1.1 Latar
Belakang
Perkembangan
usaha budidaya perikanan semakin hari di rasakan semakin meningkat. Hal ini
memang sudah sejalan dengan kemajuan zaman dan teknologi. Pembudidayaan ikan saat ini cenderung untuk
memanfaatkan lahan yang tersedia semaksimal mungkin sehingga produksi per
satuan luas juga semakin meningkat.
Dengan
semakin intensifnya usaha budidaya ikan tersebut, semakin terasa juga arti
penting peranan makanan untuk mempercepat laju pertumbuhan ikan. Pada tingkat burayak dan benih, pembudidaya
harus dapat mengusahakan pakan alami dalam jumlah yang banyak. Untuk
mendapatkannya, pembudidaya harus mengetahui cara-cara budidaya makanan
alami.
Pakan alami adalah sumber pakan yang penting
dalam usaha pembenihan ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan
pakan yang sudah tersedia di alam, untuk pakan buatan adalah pakan yang dibuat
dari beberapa macam bahan yang kemudian di olah menjadi bentuk khusus sesuai
dengan yang di kehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan memperkecil
persentase kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam usaha pembenihan,
pakan merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari
pakan alami dan pakan buatan.
1.2 Tujuan
dan Kegunaan
Adapun
tujuan dari kegiatan praktek budidaya pakan alami adalah untuk mengetahui cara
membudidayakan pakan alami baik skala laboratorium maupun skala massal.
Kegunaan dari kegiatan praktek ini adalah memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa macam-macam pakan alami dan bagaimana cara membudidayakannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Artemia
Secara taksonomi artemia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Phylum: Anthropoda
Kelas: Crustacea
Subkelas:
Branchiopoda
Ordo:
Anostraca
Familia: Artemidae
Genus:
Artemia
Spesies: Artemia salina
Penetasan
kista artemia dapat di lakukan
dengan cara langsung atau non-dekapsulasi dan dekapsulasi. Pada cara
non-dekapsulasi kista artemia hanya di rendam pada air tawar selama 15 menit.
Perendaman dengan air tawar tersebut bertujuan untuk melunakkan kista artemia.
Sedangkan pada dekapsulasi selain di rendam dengan air tawar kista artemia
juga di rendam
dengan larutan klorin. Dekapsulasi merupakan proses penipisan/pembersihan
cangkang Artemia dengan mengunakan bahan dekapsulan yaitu berupa kaporit
(Ca(OCl)2). Bahan
dekapsulan ini bersifat desinfektan, sehingga selain membersihkan kiste Artemia
dari kotoran, juga akan membersihkannya dari bakteri pembawa bibit penyakit
(http://www.o-fish.com/pakanIkan/Artemia.php).
Menurut
Ahmad Purwakusuma (2004), Artemia (brine
shrimp) termasuk udang-udangan primitive.
Sebagai plankton, Artemia tidak dapat mepertahankan dirinya terhadap
pemangsa, sebab tak mempunyai alat ataupun cara membela diri.
Menurut Mudjiman (1983), cangkang
artemia terdiri dari lipoprotein yang mengandung banyak hematin (semacam
hemoglobin). Senyawa ini ternyata dapat di larutkan oleh
bahan-bahan oksidator yaitu senyawa hipoklorit, baik berupa NaOCl (natrium
hipoklorit) maupun Ca(OCl)2. Kaporit ini selain berfungsi sebagai pendekap kista
artemia, juga berfungsi sebagai disinfektan. Klorin bebas yang terdapat pada
kaporit di dalam air akan bereaksi menjadi bentuk hypochlorous dan asam
hipoklorit. Klorin bebas dan hypochlorous inilah yang berfungsi sebagai
disinfektan. Beberapa manfaat dekapsulasi terhadap kista artemia :
1. Nauplius
bersih dari cangkang kista dan kista yang tidak menetas.
2. Telur
akan bebas dari hama.
3. Nauplius
Artemia akan lebih mudah lepas dari cangkangnya karena cangkang lebih tipis.
4. Telur
yang telah menetas dapat langsung digunakan untuk makanan.
2.2 Skeletonema
Secara
taksonomi Skeletonema costatum memiliki klasifikasi
sebagai berikut :
Phyllum
: Bacillariophyta
Class : Bacillariophycea
Ordo : Bacillariales
Sub Ordo : Coscinodiscine
Genus : Skeletonem
Species : Skeletonema costatum
Skeletonema costatum
merupakan kelompok alga uniseluler yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan
proses fotosintetis. Sel diatomnya
memilki kemampuan menghasilkan skeleton eksternal silika. Berbentuk seperti
kotak dengan cytoplasma yang memenuhi isi sel.
Pada sel tersebut terdapat katup besar yang menutup katub yang lebih
kecil (Sumeru, 1992).
Analisis kandungan gizi Skeletonema
costatum dalam persentase berat yaitu protein 33,30 %, lemak 8,10 %,
karbohidrat 11,60 %, total Ash (abu) 36 %.
III. MATERI DAN METODE PRAKTEK
3.1
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
praktek lapang Budidaya Pakan Alami di lakukan pada hari sabtu, tanggal 11 Juni 2011 dari pukul 07.00 WITA
sampai dengan selesai.
Bertempat di Hatchery, Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Kultur Artemia
Alat
yang di gunakan dalam praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur Artemia adalah ember, tongkat pengaduk, selang aerasi, dan alat
tulis menulis. Bahan yang di gunakan dalam praktek lapang adalah artemia dalam kaleng (445 g), kain
saring, dan kaporid.
3.2.2 Kultur Murni Skeletonema
Alat
yang di gunakan dalam praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur murni Skeletonema adalah refraktometer,
termometer, selang aerasi, suntik, toples, batu aerasi, keran, pipet,
mikroskop, dan alat tulis menulis. Bahan yang di gunakan dalam praktek lapang
adalah bibit Skeletonema, natrium fosfat, silikat, vitamin, dan trace metal.
3.2.3
Kultur Masal Skeletonema
Alat
yang di gunakan dalam praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur massal Skeletonema adalah ember, selang
aerasi, keran, kain saring, pemberat aerasi, dan alat tulis menulis. Bahan yang
di gunakan dalam praktek lapang adalah bibit Skeletonema, pupuk (urea, TSP,
NDTA), dan beberapa plankton.
3.3 Cara
Kerja
3.3.1 Kultur Artemia
Cara kerja pada praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur Artemia adalah pertama dengan menyiapkan Artemia kaleng seberat 445 g,
lalu direndam dalam air. Selanjutnya Artemia di saring menggunakan kain saring
kemudian air di keluarkan, lalu bahan kaporid di masukkan ke dalam air dengan
cara di masukkan kesaringan terlebih dahulu. Artemia yang sudah di saring di masukkan
kedalam ember bersamaan dengan kaporid yang sudah tercampur lalu di aduk. Dan
perhatikan pula suhu yang di gunakan dan jangan terlalu berlebihan, sehingga
suhu optimal yang di perlukan sekitar 29-320C. Sebelum di kultur
Artemia terlebih dahulu gunakan tio sulfat dengan cara perendaman dalam air
agar tejadi dekap (proses melepaskan cangkang) dengan jumlah salinitas air
sekitar 27 ppt.
3.3.2
Kultur Murni Skeletonema
Prosedur kerja praktek lapang
Budidaya Pakan Alami untuk kultur murni Skeletonema adalah pertama dengan
mencuci terlebih dahulu wadah toples hingga bersih. Selanjutnya masukkan bibit Skeletonema ke dalam toples dan
masukkan pula air sebanyak 1 liter serta tambahkan juga dengan pupuk sebanyak 1
ml. Masukkan bahan natrium fosfat, silikat, dan trace metal kedalam toples.
Kemudian masukkan vitamin secukupnya kedalam wadah toples dan jangan terlalu
berlebihan karena dapat mengganggu proses pertumbuhannya. Tunggu selama 2 hari
bibit yang ada dalam toples akan mengalami perubahan warna dengan warna kecoklatan,
dan itu menandakan bibit mulai tumbuh. Setelah lewat 1 hari bibit di pindahkan
kedalam wadah yang baru dengan sistem kultur semi massal.
3.3.3
Kultur Masal Skeletonema
Prosedur kerja praktek lapang
Budidaya Pakan Alami untuk kultur massal Skeletonema adalah pertama dengan
menyiapkan wadah atau bak, kemudian siapkan air secukupnya dan selanjutnya
memasukkan pupuk (TSP, urea, dan NDTA) kedalam bak. Perbandingan setiap
pengulturan skeletonema adalah 2:1 (urea 2 dan NDTA 1). Banyaknya pupuk yang di
butuhkan adalah 10 gr untuk setiap wadah atau bak dengan 4 x 2. Pada setiap
wadah atau bak di pasang aerator agar oksigen dalam air tetap stabil.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari kegiatan praktikum
Teknologi Budidaya pakan alami, kami mendapatkan hasil sebagai berikut :
4.2
Pembahasan
Dari hasil praktek lapang Budidaya Pakan
Alami, pada kultur artemia di lakukan
proses dekap sebelum pengulturan. Proses dekap ini di lakukan dengan
menambahkan kaporit kedalam ember yang akan di gunakan dalam proses dekap. Hal
ini bertujuan untuk menipiskan cangkang artemia
agar artemia yang di kultur dapat lebih cepat menetas. Jika proses dekap di
lakukan, maka cangkang artemia yang telah menetas akan mengapung berbeda pada
kultur artemia yang tidak di lakukan proses dekap sebelumnya cangkangnya akan
tenggelam sehingga mempersulit pada saat di lakukan pemanenan artemia. Sesuai
dengan pernyataan yang menyatakan bahwa proses
dekaptulasi ini di lakukan
dengan menggunakan kaporit dengan tujuan agar cangkang kista artemia menjadi
lunak.
Setelah
proses dekapsulasi Artemia selesai, hal selanjutnya adalah memasukan Artemia
ke dalam galon yang berbentuk kerucut. Karena
dengan menggunakan galon seperti kerucut ini memungkinkan oksigen dapat
tersebar dengan merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutaman (1993), bahwa
kultur Artemia pada model kerucut sangat baik, karena sirkulasi oksigen
dapat lebih merata.
Lebih lanjut di katakan bahwa Artemia
yang telah di dekapsulasi
memiliki cangkang yang lebih lunak sehingga apabila terikut pada saat pemberian
pakan tidak akan membahayakan bagi larva udang.
Pada
kultur murni skeletonema pemberian aerator pada toples sangat di perlukan
karena skeletonema akan memerlukan oksigen terlarut yang cukup untuk hidupnya.
Pemberian aerator di sesuaikan dengan besar toples dan kepadatan skeletonema
yang di kultur di dalamnya. Hal ini bertujuan agar jangan sampai telur
skeletonema hancur yang akan mengakibatkan kegagalan dalam pengulturannya.
Sesuai dengan pernyataan Djarijah (1995), aerasi di perlukan terutama untuk pengadukan
media sehingga tidak terjadi stratifikasi suhu pada air media dan sebagai akselerasi pamasukan udara
terutama CO2 dan O2. Akselerasi yang baik untuk Skeletonema tidak terlalu besar, karena apabila aerasi terlalu
besar maka akan memutuskan filamen sehingga skeletonema akan hancur.
Menurut
narasumber yang di wawancarai
di Hatchery Mamboro bahwa untuk
mengkultur skeletonema dapat di lakukan
dengan dua cara, yaitu dengan kultur murni dan kultur massal. Pada kultur massal skeletonema,
air yang di gunakan untuk mengisi bak kultur
tersebut mempunyai kadar garam atau salinitas 27 ppt. nilai salinitas ini merupakan nilai yang optimal yang
dapat di toleransi oleh skeletonema.
Salinitas optimal untuk pertumbuhan fitoplankton jenis Skeletonema adalah
berkisar antara 25-29 ppt (Sahwan, 2001).
V. KESIMPULAN
Dari
hasil pengamatan praktek lapang Budidaya Pakan Alami, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Kultur
Artemia dapat di lakukan dengan dua
cara yaitu cara dekap dan tanpa dekap.
2.
Proses dekap
di lakukan
dengan tujuan agar cangkang kista artemia
menjadi lunak.
3.
Aerasi pada kultur Skeletonema di perlukan untuk pengadukan media agar tidak terjadi stratifikasi suhu
pada air media.
4. Salinitas optimal untuk pertumbuhan fitoplankton jenis Skeletonema
adalah berkisar antara 25-29 ppt.
thanks
BalasHapus