I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Budidaya perikanan laut tidak terlepas dari
kecenderungan global, yaitu menurunnya populasi di alam sebagai akibat
penangkapan yang berlebihan serta meningkatnya permintaan produk-produk perikanan
laut, sehingga harganya juga meningkat. Potensi ikan hias Indonesia yang dapat
dimanfaatkan sekitar 30 juta ekor, yang terdiri dari 250 jenis ikan hias laut
dan 60 jenis ikan hias tawar (Asmanelli dan Ikhsan, 2000). Salah satu jenis
ikan hias laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi adalah jenis kuda laut atau
sering disebut dengan tangkur kuda (Hippocampus sp.). Komoditas ini
dimanfaatkan baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku industri
obat-obatan tradisional.
Kuda laut juga dikenal dengan nama tangkur kuda yang
secara genetis merupakan kerabat dekat dengan tangkur buaya (ikan pipa). Ikan
ini sangat unik , karena mempunyai
morfologi yang berbeda dibanding ikan-ikan yang lain. Selain bentuk kepalanya
yang menyerupai kepala kuda, ikan jantan mempunyai kantung pengeraman telur yang
tidak
dijumpai pada
jenis
ikan
yang
lain.
Kantung
pengeraman berfungsi untuk melindungi dan mengerami telur yang sudah dibuahi sampai menentas menjadi larva, serta terus melindunginya di dalam kantung
hingga siap dilahirkan menjadi juwana
kuda laut ke alam (Iswadi, 2008).
Permintaan ekspor kuda laut untuk ikan hias di akuarium cukup tinggi yaitu dari
negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia. Selain itu, manfaat penting lainnya
adalah khasiat kuda laut untuk
obat – obatan dan kesehatan.
Kenyataan-kenyataan tersebut diatas menyebabkan kuda laut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di pasaran,
sehingga mendorong
terjadinya penangkapan yang cukup intensif
di alam. Penangkapan tidak terkendali
tentu saja dapat mengakibatkan menurunnya populasi dan akibat lebih jauh dapat
menyebabkan kepunahan.
Kegiatan budidaya secara terpadu yang terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan pembesaran berikut kegiatan
penunjang lainnya, merupakan jawaban yang tepat untuk menghindari penangkapan yang berlebihan dan pemanfaatan
sumberdaya yang ada secara optimal. Sebab itu, teknologi pembenihan kuda laut benar–benar harus dikuasai untuk mencegah kepunahan
spesies ini akibat
penangkapan di alam.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan
makalah budidaya ikan hias Kuda Laut ini, antara lain :
1. Memberikan informasi
tentang teknologi pembenihan kuda laut; dan
2Memberikan informasi tentang potensi pengembangan sumber daya kuda laut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi,
Morfologi dan Biologi
Taksonomi
kuda laut menurut Burton dan Maurice (1983) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Klas
: Pisces
Sub klas
: Teleostomi
Ordo :
Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Species
: Hippocampus sp.
Gambar 1. Kuda laut (Hippocampus sp).
Menurut Burton dan Maurice (1983) dan Vincent (1998) kuda laut mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut : tubuh agak pipih, melengkung, permukaan kasar,
seluruh tubuh terbungkus dengan semacam baju baja
yang terdiri atas lempengan-lempengan
tulang atau cincin. Kepala mempunyai mahkota dan moncong denganmata kecil yang
sama lebar. Ekor prehensil (dapat memegang) lebih panjang dari kepala dan
tubuh. Sirip dada pendek dan lebar, sirip punggung cukup besar dan sirip ekor tidak ada. Pada kuda laut jantan
mempunyai kantung pengeraman yang terletak
dibawah perut.
Kuda
laut dikenal dengan nama Hippocampus, di Indonesia dikenal dengan nama
tangkur kuda, yang berarti kuda yang bergerigi dan sesuai dengan bentuk Menurut Burton dan Maurice (1983) dan Vincent (1998) kuda laut mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : tubuh agak pipih, melengkung, permukaan kasar,
seluruh tubuh terbungkus dengan semacam baju baja
yang terdiri atas lempengan-lempengan
tulang atau cincin. Kepala mempunyai mahkota dan moncong denganmata kecil yang
sama lebar. Ekor prehensil (dapat memegang) lebih panjang dari kepala dan
tubuh. Sirip dada pendek dan lebar, sirip punggung cukup besar dan sirip ekor tidak ada. Pada kuda laut jantan
mempunyai kantung pengeraman yang terletak
dibawah perut.
Gambar 2. Morfologi kuda laut (Hippocampus
sp).
Keterangan
:
1.
Sirip dada;
2.
Sirip punggung;
3.
Sirip anal;
4.
Kantong pengeraman (brood pouch).
(Sumber
: Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
Kuda laut menggunakan gerakan matanya secara bebas
untuk melihat. Satu mata dapat melihat pada satu arah dan mata yang satu lagi
bergerak ke semua arah.Kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision)
yang berhubungan(Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
Cara
bergerak kuda laut pun jauh berbeda dari kebanyakan ikan. Kuda laut jarang
berpindah tempat, mereka lebih suka berdiam diri dengan posisi vertikal dengan
cara meliliti benda-benda di sekitarnya. Apabila harus bergerak, misalnya
karena menghindari predator, kuda laut akan mendorong tubuhnya ke depan dengan
bantuan tenaga dari getaran sirip mungil di punggungnya yang mampu bergetar
hingga 35 kali per detik (Adip, 2009).
2.2 Habitat dan Penyebaran
Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan
dunia, mulai dari kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda
laut terutama di sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk yang
dangkal, mendiami tempat-tempat yang banyak terdapat terumbu karang, hutan
bakau, dan padang lamun. Dari sejumlah species anggota kuda laut, Hippocampus
kuda adalah jenis yang memiliki distribusi paling luas, terutama di
sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik. Wilayah persebaran hewan ini ke barat
hingga Selat Inggris, ke timur hingga Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut
Jepang, dan ke selatan hingga Pantai Australia (Adip, 2009).
Populasi kuda laut terbesar terdapat diperairan
Indo-pasifik. Kuda laut ditemukan di Australia sebanyak 10 spesies, Asia
Tenggara ditemukan 7 spesies, Jepang ditemukan 7 spesies dan disebelah Barat
Laut Amerika (Pasifik Selatan) 1 spesies, sedangkan disebelah barat Atlantik
dan karibia ditemukan 3 spesies yang hidup disebelah selatan laut Amerika. Atlantik
Selatan juga mempunyai beberapa spesies dimana tiga spesies terdapat di Afrika
barat. Kuda laut umumnya hidup diperairan dangkal hingga kedalaman 20 meter,
beberapa spesies ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 meter (Lourie, et al.
1993). H. whitei, H. borbouniensis, H. erectus, H.
guttulatus, dan H. zosterae hidup di perairan hangat dan daerah
tropis diantara hamparan rumput laut (zosterae, possidonia, dan halopilla)
atau padang lamun. Kuda laut juga hidup di dasar laut yang ditumbuhi bungan
karang lunak (H. subelong), dijumpai pula diantara karang di daerah
tropis (H. comes).
2.3.
Pakan dan Kebiasaan Makan
Kuda laut termasuk hewan karnivor, memakan segala
jenis hewan kecil mulai dari kelompok crustasea hingga larva ikan. Kuda laut
adalah pemangsa pasif yaitu menunggu makanan lewat dan menyerang mangsanya
dengan cara menghisap ke moncongnya yang agak panjang. Kuda laut tidak
mempunyai gigi dan mangsa ditelan langsung ke dalam sistem pencernaan (Elfahry,
2009).
Kuda laut menggunakan matanya untuk mencari
mangsanya, karena kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision)
yang berhubungan dengan retina mata. Jika kuda laut tidak mampu berpindah
dengan cepat untuk memburu mangsanya, maka kuda laut akan menggunakan senjata
rahasianya untuk menangkap. Senjata rahasia ini terdiri dari sebuah alat
penghisap yang sangat halus (Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
Kemampuan daya cerna kuda laut sangat cepat,
meskipun kuda laut mempunyai saluran pencernaan yang bergulung-gulung. Anak
kuda laut dapat memakan lebih dari 3600 naupili Artemia selama waktu
tertentu. Kuda laut yang berumur satu tahun dapat memakan 23 individu copepoda
dan mencernanya selama 5-6 jam (Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
2.4.
Reproduksi
Pada musim reproduksi, kuda laut jantan dengan
kantong telur yang kosong siap melakukan pemijahan. Kuda laut jantan maupun
betina menggunakan ekornya untuk menggapai pasangannya dalan pemijahan. Proses
pemijahan diawali dengan masuknya sirip dubur kuda laut betina ke dalam kantong
kuda laut jantan. Selanjutnya sel telur kuda laut betina disemprotkan kedalam
kantong telur untuk selanjutnya dibuahi oleh kuda laut jantan. Bila saatnya
telur-telur itu menetas, maka larva dan anaknya diasuh dalam kantong induk
jantannya sampai dianggap kuat dan keluar dari kantong (Anonim, 2009).
Kuda laut jantan mengerami telur selama 10-14 hari
dalam kantong pengeraman yang dilengkapi semacam placenta untuk suplai oksigen.
Anakan kuda laut (panjang 6-12 mm) setelah dirasakan kuat selanjutnya dilepas
ke perairan sebagai juwana dengan bentuk seperti kuda laut dewasa, anakan
demikian mudah dimangsa oleh bebagai predator. Setelah berumur kurang lebih 30
hari akan berkembang menjadi benih kuda laut dan ekornya mulai dapat
dililitkan, selanjutnya pada umur 90 hari organ reproduksinya mulai berkembang
dan kuda laut sudah memasuki fase dewasa. Sebagian besar kuda laut menghasilkan
telur sekitar 100-120 butir bahkan ada yang mencapai 1.000 butir. Pengeraman
dan perawatan larva sepenuhnya dilakukan oleh kuda laut jantan (Anonim, 2009).
III. ISI MAKALAH
A.
Sarana Pembenihan Kuda Laut
1. Bak Induk
Bak induk mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai
tempat pemeliharaan calon induk, perkawinan ataupun pemijahan. Berdasarkan
ujicoba yang telah dilakukan oleh BBL Lampung, penggunaan bak induk kuda laut
mulai dari bak dengan volume 1 m3 hingga bak dengan kapasitas 5 m3 menunjukan
hasil yang tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ukuran
kuda laut yang relatif kecil dengan gerakan lamban sehingga tidak memerlukan
ruangan yang besar. Kedalaman air media pemeliharan untuk pemijahan kuda laut
tidak boleh kurang dari 0,5 m. pemilihan ukuran bak, sebaiknya mempertimbangkan
target produksi yang akan dicapai.
Bak dapat dibuat dari semen atau fiberglass. Bak
induk dapat ditempatkan dalam ruang tertutup dengan pencahayaan yang cukup,
karena kuda laut dapat mengalami kebutaan jika ditempatkan dalam ruang tanpa
cahaya dalam beberapa hari (Al Qodri, 1997). Untuk itu sebaiknya atap untuk
ruangan induk kuda laut harus dibuat sebagian dari bahan transparan.
2.
Bak Pemeliharaan Juwana
Seperti halnya bak induk, bak pemeliharaan juwana
tidak memerlukan spesifikasi tertentu. Bentuk bak dapat dibuat bulat, oval atau
empat persegi panjang dalam berbagai ukuran dengan kedalaman 0,5 – 1,0 meter.
Bak pemeliharaan juwana dapat terbuat dari semen atau fiberglass dan dapat
ditempatkan diruang terbuka atau tertutup dengan pencahayaan cukup.
3.
Bak Kultur pakan alami
Sampai saat ini juwana kuda laut masih tergantung
kepada pakan hidup yang berupa zooplankton. Mengingat akan hal itu, maka dalam
pembenihan kuda laut ketersediaan sarana untuk pakan hidup mutlak diperlukan.
Bak plankton terdiri atas bak untuk kultur zooplankton dan kultur fitoplankton.
Bak plankton untuk skala massal sebaiknya menggunakan bak yang terbuat dari
semen atau fiberglass dengan ukuran minimal 10 m3 tergantung dari jumlah pakan
hidup yang diperlukan perharinya.
4.
Tempat bertengger
Selama masa pemeliharaan kuda laut memerlukan tempat
sangkutan atau bertengger, untuk beristirahat. Jika tempat bertengger ini tidak
ada dapa menyebabkan kuda laut mengalami
stress. Dalam mempersiapkan tempat bertengger untuk kuda laut perlu
diperhatikan beberapa hal yaitu bentuk dan ukuran tempat bertengger. Bentuk
tempat bertengger bermacam-macam yaitu : pyramid, kerucut, limas, dll. Tetapi
pada prinsipnya tempat bertengger memungkinkan kuda laut bertengger dalam
posisi acak tidak berada dalam satu garis vertikal yang sama. Tempat bertengger
kuda laut dapat terbuat dari bahanbahan alami, misalnya bebatuan, bunga karang,
tali plastik atau potongan bambu.
B.
Pengadaan Calon induk
1.
Pemilihan Calon Induk
Dalam pemilihan calon induk perlu memperhatikan
beberapa faktor seperti: jenis, ukuran, umur dan kesehatan. Pemilihan jenis
kuda laut yang akan dibudidayakan perlu dipertimbangkan beberapa hal
diantaranya fekunditas tinggi, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru,
ukuran besar, lebih tahan terhadap penyakit. Salah satu jenis yang telah
terbukti memenuhi kriteria tersebut adalah H. kuda, H. comes tubuhnya
lebih kecil sehingga fekunditasnya lebih rendah, memerlukan adaptasi dengan
lingkungan baru lebih lama.
Calon induk yang dipilih, sebaiknya memiliki ukuran
ynag sama antara jantan dan betina. Apabila ukuran jantan lebih kecil maka
telur dari induk betina tidak dapat diserap seluruhnya ke dalam kantung
pengeraman induk jantan akibatnya sebagian telur akan tercecer di dalam air
media pemeliharaan. Ukuran calon induk yang baik untuk persiapan pemijahan
adalah berat lebih dari 7 gram, dengan kisaran panjang antara 11 – 15 cm, untuk
calon induk hasil budidaya sebaiknya yang berumur lebih dari 8 bulan. Bila
calon induk tidak memenuhi persyaratan berakibat jumlah telur sedikit, ukuran
juwana lebih kecil dan lemah.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
induk adalah faktor kesehatan. Kriteria kuda laut sehat antara lain anggota
organ tubuh lengkap dan proporsional, kulit bebas dari parasit dan atau infeksi
oleh organisme lainnya. Kuda laut yang mempunyai dada kempet dan terlihat kurus
menandakan sudah tidak produktif lagi. Kondisi ini penting diketahui terutama
untuk memilih calon
induk hasil tangkapan alam yang tidak
diketahui umurnya.
2.
Aklimatisasi
Calon induk hasil tangkapan dari alam harus
dikarantina dan diaklimatisasi terlebih dahulu. Karantina bertujuan untuk
membebaskan organisme pathogen yang mungkin terbawa dari alam agar tidak
menyebar ke induk yang sudah ada di pembenihan. Disamping itu kegiatan
aklimatisasi juga untuk menyesuaikan calon induk dengan lingkungan yang baru
serta pakan yang biasa digunakan di pembenihan.
C.
Pemeliharaan Induk
1.
Penebaran
Setelah melewati masa karantina dan aklimatisasi
induk ditebar di bak pemeliharaan / pemijahan yang telah dilengkapi dengan
tempat bertengger. Kuda laut adakalanya berenang bolak balik melintasi atau
mengelilingi bak, oleh karena itu harus diciptakan kondisi yang lapang. Di alam
kuda laut tidak hidup berkelompok, oleh karena itu agar tercipta kondisi alami
di bak pemeliharaan induk, maka padat tebar tidak terlalu tinggi yaitu berkisar
antara 30 – 40 ekor/m3. Vincent (1995) menyarankan, kepadatan induk tidak lebih
dari 4 ekor/100 liter media air.
Adapun perbandingan induk jantan dan betina yang
dipelihara yaitu 3 : 2. Pemijahan kuda laut berlangsung secara monogami yaitu
seekor kuda laut jantan hanya dapat menerima telur dari satu ekor betina dan
tidak menerima telur dari betina yang lain sampai anak-anaknya keluar dari
kantung pengeramannya. Kuda laut betina dapat memijah kembali dalam waktu 4 – 8
hari.
2.
Pemberian Pakan.
Kuda laut masih bergantung pada pakan hidup baik
hidup maupun mati. Jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi induk sangat
berpengaruh terhadap kematangan gonad maupun kualitas juwana yang dihasilkan.
Beberapa jenis pakan yang dapat digunakan sebagai pakan induk adalah artemia
dewasa, jambret, rebon, dan teri akan tetapi udang rebon merupakan pakan
utama/pokok. Disamping artemia, jambret paling disukai kuda laut. Biasanya
dalam sehari kuda laut menghabiskan pakan sekitar 2 – 5 % dari total berat
tubuh. Memberi pakan sedikit tetapi sering lebih baik dari pada memberi pakan
banyak sekaligus. Pakan diberikan pada pagi, siang hari serta 1 – 2 jam sebelum
gelap.
3.
Pengelolaan Air
Agar kualitas air media tetap baik
maka perlu dilakukan penyiponan dan pergantian air sekitar 200 % per hari
dengan sistem air mengalir. Kuda laut membutuhkan air yang tenang sehingga
dapat bertengger, bergerak untuk menangkap makanan maupun untuk melakukan
pemijahan, oleh karena itu aliran air dibuat pelan agar tidak mengganggu
aktivitas. Pergantian air secara total dilakukan jika media pemeliharaan
terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor. Air diturunkan hingga
ketinggian air sekitar 30 cm. agar arus air tidak terlalu kencang, pada pipa
pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk menyaring kotoran, kelayakan
beberapa parameter kualitas air untuk pemeliharaan kuda laut antara lain : suhu
28 – 300C, salinitas 30-32 ppt, oksigen terlarut 5 – 6 ppm.
D.
Pemijahan
1.
Proses pemijahan
Untuk melakukan pemijahan masing-masing kuda laut
mencari pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk
betina, begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha
menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk yang matang kelamin dan siap
memijah adalah sebagai berikut :
Jantan
:
·
Mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman.
· Warna tubuh berubah menjadi cerah
Betina
:
·
Bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan
·
Apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerahmerahan.
·
Warna tubuh berubah menjadi cerah
·
Bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri.
Induk betina yang siap memijah akan memberikan
respon pemijahan terhadap jantan yang mendekat dengan cumbuan yang menarik.
Induk jantan dan betina saling mengait satu sama lain, berhadapan dan berenang
bersama-sama. Gerakan percumbuan dapat terjadi berkali-kali sampai akhirnya
induk betina benar-benar siap memijah. Pada puncak pemijahan ekor jnatan dan
betina pada posisi lurus, moncong saling menekan, secara berpasangan berenang
menuju ke permukaan dengan posisi lubang kelamin betina diarahkan ke broodpouch
(lubang kantung pengeraman) jantan. Kemudian, 5 – 6 detik telur betina
dikeluarkan dalam bentuk gumpalan berwarna kemerah-merahan dan segera dimasukan
ke kantung pengeraman. Setelah telur keluar seluruhnya, dengan cara yang unik
induk betina melepaskan diri dari induk jantan dan induk induk jantan terus
berusaha menyerap seluruh telur ke dalam kantung sambil menggoyang-goyang
badannya untuk mengatur posisi telur di dalam kantung pengeraman.
Gambar 3. Kuda laut sedang melakukan perkawinan
2. Pengeraman
Pengeraman dilakukan oleh kuda laut
jantan di dalam kantung penetasan. Kantung ini dilapisi jaringan yang lembut
dengan lekuk-lekuk kecil dimana telur diletakkan, pembuluh darah dalam jaringan
tersebut membesar dan mengubah kantung tersebut menjadi seperti ovarium pada
mamalia yang bentuknya menyerupai sepon.
Induk betina dewasa dengan panjang tubuh antara 10 –
14 cm dapat memproduksi telur 300 – 600 butir. Jika ukuran jantan dan betina
seimbang, pada proses pemasukan telur ke dalam kantong pengeraman, telur dapat
masuk seluruhnya. Namun demikian apabila ukuran si jantan lebih kecil dari pada
induk betina, sering terjadi sebagian telur tidak masuk ke dalam kantung jantan
dan berhamburan di dasar bak. Telur yang tidak berhasil masuk ke dalam kantung
akan mati, sedangkan telur-telur yang berhasil dimasukan akan menetas menjadi
larva pada hari ke lima. Larva akan berada dalam kantung pengeraman hingga
berubah menjadi juwana, yaitu sekitar 10 hari, kemudian juwana akan dilepaskan
/dilahirkan ke dalam air media pemeliharaan.
3.
Kelahiran
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan
proses yang sangat meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang
kuat-kuat atu berenang mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada
dasar bak. Dengan cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai
kontraksi kantung pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung.
Proses kelahiran juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan, induk
jantan diam dan beristirahat untuk beberapa jam.
Gambar 4. Induk
kuda laut jantan Hippocampus sp, saat melahirkan anak kuda laut melakukan gerakan ke depan dan ke
belakang.
4. Pemeliharaan
Larva (Juwana)
Juwana adalah sebutan bagi anakan kuda laut yang
baru lahir sampai umur maksimal 30 hari atau panjang tubuh sekitar 2 cm dan
atau masih bersifat planktonik, melayang dan belum mampu bertengger pada tempat
bertengger. Penebaran juwana dilakukan pagi hari antara jam 08.00 – 10.00.
seleksi juwana untuk untuk penebaran dengan kriteria : bergerak aktif di kolom
air dan melawan arus, posisi tubuh tegak saat berenang, warna cerah dan ukuran
panjang minimal 0,6 cm. kepadatan di bak pemeliharaan 2 – 5 ekor/liter. Apabila
jumlah induk sedikit sehingga produksi juwana setiap harinya rendah, penebaran
dapat dilakukan lebih dari 1 kali sampai kepadatan yang diinginkan namun dalam
waktu
tidak
lebih dari 10 hari. Penebaran yang dilakukan beberapa kali akan menghasilkan ukuran
benih yang berbeda pada saat panen umur 30 – 40 hari, dengan ukuran 2,5-3,5 cm.
Pakan juwana kuda laut adalah zooplankton dalam
kondisi hidup. Jenis zooplankton yang diberikan sesuai dengan umur dan ukuran
juwana, yaitu : Brachionus sp., Copepoda, nauplii artemia sp., dan diaphanosoma
sp. juwana D1- D7 diberikan nauplius kopepoda dicampur dengan brachionus dengan
kepadatan 5–10 ekor/ml. pakan juwana yang berumur D8-D10 sudah dapat diberi
tambahan nauplius artemia selain copepoda. juwana D20 – D40 mampu memangsa
nauplius diaphanosoma.
Kisaran parameter kualitas air yang baik pada
pemeliharaan juwana berdasarkan hasil pengamatan di Balai Budidaya Laut Lampung
disajikan pada tabel 1.
Tabel
1. Kisaran parameter kualitas air di bak juwana
Untuk mengetahui pertumbuahn juwana dapat dilakukan dengan sampling pengukuran panjang dan berat badan. Sebagai acuan ukuran dari pertumbuhan normal juwana disajikan pada tabel 2.
Tabel
2. Ukuran Juwana
Setelah masa pemeliharaan sekitar 30 hari juwana
yang telah berukuran minimal 2 cm (benih) dapat dilakukan pemanenan yang
selanjutnya dipelihara di bak pemeliharaan benih.
IV.
KESIMPULAN
Pemanfaatan kuda laut saat ini masih mengandalkan
dari hasil penangkapan di alam. Nilai ekonomisnya yang cukup tinggi dan
permintaan pasar yang cenderung meningkat, mengakibatkan penangkapan di alam
semakin banyak dilakukan sehingga populasinya cenderung menurun. Pengembangan
teknologi pembenihan kuda laut merupakan jawaban yang tepat untuk
mengantisipasi penurunan populasi. Pembenihan kuda laut dapat menghasilkan
benih dalam jumlah cukup, berkualitas, tepat waktu, serta dapat menunjang
kelestarian sumberdaya perikanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar