pada
budidaya rumput laut gracilaria sp.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rumput Laut Gracilaria sp.
Rumput laut gracilaria sp merupakan jenis rumput
laut yang dapat di budidayakan di muara sungai maupun di tambak, meskipun
habitat awalnya berasal dari laut. Hal ini di karenakan tingkat
toleransi hidup yang ini sampai pada batas salinitas 15 per mil
Bahkan 10 per mil. Gracilaria sp. termasuk dalam kelas alga merah (Rhodophyceae)
menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut agar (Winarno
1996).
Klasifikasi Gracilaria menurut Anggadiredja
(2006) yaitu:
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Gracilariaceae
Genus : Glacilaria
Species : Glacilaria sp.
Gambar 1.
Rumput laut Gracilaria sp.
Ciri umum
dari Gracilaria sp. adalah mempunyai
bentuk thallus silindris atau gepeng
dengan percabangan mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun,
di atas percabangan umumnya bentuk thalli
(kerangka tubuh tanaman) agak mengecil, permukaannya halus atau
berbintil-bintil, diameter thallus
berkisar antara 0,5 – 2 mm. Panjang dapat mencapai 30 cm atau lebih dan Glacilaria tumbuh di rataan terumbu
karang dengan air jernih dan arus cukup dengan salinitas ideal berkisar 20-28
per mil (Anggadiredja, 2006).
2.2 Hama Dan Penyakit Rumput Laut Gracilaria sp.
A.
Hama Pada
Budidaya Gracilaria sp.
Hama
rumput laut umumnya adalah organisme laut/air payau yang memangsa rumput laut sehingga
akan menimbulkan kerusakan fisik terhadap thallus, dimana thallus akan mudah
terkelupas, patah ataupun habis dimakan hama (Sulistiyo, 1988). Menurut
Anggadireja (2006), Hama dibedakan berdasarkan ukuran besar kecilnya yaitu hama
mikro (micro grazer) dan hama makro (macro grazer).
1.
Hama Mikro
Hama
mikro yang menyerang rumput laut, berukuran panjang kurang dari 2 cm dan
melekat pada thallus. Menurut Doty (1987), hama mikro yang sering ditemukan
pada rumput laut adalah larva bulu babi (Tripneustus
sp.), larva teripang (Holothuria
sp). Selanjutnya dijelaskan bahwa larva bulu babi (Tripneustes sp.) bersifat planktonik, melayang-layang di dalam air
dan kemudian menempel pada tanaman rumput laut, sehingga larva bulu babi
menyebabkan tanaman gracilaria sp berwarna
kuning dan rusak. Larva teripang (Holothuria
sp.) yang menempel dan menetap pada thallus rumput laut, kemudian tumbuh
menjadi besar. Larva yang sudah besar akan menjadi hama makro dan dapat memakan
thallus rumput laut secara langsung dengan cara menyisipkan ujung-ujung cabang
rumput laut kedalam mulutnya. Sedangkan Lumut Kutu, berwarna
coklat kehitaman dengan ukuran yang kecil seperti rambut, biasanya menempel dan
menembus jaringan thallus rumput laut menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya
matahari sehingga batang/thallus rumput laut membusuk dan rontok. Tingkat
Penyebaran yang cepat dan menjadi penyebab kerusakan masal pada budidaya rumput
laut.
(Anggadireja, 2006).
2.
Hama Makro
Menurut
Anggadireja (2006), tanaman yang biasanya diserang hama makro adalah tanaman
yang berada dekat perairan dengan dasar karang atau karang berpasir sekitar
pantai. Serangan ikan akan berkurang bila rumput laut yang ditanam pada lokasi
agak ke tengah. Hama makro adalah hama yang berukuran lebih besar dari ukuran 2
cm. Hama makro dapat menghancurkan tanaman gracilaria sp yaitu ikan beronang (Siganus javus), teritip, siput dan beberapa marga alga seperti Ectocarpus, Polysiphonia dan
Enteromorpha.
1. Ikan
Baronang
Gambar 2. Ikan baronang (Siganus
sp)
Ikan baronang dikenal oleh
masyarakat dengan nama kea-kea (Pulau Seribu), di Jawa Tengah dengan nama
biawas dan nelayan-nelayan di Pulau Maluku menamakan dengan sebutan samadar. Menurut
Saanin (1986), ikan beronang termasuk dalam kingdom animalia, filum chordata,
kelas pisces, ordo perciformes, sub ordo acanthuroidei, famili siganidae, genus
Siganus dan spesies Siganus javus. Oleh karena itu ikan beronang termasuk
famili Siginidae dengan tanda-tanda khusus sebagai berikut D XIII, 10 A VII, 9,
P2 I, 3, 1, tubuhnya membujur dan memipih lateral, dilindungi oleh sisik-sisik
yang kecil, mulut kecil posisinya terminal. Rahangnya dilengkapi dengan
gigi-gigi kecil. Punggungnya dilengkapi oleh sebuah duri yang tajam mengarah ke
depan antara neural pertama dan biasanya tertanam di bawah kulit. Duri-duri ini
dilengkapi dengan kelenjar bisa/racun pada ujungnya.
Ikan ini termasuk ke dalam jenis
"primary herbivor" yaitu pemakan plankton nabati tumbuhan. Sesuai
dengan morfologi dari gigi dan saluran pencernaannya yaitu mulutnya kecil,
mempunyai gigi seri pada masing-masing rahang, gigi geraham berkembang
sempurna, dinding lambung agak tebal, usus halusnya panjang dan mempunyai
permukaan yang luas, ikan beronang termasuk pemakan tumbuh-tumbuhan (Wikipedia,
2005).
Menurut Anggadireja (2006), ikan
baronang merupakan hama rumput laut gracilaria sp. Serangan
ikan beronang umumnya bersifat musiman sehingga setiap daerah memiliki waktu
serangan yang
berbeda. Ikan beronang memakan ujung-ujung thallus gracilaria sp. Tanda pada rumput
laut yang termakan ikan beronang adalah terdapat bekas potongan kecil pada
ujung thallus, tidak semua thallus termakan habis dan rumput laut tidak
mengalami pembusukan. Ikan beronang tidak memakan seluruh thallus. Thallus yang
dimakan hanya percabangan yang paling muda. Biota ini menjadi salah satu
pengganggu pada budidaya rumput laut karena sifat makannya yang bergerombol dan
mencari tumbuhan hijau. Ikan beronang mempunyai mulut yang kecil. Biota ini
juga tidak memakan rumput laut sebagai makanan utama. Sehingga rumput laut yang
dimakan hanya cabang thallus yang baru trubus atau yang muda saja. Berbeda
dengan thallus yang dimakan penyu, ujung thallus yang termakan akan mudah
tumbuh lagi.
2. Teritip
Gambar 3. Teritip
Menurut Wikipedia Indonesia dari
burneister (1834), teritip termasuk ke dalam kingdom animalia, filum
arthropoda, subfilum krustasia, kelas maxillopoda, sub kelas thecostraca,
infrakelas cirripedia dan genus Ballanus. Teritip biasanya melekat pada batu,
badan kapal, malah pada badan paus. Teritip mampu bertahan sekiranya ia
terdedah kepada udara semasa air surut. Ketika itu, ia akan menutup
cangkerangnya untuk mengekalkan kelembapan badannya. Teritip juga menempel pada
biota yang digunakan untuk tempat perkembang biakannya seperti rumput laut
(Wikipedia, 2005).
Teritip
yang mempunyai ukuran lebih besar menempel pada thallus yang tua sedangkan
tertitip ukuran kecil menempel pada thallus muda. Penempelan teritip biasanya
diikuti dengan tumbuhnya lumut di sekitar thallus yang ditempeli. Sedangkan
kerusakan yang timbul adalah thallus yang ditempeli lama kelamaan akan berwarna
putih. Tanda- tanda rumput laut yang di tempeli oleh teritip di antaranya yaitu
terdapat bekas potongan pada percabangan dan ujung thallusnya serta adanya
pembusukan akibat potongan tersebut. Sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh
adanya penempelan teritip pada rumput laut adalah timbulnya lumut di sekitar
thallus.
3.
Siput
Hama yang berasal dari jenis siput ini keberadaannya
cukup merugikan bagi rumput laut tersebut. Siput ini akan memakan bagian rumput
laut yang disebut dengan thili yang merupakan ujung dari rumput laut yang masih
muda dan bagian yang akan tumbuh dan berkembang. Thalii Glacilaria biasanya
berbentuk silindris sampai pipih dengan tekstur seperti tulang rawan,
percabangan banyak, ada yang sederhana tetapi adapula yang rumit dan rimbun.
Setelah percabangan biasanya thalii menjadi lebih kecil. Glacilaria mempunyai
pertumbuhan uniaxial, dengan sel tunggal yang tumbuh ditiap ujung tali.
Kumpulan cabang dichotomous Glacilaria verrucosa mempunyai panjang hampir 30-40
cm. Thalii dapat berwarna hijau kecoklatan, merah, pirang merah kecoklatan
merah tua, merah muda dan sebagainya. Jika bagian thili ini dimakan oleh siput,
maka rumput laut tidak akan tumbuh dan berkembang, dan bahkan lama-lama akan
habis dimakan oleh siput tersebut.
4. Alga Ectocarpus
Gambar 4 . Ectocarpus sp.
Ectocarpus sp.
merupakan salah satu jenis dari ganggang cokelat (Phaeophyceae). Ganggang
cokelat umumnya terdapat di laut, melekat pada batu-batuan dan seringkali terdampar
di pantai. Bentuk tubuhnya menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki
alat yang mirip akar, batang dan daun. Panjang talusnya dapat mencapai 10
meter.
Ganggang ini berwarna kecoklatan karena selain
mengandung klorofil juga mengandung pigmen fukosantin yang merupakan
pigmen dominan dan karoten serta santofil. Cara kita mengenali tumbuhan ini di
pantai adalah dengan mengamati ciri-cirinya, berupa talus berwarna cokelat yang
mempunyai gelembung-gelembung udara berbentuk seperti “buah”. Adanya gelembung
udara ini menyebabkan ganggang cokelat dapat mengapung dalam air laut.
Gelembung udara juga mengandung cadangan udara untuk bernapas.
Ganggang cokelat berkembangbiak secara vegetatif
dengan fragmentasi dan berkembangbiak secara generatif dengan oogami yaitu
peleburan spermatozoid dan ovum membentuk zigot. Kemudian zigot akan tumbuh dan
berkembang menjadi ganggang cokelat dewasa.
5.
Alga Enteromorpha.
Gambar 5. alga Enteromorpha.
Enteromorpha
sp. berasal dari kata enteron yang berarti usus dan morphe yang berarti bentuk.
Sel bagian tengah dan ujung berisi satu pirenoid di setiap selnya. Kloroplasnya
sering memiliki bentuk seperti mangkuk yang tampak di bagian permukaan dengan
ukuran yang berbeda panjangnya pada masing-masing sel. Bentuk dan susunan
selnya seperti pada tumbuhan tingkat tinggi
Alga ini berukuran kecil dan sering membentuk rumpun. Thallusnya berbentuk tabung dan di dalamnya terdapat ruang silinder. Siklus hidupnya mengalami pergantian keturunan yang isomorfik, tetapi beberapa spesies hanya menggunakan zoospora dalam reproduksinya. Zoospora dibebaskan melalui lubang lateral pada dinding sel. Alga ini digunakan untuk makanan ikan (Aslan, 1991).
Alga ini berukuran kecil dan sering membentuk rumpun. Thallusnya berbentuk tabung dan di dalamnya terdapat ruang silinder. Siklus hidupnya mengalami pergantian keturunan yang isomorfik, tetapi beberapa spesies hanya menggunakan zoospora dalam reproduksinya. Zoospora dibebaskan melalui lubang lateral pada dinding sel. Alga ini digunakan untuk makanan ikan (Aslan, 1991).
3. Pengendalian Hama pada Rumput Laut Gracilaria sp.
Pengendalian
terhadap hama mikro yaitu dengan intensif membersihkan rumput laut, hama ini
dapat ditanggulangi dengan melakukan perendaman selama 2-3 menit dalam larutan
rinso seperti yang dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Karimunjawa,
Jepara. Pencegahan dilakukan dengan menentukan lokasi budidaya yang efektif
terutama lokasi yang cukup dalam dengan arus yang cukup.
Upaya
yang dilakukan untuk menanggulangi hama makro ini memperbaiki/memodifikasi
teknik budi daya, sehingga tanaman budi daya berada pada posisi permukaan air.
Selain itu dapat dicegah dengan memasang
saringan halus di pintu
air dan
penebaran saponin dengan dosis 25
ppm, sedangkan alga dapat dicegah
dengan
persiapan seperti pengeringan lahan, pengapuran dan penggunaan saponim. Cara
mengatasi adanya hama siput yaitu bibit yang ditanam harus benar-benar terbebas
dari siput tersebut. Kemudian harus dilakukan monitoring satu minggu sekali
dengan cara membersihkan rumput laut. Alga yang
menempel Ectocarpus dan Polysiphonia
dapat dihilangkan dengan menaikan
temperature air. Cara ini
dapat ditempuh dengan
menurunkan air petakan saat matahari
bersinar terik. Biasanya alga tersebut akan
segera memisahkan diri dari rumput Gracilaria
sp dan juga dapat
dipisahkan dengan cara manual. Metoda
lain adalah dengan
mencelupkan rumpun rumput laut adalah dalam larutan formalin
0,05 ppm selama beberapa detik. Enteromorpha dapat
diberantas dengan menurunkan air dan menyemprotkan rumpun gracilaria sp menggunakan larutan paraquat 3 -6 %. Metode lain
adalah dengan melakukan polikultur gracilaria sp
dengan bandeng, karena ikan
tersebut akan memakan
organisme yang menempel
di permukaan thalus dan
di dasar tambak.
B. Penyakit Pada Budidaya Gracilariasp.
Penyakit
merupakan suatu gangguan fungsi, dimana terjadi perubahan anatomi atau struktur
dari normal menjadi abnormal, seperti perubahan dalam laju pertumbuhan atau
penampakan seperti warna dan bentuk yang akhirnya berpengaruh terhadap tingkat
produktivitas hasil. Terjadinya penyakit umumnya disebabkan
oleh adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dan adanya interaksi antara
faktor lingkungan seperti suhu, kecerahan, salinitas dll dengan jasad patogen
(organisme yang berperan sebagai penyebab penyakit). Penyakit yang menyerang rumput laut dikenal sebagai ice-ice
4. Penyakit
Ice-ice
Menurut Sulistyo (1988), penyakit ice-ice pada rumput
laut terjadi di daerah-daerah dengan kecerahan tinggi. Gejala yang sering
timbul pada rumput laut yang terserang adalah adanya
bintik-bintik/bercak-bercak pada sebagian thallus, namun lama kelamaan akan
menyebabkan kehilangan warna sampai menjadi putih dan mudah terputus (lembek).
Penyakit ini menyerang gracilaria. terutama disebabkan oleh adanya perubahan
lingkungan (arus, suhu, kecerahan, dll.) di lokasi budidaya.
Gambar 6. rumput laut gracilaria sp. yang terkena penyakit ice-ice
·
Gejala
Penyakit Ice-Ice
Nama “ice-ice“
berasal dari bahasa Inggris, diucapkan dalam bahasa Melayu lokal yang menggambarkan
bagian thallus yang berubah menjadi putih transparan (Lundsor, 2002). Pada awalnya thallus mengalami
perubahan warna dari warna terang menjadi pucat dan permukaan thallus kasar
karena kehilangan getah/lendir. Selanjutnya timbul bintik /bercak putih pada
permukaan thallus dan ujung thallus memutih, pada akhirnya
seluruh thallus memutih, keropos dan patah. Proses pemutihan diawali
dari bercak putih yang timbul pada permukaan thallus rumput laut dengan ukuran
bercak yang bervariasi, tergantung pada waktu munculnya. Ukuran bercak semakin
melebar dengan bersatunya banyak bercak. Thallus terus menerus mengalami
pemutihan dan keropos sehingga mudah patah.
Sulistyo
(1988) menjelaskan bahwa perubahan lingkungan budidaya akan berbahaya bila
berjalan terus menerus dalam waktu yang cukup lama. Perubahan lingkungan akan
diikuti penurunan kualitas air dan nutrient yang ada. Pada akhirnya rumput laut
akan terhambat pertumbuhannya. Kondisi ini akan lebih parah bila terjadi polusi
atau kotoran yang menempel pada thallus sehingga timbul bercak putih. Kondisi
seperti inilah yang sering ditakutkan oleh pembudidaya rumput laut karena bisa
menyebabkan gagal panen.
Menurut
Sulistyo (1988), cara pencegahan dari penyakit ini adalah dengan memonitor
adanya perubahan-perubahan lingkungan, terutama pada saat terjadinya perubahan
lingkungan. Di samping itu dilakukan penurunan posisi tanaman lebih dalam untuk
mengurangi penetrasi cahaya sinar matahari. Selain itu serangan
penyakit ice-ice dapat dicegah, agar kerugian dapat terkurangi. Untuk itu perlu
diterapkan langkah-langkah kongkret dalam pencegahan penyakit tersebut.
Serangan penyakit dapat dicegah dengan penerapan standar baku dalam kegiatan
budidaya rumput laut atau dikenal dengan Standar Operating Procedure (SOP)
yang terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu:
Ø
Penentuan
Lokasi Budidaya Rumput Laut
Parameter penting yang
harus diperhatikan dalam penentuan lokasi dalam budidaya rumput laut antara
lain:
-
Suhu 20-28o C, kecepatan arus 20-40 cm/detik.
-
Dasar perairan berupa karang dan substrat berpasir .
-
Kedalaman air minimal 2 meter saat air surut terendah dan maksimum 15 meter.
-
Salinitas berkisar 28 - 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt.
-
Kecerahan tinggi, sehingga sinar matahari dapat mencapai rumput laut.
-
Lokasi bebas dari cemaran terutama minyak dan sampah organik.
Ø Pemilihan Bibit Rumput Laut yang
Berkualitas
Kualitas bibit rumput laut sangat menentukan produktivitas, kualitas
produk dan ketahanan terhadap penyakit ice-ice. Penggunaan bibit unggul merupakan
cara yang sangat penting untuk pengendalian penyakit ice-ice. Philiphina telah
memiliki bibit unggul, yaitu Kappaphycus striatum galur saccol yang
tahan terhadap ice-ice. Desinfeksi bibit juga perlu dilakukan untuk
meniadakan bakteri oportunistik yang dapat dilakukan dengan cara bibit rumput
laut direndam dalam larutan PK (Potasium Permanganat) dosis 20 ppm.
Beberapa cara
untuk memilih
bibit rumput laut yang berkualitas :
-
Bibit sebaiknya dipilih dari tanaman yang tumbuh baik, masih segar, tidak ada
bercak-bercak, berwarna homogen serta tidak mudah patah.
-
Bibit diperoleh dari tanaman rumput laut yang tumbuh secara alami maupun dari
tanaman hasil budidaya.
-
Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya
dan jumlahnya sesuai dengan luas area budidaya.
-
Pada saat pengangkutan diupayakan agar bibit tetap terendam di dalam air laut.
Apabila pengangkutan dilakukan melalui udara dan darat, sebaiknya bibit
dimasukan ke dalam kotak karton yang
dilapisi plastik. Kemudian bibit disusun secara berlapis dan berselang-seling
dan dibatasi dengan lapisan kapas atau kain yang dibasahi air laut.
-
Bibit dijaga agar tidak terkena minyak, air hujan, serta kekeringan.
-
Dalam menjaga kontinuitas produksi rumput laut sebaiknya harus dilakukan
pergantian bibit.
Ø
Penerapan
Teknologi Budidaya Rumput Laut
Teknik budidaya
rumput laut yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan. Pada
perairan yang relatif tenang, metode budidaya rakit, long line, dan
pancang dapat diterapkan. Pembersihan terhadap kotoran yang melekat pada thallus
dan biofouling harus dilakukan secara rutin. Pembersihan dilakukan
sesering mungkin (sebaiknya setiap hari) dengan cara digoyang di dalam air
sampai kotoran lepas. Penanaman rumput laut untuk metode rakit, long line dan
pancang sebaiknya dilakukan bukan pada musim gelombang. Pada saat bukan musim
tanam, sebaiknya dilakukan penanaman rumput laut untuk penyediaan bibit rumput
laut yang berkualitas.
III. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1.
Jenis hama yang menyerang pada
gracilaria, diantaranya : ikan baronang, larva bulu babi, tritip, larva taripang,
lumut kutu, alga Ectocarpus dan alga Enteromorpha.
2.
Jenis penyakit yang sering menyerang budidaya
gracilaria adalah penyakit ice-ice.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggadiredja, J.T., A. Zatnika, Heri
Purwoto, Sri Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Anonim. 2003.
Pengembangan Budidaya Rumput Laut. Warta Budidaya
Aslan, Laode M. 1998. Budidaya
Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Doty, MS. 1987 Production and The
Use of Eucheuma dalam Teknologi Budidaya
Rumput Laut (Kappapicus alpharezii) hal.31-36.
Saanin,1986. Kunci Identifikasi dan
Taksonomi Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sulistyo. 1988. Hama, Penyakit dan
Tanaman Pengganggu Pada Budidaya Rumput
Laut Eucheuma. Puslitbang Oceanologi, LIPI. Dalam : Teknologi Budidaya Rumput Laut.
Wikipedia. 2005. Ikan Beronang (Siganus sp). Google.
Access: 13 April 2012.
Winarno, F.G. 1996. Budidaya rumput laut
gracilaria. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar