Selasa, 16 Oktober 2012

Budidaya Pakan Alami


I.  PENDAHULUAN
     1.1    Latar Belakang
Perkembangan usaha budidaya perikanan semakin hari di rasakan semakin meningkat. Hal ini memang sudah sejalan dengan kemajuan zaman dan teknologi. Pembudidayaan ikan saat ini cenderung untuk memanfaatkan lahan yang tersedia semaksimal mungkin sehingga produksi per satuan luas juga semakin meningkat.
Dengan semakin intensifnya usaha budidaya ikan tersebut, semakin terasa juga arti penting peranan makanan untuk mempercepat laju pertumbuhan ikan.  Pada tingkat burayak dan benih, pembudidaya harus dapat mengusahakan pakan alami dalam jumlah yang banyak. Untuk mendapatkannya, pembudidaya harus mengetahui cara-cara budidaya makanan alami. 
Pakan alami adalah sumber pakan yang penting dalam usaha pembenihan ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, untuk pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang kemudian di olah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang di kehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan memperkecil persentase kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam usaha pembenihan, pakan merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan.
1.2    Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari kegiatan praktek budidaya pakan alami adalah untuk mengetahui cara membudidayakan pakan alami baik skala laboratorium maupun skala massal. Kegunaan dari kegiatan praktek ini adalah memberikan pengetahuan kepada mahasiswa macam-macam pakan alami dan bagaimana cara membudidayakannya.

II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Artemia
          Secara taksonomi artemia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Phylum: Anthropoda
        Kelas: Crustacea
               Subkelas: Branchiopoda
                       Ordo: Anostraca
                              Familia: Artemidae
                                      Genus: Artemia
                                              Spesies: Artemia salina

            Penetasan kista artemia dapat di lakukan dengan cara langsung atau non-dekapsulasi dan dekapsulasi. Pada cara non-dekapsulasi kista artemia hanya di rendam pada air tawar selama 15 menit. Perendaman dengan air tawar tersebut bertujuan untuk melunakkan kista artemia. Sedangkan pada dekapsulasi selain di rendam dengan air tawar kista artemia juga di rendam dengan larutan klorin. Dekapsulasi merupakan proses penipisan/pembersihan cangkang Artemia dengan mengunakan bahan dekapsulan yaitu berupa kaporit (Ca(OCl)2). Bahan dekapsulan ini bersifat desinfektan, sehingga selain membersihkan kiste Artemia dari kotoran, juga akan membersihkannya dari bakteri pembawa bibit penyakit (http://www.o-fish.com/pakanIkan/Artemia.php).
Menurut Ahmad Purwakusuma (2004), Artemia (brine shrimp) termasuk udang-udangan primitive.  Sebagai plankton, Artemia tidak dapat mepertahankan dirinya terhadap pemangsa, sebab tak mempunyai alat ataupun cara membela diri.
Menurut Mudjiman (1983), cangkang artemia terdiri dari lipoprotein yang mengandung banyak hematin (semacam hemoglobin). Senyawa ini ternyata dapat di larutkan oleh bahan-bahan oksidator yaitu senyawa hipoklorit, baik berupa NaOCl (natrium hipoklorit) maupun Ca(OCl)2. Kaporit ini selain berfungsi sebagai pendekap kista artemia, juga berfungsi sebagai disinfektan. Klorin bebas yang terdapat pada kaporit di dalam air akan bereaksi menjadi bentuk hypochlorous dan asam hipoklorit. Klorin bebas dan hypochlorous inilah yang berfungsi sebagai disinfektan. Beberapa manfaat dekapsulasi terhadap kista artemia :
1.    Nauplius bersih dari cangkang kista dan kista yang tidak menetas.
2.    Telur akan bebas dari hama.
3.    Nauplius Artemia akan lebih mudah lepas dari cangkangnya karena cangkang lebih tipis.
4.    Telur yang telah menetas dapat langsung digunakan untuk makanan.
2.2  Skeletonema
Secara taksonomi Skeletonema costatum memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Phyllum : Bacillariophyta
         Class : Bacillariophycea
                   Ordo : Bacillariales
                               Sub Ordo : Coscinodiscine
                                           Genus : Skeletonem
                                                      Species : Skeletonema costatum

Skeletonema costatum merupakan kelompok alga uniseluler yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintetis.  Sel diatomnya memilki kemampuan menghasilkan skeleton eksternal silika. Berbentuk seperti kotak dengan cytoplasma yang memenuhi isi sel.  Pada sel tersebut terdapat katup besar yang menutup katub yang lebih kecil (Sumeru, 1992).
Analisis kandungan gizi Skeletonema costatum dalam persentase berat yaitu protein 33,30 %, lemak 8,10 %, karbohidrat 11,60 %, total Ash (abu) 36 %.
 
III.  MATERI DAN METODE PRAKTEK
3.1  Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek lapang Budidaya Pakan Alami di lakukan pada hari sabtu, tanggal 11 Juni 2011 dari pukul 07.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Hatchery, Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
3.2  Alat dan Bahan
3.2.1   Kultur Artemia
Alat yang di gunakan dalam praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur Artemia adalah ember, tongkat pengaduk, selang aerasi, dan alat tulis menulis. Bahan yang di gunakan dalam praktek lapang adalah artemia dalam kaleng (445 g), kain saring, dan kaporid.
3.2.2   Kultur Murni Skeletonema
Alat yang di gunakan dalam praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur murni Skeletonema adalah refraktometer, termometer, selang aerasi, suntik, toples, batu aerasi, keran, pipet, mikroskop, dan alat tulis menulis. Bahan yang di gunakan dalam praktek lapang adalah bibit Skeletonema, natrium fosfat, silikat, vitamin, dan trace metal.
3.2.3        Kultur Masal Skeletonema
Alat yang di gunakan dalam praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur massal Skeletonema adalah ember, selang aerasi, keran, kain saring, pemberat aerasi, dan alat tulis menulis. Bahan yang di gunakan dalam praktek lapang adalah bibit Skeletonema, pupuk (urea, TSP, NDTA), dan beberapa plankton.

3.3  Cara Kerja
3.3.1   Kultur Artemia
Cara kerja pada praktek lapang Budidaya Pakan Alami khususnya untuk kultur Artemia adalah pertama dengan menyiapkan Artemia kaleng seberat 445 g, lalu direndam dalam air. Selanjutnya Artemia di saring menggunakan kain saring kemudian air di keluarkan, lalu bahan kaporid di masukkan ke dalam air dengan cara di masukkan kesaringan terlebih dahulu. Artemia yang sudah di saring di masukkan kedalam ember bersamaan dengan kaporid yang sudah tercampur lalu di aduk. Dan perhatikan pula suhu yang di gunakan dan jangan terlalu berlebihan, sehingga suhu optimal yang di perlukan sekitar 29-320C. Sebelum di kultur Artemia terlebih dahulu gunakan tio sulfat dengan cara perendaman dalam air agar tejadi dekap (proses melepaskan cangkang) dengan jumlah salinitas air sekitar 27 ppt.
3.3.2        Kultur Murni Skeletonema
Prosedur kerja praktek lapang Budidaya Pakan Alami untuk kultur murni Skeletonema adalah pertama dengan mencuci terlebih dahulu wadah toples hingga bersih. Selanjutnya masukkan bibit Skeletonema ke dalam toples dan masukkan pula air sebanyak 1 liter serta tambahkan juga dengan pupuk sebanyak 1 ml. Masukkan bahan natrium fosfat, silikat, dan trace metal kedalam toples. Kemudian masukkan vitamin secukupnya kedalam wadah toples dan jangan terlalu berlebihan karena dapat mengganggu proses pertumbuhannya. Tunggu selama 2 hari bibit yang ada dalam toples akan mengalami perubahan warna dengan warna kecoklatan, dan itu menandakan bibit mulai tumbuh. Setelah lewat 1 hari bibit di pindahkan kedalam wadah yang baru dengan sistem kultur semi massal.
3.3.3        Kultur Masal Skeletonema
Prosedur kerja praktek lapang Budidaya Pakan Alami untuk kultur massal Skeletonema adalah pertama dengan menyiapkan wadah atau bak, kemudian siapkan air secukupnya dan selanjutnya memasukkan pupuk (TSP, urea, dan NDTA) kedalam bak. Perbandingan setiap pengulturan skeletonema adalah 2:1 (urea 2 dan NDTA 1). Banyaknya pupuk yang di butuhkan adalah 10 gr untuk setiap wadah atau bak dengan 4 x 2. Pada setiap wadah atau bak di pasang aerator agar oksigen dalam air tetap stabil.

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
Dari kegiatan praktikum Teknologi Budidaya pakan alami, kami mendapatkan hasil sebagai berikut :
          



4.2  Pembahasan
Dari hasil praktek lapang Budidaya Pakan Alami, pada kultur artemia di lakukan proses dekap sebelum pengulturan. Proses dekap ini di lakukan dengan menambahkan kaporit kedalam ember yang akan di gunakan dalam proses dekap. Hal ini bertujuan untuk menipiskan cangkang artemia agar artemia yang di kultur dapat lebih cepat menetas. Jika proses dekap di lakukan, maka cangkang artemia yang telah menetas akan mengapung berbeda pada kultur artemia yang tidak di lakukan proses dekap sebelumnya cangkangnya akan tenggelam sehingga mempersulit pada saat di lakukan pemanenan artemia. Sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa proses dekaptulasi ini di lakukan dengan menggunakan kaporit dengan tujuan agar cangkang kista artemia menjadi lunak.
Setelah proses dekapsulasi Artemia selesai, hal selanjutnya adalah memasukan Artemia ke dalam galon yang berbentuk kerucut. Karena dengan menggunakan galon seperti kerucut ini memungkinkan oksigen dapat tersebar dengan merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutaman (1993), bahwa kultur Artemia pada model kerucut sangat baik, karena sirkulasi oksigen dapat lebih merata. Lebih lanjut di katakan bahwa Artemia yang telah di dekapsulasi memiliki cangkang yang lebih lunak sehingga apabila terikut pada saat pemberian pakan tidak akan membahayakan bagi larva udang.
 Pada kultur murni skeletonema pemberian aerator pada toples sangat di perlukan karena skeletonema akan memerlukan oksigen terlarut yang cukup untuk hidupnya. Pemberian aerator di sesuaikan dengan besar toples dan kepadatan skeletonema yang di kultur di dalamnya. Hal ini bertujuan agar jangan sampai telur skeletonema hancur yang akan mengakibatkan kegagalan dalam pengulturannya. Sesuai dengan pernyataan Djarijah (1995),  aerasi di perlukan terutama untuk pengadukan media sehingga tidak terjadi stratifikasi suhu pada air media dan sebagai akselerasi pamasukan udara terutama CO2 dan O2. Akselerasi yang baik untuk Skeletonema tidak terlalu besar, karena apabila aerasi terlalu besar maka akan memutuskan filamen sehingga skeletonema akan hancur.
 Menurut narasumber yang di wawancarai di Hatchery Mamboro bahwa  untuk mengkultur skeletonema dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu dengan kultur murni dan kultur massal. Pada kultur massal skeletonema, air yang di gunakan untuk mengisi bak kultur tersebut mempunyai kadar garam atau salinitas 27 ppt. nilai salinitas ini merupakan nilai yang optimal yang dapat di toleransi oleh skeletonema. Salinitas optimal untuk pertumbuhan fitoplankton jenis Skeletonema adalah berkisar antara 25-29 ppt (Sahwan, 2001). 

V.  KESIMPULAN
            Dari hasil pengamatan praktek lapang Budidaya Pakan Alami, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Kultur Artemia dapat di lakukan dengan dua cara yaitu cara dekap dan tanpa dekap.
2.    Proses dekap di lakukan dengan tujuan agar cangkang kista artemia menjadi lunak.
3.    Aerasi pada kultur Skeletonema di perlukan untuk pengadukan media agar tidak terjadi stratifikasi suhu pada air media.
4.  Salinitas  optimal untuk pertumbuhan fitoplankton jenis Skeletonema adalah berkisar antara 25-29 ppt.

1 komentar: